Hal lain yang wajib dilakukan menjelang bulan Ramadan adalah mencuci berbagai perlengkapan ibadah, mulai dari mukena atau telekung, sajadah hingga sarung. Perlengkapan ibadah tersebut biasanya secara rutin dicuci, namun rasanya lebih afdol saat menjelang Ramadan dicuci kembali.Â
Alasannya, bila perlengkapan ibadah yang kita gunakan bersih dan wangi, akan lebih percaya diri digunakan. Terlebih Islam sangat mewajibkan kebersihan. Kebersihan bahkan dikatakan sebagai sebagian dari iman.
Apalagi selama Ramadan umat muslim juga melakukan ibadah rutin salat tarawih selama (hampir) satu bulan penuh, dan umumnya dilakukan di masjid dekat rumah bersama dengan warga perumahan yang lain. Bila perlengkapan ibadah terlihat "dekil" dan mengeluarkan bau kurang sedap karena lembab, rasanya tidak enak sendiri.
Menyiapkan Beberapa Alarm
Selain menyetel alarm di telepon selular, biasanya saya dan keluarga juga menyetel alarm di jam weker. Bukan apa-apa, pernah beberapa kali begitu percaya dengan alarm telepon selular --dan tidak menyalakan alarm di jam weker, kami kebablasan, baru bangun beberapa menit sebelum imsak menjelang. Alhasil hanya sempat menghabiskan beberapa gelas air putih, tidak sempat makan.
Entah karena salah setting, entah kami yang terlalu nyenyak tidur. Namun terkadang alarm dari telepon selular tidak berbunyi. Kalaupun berbunyi tidak terdengar. Sehingga, agar lebih aman, menjelang Ramadan biasanya kami juga berbelanja satu hingga dua jam weker. Lebih afdol rasanya menggantungkan bantuan pada jam yang berdering-dering memekakan telinga.
Konsultasi ke Dokter
Ini tak kalah penting dilakukan, terlebih bila kita memiliki keluhan atau penyakit tertentu yang membutuhkan konsultasi dari dari dokter saat akan menjalankan ibadah puasa. Beberapa ada yang mengatakan, puasa itu seperti terapi --obat, beberapa penyakit malah sembuh saat menjalankan puasa. Namun akan lebih aman bila kita melakukan konsultasi secara resmi dengan dokter.
Saya pribadi beberapa hari lalu sudah melakukan konsultasi dengan dokter. Kebetulan Ramadan tahun ini saya diberi "titipan". Saya hamil sekitar lima bulan. Sehingga, agar lebih amannnya saya memutuskan untuk bertanya langsung kepada dokter kandungan yang biasa saya datangi untuk konsultasi.
Tujuh tahun yang lalu saya juga sebenarnya mengalami kondisi yang sama, saat hamil anak pertama. Namun itu sudah berlalu tujuh tahun lalu. Sehingga, meski dulu saat ikut berpuasa baik-baik saja, terap saja saya harus tetap memastikan kembali apakah tahun ini saya dan si janin cukup kuat untuk ikut menjalankan ibadah wajib tersebut.