Lebih Suka Berbuka dengan Mie Golosor, Dibanding Makan Nasi
Hal yang paling saya ingat saat berpuasa sewaktu kecil adalah berburu makanan berbuka puasa. Menjelang magrib, biasanya saya suka mampir ke beberapa warung tetangga untuk membeli jajanan. Kebetulan ada lumayan banyak tetangga yang menjual aneka jajanan khas Ramadan. Sehingga, tinggal pilih.
Makanan yang biasa saya beli adalah mie golosor, asoy --kerupuk besar tipis-tipis yang berwarna kuning pucat, dan bala-bala. Biasanya ketiga penganan tersebut dimakan dengan cara dicampur dengan sambal kacang. Coba deh, makan ketiga makanan itu sekaligus, lezaaat banget. Sampai saat ini saya selalu ngidam ketiga jenis makanan itu setiap kali Ramadan tiba, sayang di Batam tidak ada yang menjual.
Kalau bala-bala saya masih bisa buat sendiri, begitupula dengan sambal kacang. Asoy pun saya bisa minta tolong nenek atau saudara untuk membelikan yang mentahan, belum digoreng, lalu dikirim ke Batam, Kepulauan Riau, namun mie glosor tidak bisa. Mie tersebut cepat basi, sementara di Batam tidak ada satupun yang menjual mie jenis tersebut.
Selain tiga jenis makanan wajib tersebut, setiap Ramadan saya juga hobi jajan asinan. Dulu asinan yang dibuat salah satu tetangga enak banget. Pas rasanya, entah beliau sekarang masih jualan atau tidak. Biasanya asinan dikudap usai memakan mie glosor dan "dua temannya" tersebut.
Walhasil, perut saya selalu kekenyangan setiap kali habis berbuka puasa. Makanan-makanan tersebut tak menyisakan tempat untuk nasi dan lauk-pauk. Apalagi setelah tarawih pun, acara jajan masih berlanjut. Biasanya saya membeli tutut, atau kembali membeli asinan karena porsi saat berbuka puasa kurang banyak hehe.
Tersiksanya bila ibu saya kesiangan saat sahur. Akibat saat berbuka hanya diisi jajanan-jajanan ringan seperti itu, saat saya "terpaksa" puasa dengan kondisi perut yang tidak diisi nasi karena kesiangan saat bangun sahur, badan rasanya lemas. Saya rasanya mau tiduran saja, dan tak sabar menunggu beduk magrib.
Berbekal pengalaman sat kecil, sekarang saya membiasakan anak untuk berbuka puasa dengan nasi dan lauk pauk terlebih dahulu. Setelah itu, bebas mengudap apapun. Saya berpendapat, bila kita mengkonsumsi nasi dan lauk terlebih dahulu, perut pasti masih sanggup memakan jajanan lain. Sementara, bila urutannya dibalik, belum tentu.
Batal Puasa, Tapi Mengaku ke Orangtua Masih Berpuasa
Bandel-bandel begini saya baru berani melakukan setelah kelas lima SD. Namun setelah ketahuan orangtua tidak berani lagi. Padahal orangtua saya saat itu tidak marah, hanya meminta saya jujur. Bila memang tidak sanggup berpuasa tidak apa-apa, namun berbukalah dengan baik-baik, jangan main belakang.
Waktu itu, saya dan beberapa teman sekolah berkunjung ke salah satu rumah seorang teman. Sehabis berkunjung kami mampir ke salah satu pusat perbelanjaan. Jalan-jalan, membeli makanan untuk berbuka. Dulu minimarket dan supermarket di Bogor masih sangat terbatas, sehingga beli makanan dan minuman ringan saja, dengan merk tertentu, harus ke pusat kota.