Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Saat Mempercayakan Alat Kontrasepsi pada IUD

16 Februari 2018   19:18 Diperbarui: 17 Februari 2018   08:45 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari laman kompas.com

Usai melahirkan anak pertama, sebagian besar ibu-ibu--terutama yang ingin mengatur jarak kelahiran setiap anak, mulai kasak-kusuk mencari jenis kontrasepsi yang tepat. Ada yang menanyakan langsung ke dokter kandungan, ada yang browsing melalui internet, ada juga yang lebih nyaman mencari tahu melalui teman atau kerabat yang sudah lebih dulu mengalami.

Saya pribadi, lebih nyaman menanyakan langsung kepada dokter kandungan yang waktu itu membantu saya saat proses persalinan. Rasanya lebih akurat bila menanyakan langsung kepada sang ahli. Terlebih saya cukup percaya dengan masukan dari dokter tersebut terkait beragam hal mengenai ginekologi.

Sehingga, saat dokter kandungan tersebut menyarankan agar saya menggunakan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau lebih dikenal dengan spiral/IUD (Intra Uterine Device), saya mengiyakan saja. Bahkan saya langsung memasang alat kontrasepsi tersebut beberapa hari setelah masa nifas selesai.

Cocok bagi yang Takut Disuntik dan Malas Minum Obat

Meski saat itu baru kenal sekitar sembilan bulan, dokter tersebut sepertinya tahu karakter saya yang takut disuntik dan malas minum obat. Maklum saat disuntik Tetanus Toksoid(TT) saya meringis-ringis, belum jarumnya menancap saya sudah mengaduh-ngaduh. Apalagi saat lahiran, jangan ditanya bagaimana saya menjerit-jerit membuat heboh satu ruangan.

Begitupun saat minum obat pada masa kehamilan. Saya bahkan sempat ditegur karena secara sengaja tidak mengkonsumsi vitamin yang diresepkan. Maklum setiap kali membayangkan akan menelan vitamin tersebut kok rasanya tenggorokan langsung mual. Perut saya seperti berontak, padahal vitamin berwarna merah tersebut belum juga mampir di lidah.

Akhirnya berdasarkan pertimbangan tersebut, saya mantap memilih AKDR. Saya sengaja tidak bertanya terlebih dahulu kepada keluarga, teman, ataupun mencari informasi melalui internet. Bukan apa-apa saya takut parno duluan dan akhirnya malah tidak jadi menggunakan kontrasepsi.

Setelah terpasang saya baru bertanya dan browsing melalui internet. Saat bertanya kepada teman dan keluarga terdekat, saya baru tahu ternyata di lingkaran terdekat saya masih sangat jarang yang menggunakan alat kontrasepsi berupa IUD. Hanya ada satu tetangga sebelah rumah yang menggunakan alat kontrasepsi tersebut. Teman dan keluarga terdekat saya yang lain --yang saya ajak berbagi cerita saat itu---umumnya menggunakan alat kontrasepsi berupa pil dan suntik.

Waktu saya tanya mengapa lebih memilih jenis pil dan suntik, mereka hampir serempak mengatakan takut sakit saat memasang/membuka alat kontrasepsi tersebut, takut tidak cocok dengan kondisi tubuh, khawatir terjadi apa-apa karena ada benda asing yang ditanam didalam tubuh, hingga ada yang mengatakan khawatir AKDR tersebut terlepas dan masuk kedalam perut.

Mendengar beragam cerita tersebut saya sempat khawatir juga. Apalagi tak lama setelah itu sempat ada cerita yang lumayan viral di media sosial terkait seorang ibu yang terpaksa dioperasi karena AKDR terlepas dan "berjalan-jalan" di dalam tubuh, tepatnya di areal perut.

Waktu itu saya sempat buru-buru kontrol ke dokter kandungan, meski belum saatnya. Saya khawatir terjadi apa-apa karena "memasang" benda asing di dalam tubuh. Setelah diperiksa dan hasilnya baik-baik saja, saya baru tenang. Apalagi dokter tersebut mengatakan kondisi saya juga baik-baik saja setelah dipasang alat kontrasepsi tersebut.

Pilih Dokter yang Membuat Kita Nyaman dan Percaya

Saya lumayan selektif saat memilih dokter kandungan. Saat itu --beberapa jam usai testpack menampilkan dua garis-- saya menanyakan ke hampir seluruh teman, tetangga, dan keluarga terkait dokter kandungan mana yang paling baik dan nyaman di Batam. Nyaman menjadi prioritas utama, karena saya tidak mau dibentak-bentak saat rewel waktu melahirkan hehe.

Teman dan keluarga terdekat hampir semuanya merekomendasikan dokter kandungan yang akhirnya saya pilih tersebut. Apalagi ternyata dokter kandungan tersebut seorang perempuan paruh baya yang kerap melontarkan kalimat-kalimat lucu nan menghibur tiap kali saya berkonsultasi memeriksa si jabang bayi.

Begitupula saat saya sedang melahirkan. Alih-alih jutek karena saya tak henti mengaduh, dokter tersebut malah melontarkan lelucon-lelucon lucu untuk lebih mengendurkan suasana. Alhasil meski mendengar kabar-kabar yang sempat mengkhawatirkan terkait AKDR saya tetap mantap menggunakan alat kontrasepsi tersebut.

Dan percayalah, pemasangan AKDR tak sesakit yang dibayangkan. Mungkin karena waktu itu saya memasang IUD hanya berselang sekitar satu bulan setelah melahirkan, sehingga rasa sakit tersebut tak seberapa dibanding rasa sakit saat melahirkan. Apalagi dokter tersebut terus-menerus mengajak saya mengobrol mengenai bayi yang sudah saya lahirkan untuk mengalihkan rasa sakit.

Begitupula saat alat kontrasepsi tersebut dibuka, rasanya hanya sedikit ngilu. Tidak sakit menggit-gigit seperti yang saya bayangkan. Jujur, saat itu saya maju mundur untuk membuka IUD karena khawatir dengan rasa sakit yang ada. Alhasil saya menggunakan IUD lebih dari lima tahun.

Selain itu, mungkin karena selama pemakaian tidak ada gangguan apapun. Saya seolah-olah tidak sedang menggunakan alat kontrasepsi. Menstrurasi lancar dan normal, berat badan tetap seimbang --tidak naik drastis hingga berkilo-kilo, tidak ada jerawat mengganggu, apalagi perubahan hormon. Alhasil saya seperti keenakan menggunakan alat kontrasepsi tersebut.

Tak Perlu Khawatir Sulit Hamil Lagi

Hamil dan memiliki anak sebenarnya hadiah dari Allah SWT. Namun berdasarkan pengalaman tetangga sebelah rumah yang juga menggunakan AKDR, tidak perlu menunggu waktu lama untuk hamil kembali usai alat kontrasepsi tersebut tak lagi digunakan.

Ia mengatakan, hanya berselang dua bulan setelah AKDR ditanggalkan dari tubuh, ia sudah hamil kembali. Hal tersebut sudah berlangsung hingga dua kali. Kalau saya pribadi, perlu waktu sekitar satu tahun untuk bisa hamil kembali usai AKDR tersebut tak lagi terpasang. Namun yang pasti tidak perlu terapi ini dan itu, hanya berjalan seperti biasa.

Ah, semoga tulisan ini membantu mengurangi rasa galau. AKDR tak seseram yang dibayangkan kok. Mungkin kedepan bila berencana menggunakan alat kontrasepsi kembali, saya akan menggunakan alat kontrasepsi jenis ini lagi. Salam Keluarga Berencana! Salam Kompasiana! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun