Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sebagai Istri, Jangan Lakukan 4 Hal Ini kepada Terduga Pelakor

26 Februari 2018   10:46 Diperbarui: 26 Februari 2018   15:20 5756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari intrinsicspace.me

Saat suami terpikat wanita lain, umumnya kita langsung emosi. Terlebih kala suami lebih memilih si perebut laki orang (pelakor) dibanding kita si istri sah. Namun berdasarkan obrolan-obrolan ringan dan curi-curi dengar dari beberapa orang yang pernah mengalami hal tersebut, justru katanya ada beberapa hal yang harus kita hindari saat suami kepincut wanita lain. Apa saja?

Tahan diri untuk tidak meminta cerai

Meski emosi sudah diubun-ubun karena memergoki secara langsung suami bermain hati dengan wanita lain, konon katanya jangan pernah sekali pun mengucapkan kata cerai pada suami. Sebagai seorang istri, kita sebaiknya menahan diri untuk tidak meminta diceraikan oleh suami.

Kalau pun nanti akhirnya tetap memutuskan untuk berpisah, sebaiknya berdasarkan hasil pertimbangan yang matang, bukan hanya karena ada pihak ketiga dan berdasarkan keputusan yang teburu-buru akibat sakit hati. Jangan sampai setelah resmi bercerai, kita malah menyesal hanya karena merasa terdorong oleh emosi sesaat.

Sebelum memutuskan untuk berpisah, coba tanyakan pada diri sendiri apakah masih sanggup melanjutkan tali pernikahan yang sudah terkoyak, bila jawabannya ya karena beberapa pertimbangan, lalu tanyakan juga pada suami apakah bersedia untuk memperbaiki semuanya.

Namun harus dipastikan, suami tak hanya berjanji untuk memutuskan hubungan dengan si pelakor, namun juga berkomitmen untuk menjalani pernikahan dengan lebih baik. Ingat, melanjutkan pernikahan akibat perselingkuhan umumnya lebih sulit. Bila tidak pintar-pintar mengelola, bukan tidak mungkin pernikahan tersebut akan terus dihantui syak wasangka.

Namun bukan pula tidak mungkin berjalan dengan baik. Meski beberapa penelitian menyatakan peselingkuh tetaplah peselingkuh, sekali selingkuh akan terus menerus selingkuh karena habit, namun tidak sedikit juga kok mantan peselingkuh yang benar-benar insyaf, menyesal, tidak mengulangi lagi perbuatan tercela tersebut. Saya kenal beberapa.

Jangan pernah minggat meninggalkan rumah

Semarah apapun, sesedih apapun, sesakit hati apapun, jangan pernah pergi meninggalkan rumah yang kita tempati bersama suami. Meskipun kita benar, sekali kita minggat dari rumah karena rasa "sakit yang tak tertahankan" akibat perselingkuhan suami, tetap saja kita salah.

Ingat rumah seperti benteng. Bila benteng tersebut kita tinggalkan, apalagi yang dapat kita pertahankan? Bila memang ingin lebih banyak menghabiskan waktu dengan orang tua, saudara, untuk mengurangi rasa sakit yang kita alami, sebaiknya orang tua dan saudara tersebut yang diajak untuk tinggal bersama kita sementara. Terlebih bila suami memang tidak pernah lagi pulang akibat lebih memilih menghabiskan waktu di rumah si pelakor. Atau menghabiskan waktu di tempat lain.

Tak perlu merendahkan diri dengan melabrak

Saat mengetahui suami menjalin hubungan istimewa dengan wanita lain, sebaiknya kita tak mempermalukan perempuan tersebut dengan melabrak dan memborbardirnya dengan kata-kata kasar. Apalagi berteriak-teriak di depan rumahnya hingga menjadi gunjingan para tetangga.

Dulu ada kerabat yang melakukan hal seperti itu. Bukannya sukses membawa pulang kembali sang suami, ia malah dipolisikan dengan pasal perbuatan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik. Beruntung kasusnya bisa diselesaikan dan tidak sampai bergulir ke pengadilan.

Bila mengalami "kerikil" seperti itu, sebaiknya dibicarakan baik-baik. Si istri didampingi (beberapa) perwakilan dari keluarga suami mendatangi keluarga si pelakor. Bila masih single, datangi orang tua si pelakor tersebut, bila sudah bersuami datangi si suami pelakor sekaligus si orang tua dengan membawa bukti. Tentu saat membicarakan hal ters ebut, ada baiknya si pelakor juga ada di tempat.

Pembicaraan baik-baik seperti itu biasanya lebih membuahkan hasil. Apalagi orang tua yang baik tidak akan pernah membiarkan anak kesayangannya menjadi "duri" dalam rumah tanggga orang lain. Begitu pula dengan suami yang baik, pasti tidak rela bila si istri berbagi hati dengan pria lain.

Memang ada kalanya orang tua si pelakor memiliki tabiat sebelas-duabelas dengan si anak. Alih-alih menasihati si anak, mereka malah bangga si buah hati dapat menggaet laki-laki berkecukupan, walaupun berstatus suami orang. Apalagi bila si laki-laki royal membelikan ini dan itu. Namun seburuk-buruknya orang tua si pelakor, bila diminta secara baik-baik untuk melarang anaknya agar tidak merebut suami orang, pasti akan dilakukan juga.

Jangan jauhi keluarga suami

Saat memiliki masalah dengan suami, umumnya kita menjadi malas untuk berinteraksi dengan keluarga besar suami. Namun percayalah, saat situasi sedang genting seperti itu, keluarga suami justru menjadi tumpuan harapan untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Jadi alih-alih menjauhi keluarga suami karena kesal, sebal, dll, sebaiknya justru lebih meningkatkan hubungan kekeluargaan dengan seluruh keluarga suami. Minta bantuan ayah, ibu, kakak, adik suami untuk menyelesaikan masalah tersebut. Bila diperlukan ajak sepupu atau om dan tantenya.

Biasanya bila melihat keluarganya terlibat untuk meyelesaikan konflik tersebut, suami akan luluh. Apalagi bila orang tuanya turun langsung untuk membantu menyelesaikan permasalahan. Biar bagaimana pun, keluarga tetap menjadi hal yang utama bagi sebagian besar individu. Bila si keluarga lebih mendukung si istri dan menentang si pelakor, suami biasanya akan berpikir ulang. Apalagi bila dibumbui "ancaman-ancaman khas keluarga besar"

Ah, ini hanya berbagi cerita, tidak bermaksud menggurui. Apalagi pernikahan saya dan suami juga baru seumur jagung. Belum lagi setiap orang juga pasti memiliki keputusan masing-masing yang pasti lebih baik untuk kehidupannnya. Saya pribadi pun sebenarnya lebih memilih prinsip "kesalahan apapun dalam pernikahan dapat dimaafkan, kecuali perselingkuhan." Salam Kompasiana! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun