Apa target yang ditetapkan selama Ramadan berlangsung?
Saat kecil, target utama selama bulan Ramadan adalah dapat berpuasa satu bulan penuh. Berupaya menahan rasa haus dan lapar dari tebit fajar hingga terbenam matahari. Namun setelah beranjak remaja, target tersebut sulit dipenuhi oleh seorang perempuan. Meski ingin, ada saatnya kita harus membatalkan puasa karena faktor alami seorang perempuan.
Selain itu, menjadikan puasa selama satu bulan penuh sebagai pencapaian utama sepertinya tidak pas --terlebih setelah memasuki usia dewasa. Apa pasal? Menjalankan ibadah saum itu merupakan kewajiban yang harus dijalankan seorang muslim yang berakal, baligh, dan mampu menjalankan ibadah tersebut. Jadi, menjalankan ibadah puasa itu kewajiban, bukan target utama yang harus dicapai.
Menjalankan Salat Tarawih
Cung, siapa yang rajin berpuasa tetapi giliran menjalankan ibadah sunah usai salat isya ini begitu malas? Jujur, saya salah satunya. Usai berbuka puasa, terkadang saya malas bergerak. Maunya rebahan, leyeh-leyeh, bermalas-malasan, sambil menonton televisi atau bermain telepon selular.
Menjalankan salat terawih yang berjumlah 23 rakaat itu --ada juga beberapa yang hanya menjalankan 11 rakaat, begitu berat. Apalagi setelah perut penuh terisi kurma, kolak, buah, rujak, dan makanan berat yang lumayan banyak. Malas rasanya harus beranjak menuju masjid dekat rumah.
Apalagi bila siangnya sudah beraktifitas penuh selama seharian, bekerja, mencari nafkah. Atau malah ikut berbuka puasa dengan teman dan kerabat. Usai sampai rumah, maunya istirahat. Apalagi terawih memiliki embel-embel hanya sebagai ibadah sunah. Bila dikerjakan mendapat pahala, bila ditinggalkan tidak apa-apa.
Namun tahun ini harus lebih dikuatkan niat nih untuk menjalankan salat terawih dengan lebih rajin. Apalagi terawih juga seperti puasa, hanya hadir satu kali dalam satu tahun, selama 30 hari. Umat muslim tidak dapat menjalankan ibadah tersebut di bulan lain, diluar bulan Ramadan.Â
Melaksanakan Salat Wajib di Awal Waktu
Ramadan beberapa waktu lalu saya sempat tersentak dengan tausyiah seorang ustadz. Saya seolah diingatkan dengan kebiasaan suka menunda-nunda salat wajib. Saya terbiasa melaksanakan ibadah tersebut di akhir waktu. Terkadang karena nanggung dengan pekerjaan, terkadang karena memang sengaja ditunda.
Padahal bila kita memiliki doa yang ingin segera dikabulkan, seharusnya kita pun secepat mungkin menjalankan perintah Allah SWT tersebut, bukan menunda-nunda, baik sengaja maupun tidak sengaja. Bila panggilan Allah SWT tersebut diabaikan, bukan tidak mungkin Allah juga mengabaikan doa kita.
Ustadz tersebut juga mengatakan, salat itu seperti digit nomor telepon. Harus dipijat semua nomornya agar kita bisa "terhubung" dengan Allah SWT. Bila ada satu yang terlewat tidak akan nyambung. Begitu juga bila waktu yang ditentukan sudah berlalu, belum tentu "telepon" tersebut tersambung.
Saya memang masih harus menjewer diri sendiri karena masih suka lalai. Semoga momen Ramadan dapat meluruhkan kelalaian tersebut. Apalagi saat Ramadan umumnya setiap muslim lebih rajin untuk saling mengingatkan, terutama saat sudah memasuki waktu salat wajib.
Menyempatkan Membaca Al-Quran dan Ikut Kajian
Selama Ramadan banyak masjid dan musalla yang mengadakan tadarus dan kajian mengenai Islam. Bila memungkinkan tidak ada salahnya ikut bergabung, lumayan juga kan bisa menambah ilmu dan pahala. Apalagi katanya saat Ramadan pahala yang kita dapat saat melakukan kegiatan yang bermanfaat sangat berlipat-lipat.
Bila bulan-bulan biasa kita lebih sering membuka halaman-halaman novel atau bolak-balik menonton serial drama, ada baiknya sekarang dibatasi, dan menyempatkan waktu lebih banyak untuk membolak-balik halaman Al-Quran. Bila sebelumnya lebih rajin berkumpul dengan komunitas satu hobi, ada baiknya ikut lebih banyak pengajian atau tausyiah yang diadakan di masjid-masjid.
Setidaknya satu tahun sekali, saat Ramadan belum berganti menjadi hari yang fitri, kita meng-upgrade ilmu secara langsung. Meski sebenarnya menambah ilmu mengenai agama bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja, apalagi dengan akses internet super canggih seperti saat ini.
Hanya saja saat hari-hari biasa sepertinya perlu usaha lebih ekstra. Nah, mumpung Ramadan, saat kesempatan mendalami ilmu agama lebih terbuka lebar, tidak ada salahnya kita manfaatkan. Ah, saya harus sering-sering nih mampir ke masjid, atau setidaknya membaca Al-Quran di rumah dan membaca buku-buku Islami.
Membuat Pola Makan Lebih Teratur dan Sehat
Puasa dapat menjadi momentum yang tepat untuk memulai pola makan yang teratur dan sehat. Apalagi umumnya saat Ramadan, terutama kala sahur, kita lebih banyak mengkonsumsi makanan rumahan yang kita masak sendiri. Sehingga, kandungan makanan yang kita konsumsi dapat lebih terukur.
Saat puasa kita juga lebih disiplin dengan jam makan. Kita hanya boleh makan dan minum pada jam-jam tertentu, sehingga mau tidak mau kita akan mengikuti aturan tersebut. Bila pada hari-hari biasa pola makan kita berubah-ubah sesuai kesibukan, saat puasa kita pasti akan makan dan minum tepat waktu.
Apalagi saat puasa juga kita dituntut untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi dan bernutrisi. Makan bukan hanya asal kenyang, namun juga harus mengandung kandungan yang betul-betul dibutuhkan oleh tubuh. Bila kita makan sembarangan, kita tinggal tanggung risikonya. Perut keruyuk-keruyuk dan lemas seharian selama menjalankan ibadah puasa.
Ini target Ramadan saya juga tahun ini, lebih banyak memasak makanan sehat sendiri. Selama ini lebih banyak membeli makan makanan diluar, atau jajan cemilan yang asal kenyang. Pikir saya, kalau pun nanti lapar lagi, bisa makan lagi. Namun saat puasa tidak seperti itu, kalau lapar setelah dering imsak, terpaksa harus menunggu hingga adzan magrib tiba.
Kalau teman-teman Kompasianer apa target Ramadan tahun ini? Yuk, ditambahkan di kolom komentar. Salam Kompasiana! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H