Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Lautku Bebas Sampah? Bisa! Asal...

4 Desember 2017   01:04 Diperbarui: 6 Desember 2017   15:43 4336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampah yang dihasilkan warga Belakangpadang. Lumayan banyak ya? | Dokumentasi Pribadi

Saat pengunjung berlabuh di Pelabuhan Belakangpadang, Batam, Kepulauan Riau, mata langsung dimanjakan dengan beningnya laut yang menghampar. Belum lagi sepoinya angin yang bertiup. Namun sayang, "pemandangan surga" tersebut sedikit terganggu dengan "sampah setumpuk".

Pulau Belakangpadang. | Dokumentasi Pribadi
Pulau Belakangpadang. | Dokumentasi Pribadi
Saat sampai di tengah pelantar, kita akan mulai melihat hamparan sampah yang tidak sedap dipandang. Plastik-plastik yang sudah tidak terpakai tersebut bertumpuk diantara pelantar dan bangunan-bangunan yang dijadikan warga sekitar sebagai toko untuk menjual aneka kuliner, obat, mainan, hingga barang-barang kebutuhan sehari-hari.

Bila dilihat dari titik ini masih terlihat bersih lautnya, beberapa meter dari sini baru terlihat tumpukan sampah. | Dokumentasi Pribadi
Bila dilihat dari titik ini masih terlihat bersih lautnya, beberapa meter dari sini baru terlihat tumpukan sampah. | Dokumentasi Pribadi
Seperti daerah pesisir pada umumnya, pusat keramaian Pulau Belakangpadang memang berada di areal sekitar pelabuhan. Saat memasuki pulau yang sempat menjadi induk Kota Batam itu, kita langsung disambut toko-toko kelontong, kedai kopi, serta penjual sayur dan ikan segar.

Tumpukan sampah yang mengganggu di areal Pelabuhan Belakangpadang. | Dokumentasi kitabisa.com
Tumpukan sampah yang mengganggu di areal Pelabuhan Belakangpadang. | Dokumentasi kitabisa.com
Kondisi tersebut sepertinya cukup menjawab dengan gamblang mengapa banyak tumpukan sampah di gerbang utama Pulau Belakangpadang. Daerah pemukiman nelayan biasa saja cukup banyak sampah yang berserak --karena masyarakat pesisir umumnya menganggap laut sebagai tempat sampah raksasa yang bisa untuk membuang barang apapun yang tidak lagi digunakan, apalagi ini memang jelas-jelas dijadikan sebagai pasar dan pusat perdagangan. Tahu sendiri kan volume sampah pasar seperti apa.

Saat surut kita dapat melihat aneka sampah, terutama di titik-titik yang berdekatan dengan rumah tinggal. | Dokumentasi Pribadi
Saat surut kita dapat melihat aneka sampah, terutama di titik-titik yang berdekatan dengan rumah tinggal. | Dokumentasi Pribadi
Masih Banyak yang Membuang Sampah ke Laut

Belakangpadang merupakan pulau kecil yang padat penduduk. Itu makanya karena keterbatasan lahan, rumah-rumah di sana tidak hanya dibangun di atas tanah, namun juga di atas laut. Mereka umumnya menggunakan tiang beton, atau kayu khusus yang cukup kuat untuk menahan gerusan air laut.

Meski tidak semua, rumah-rumah yang dibangun di atas laut tersebut juga umumnya langsung membuang beberapa limbah rumah tangga ke laut. Mereka biasanya membangun bak cuci piring saja, atau wastafel saja, tanpa jaringan pipa untuk membuang bekas air cucian ke tempat pembuangan "limbah rumah tangga". Air cucian tersebut otomatis langsung mengalir ke laut.

Kondisi Pantai Nongsa, Batam, Kepulauan Riau. Masih saja ada pengunjung yang membuang tempat air mineral bekas sembarangan. | Dokumentasi Pribadi
Kondisi Pantai Nongsa, Batam, Kepulauan Riau. Masih saja ada pengunjung yang membuang tempat air mineral bekas sembarangan. | Dokumentasi Pribadi
Itu tidak seberapa. Mirisnya tak sedikit yang membuang barang-barang yang tidak lagi digunakan ke laut. Saat laut pasang, "plung" sampah-sampah di lempar ke laut. Sehingga, rumah si pembuang sampah terlihat selalu bersih, karena usai dibuang, sampah tersebut langsung terbawa arus.

Pembuang sampah tersebut mungkin tidak pernah berpikir, sampah-sampah itu hanya berpindah tempat. Sampah-sampah itu tidak pernah hilang, namun bertumpuk di suatu tempat. Hingga akhirnya bukan tidak mungkin kalau suatu hari nanti, kembali hanyut ke lokasi tempat ia tinggal.

Terutama bila sampah-sampah yang dibuang merupakan jenis barang yang mengapung dan mudah berpindah tempat, seperti bekas kemasan makanan, kantung plastik, styrofoam, hingga (maaf) pembalut bekas pakai.

Selain sampah plastik, juga banyak sampah-sampah kayu. Ini di Pulau Dedap, Batam, Kepulauan Riau.| Dokumentasi Pribadi
Selain sampah plastik, juga banyak sampah-sampah kayu. Ini di Pulau Dedap, Batam, Kepulauan Riau.| Dokumentasi Pribadi
Sampah-sampah plastik yang bertumpuk di bibir pantai, tak hanya terjadi di Belakangpadang, namun juga di daerah-daerah lain. Berdasarkan studi yang dilakukan Ocean Conservancy dan McKinsey Center for Business and Environment, setiap tahun rata-rata ada 8 juta ton sampah plastik yang dibuang ke laut. 

Sedihnya, Indonesia termasuk dari lima negara yang menyumbang 60 persen dari sampah-sampah plastik tersebut, selain Filipina, Tiongkok, Thailand, dan Vietnam. Bila hal tersebut terus dibiarkan, pada tahun 2025 mendatang diperkirakan akan ada 155 juta ton sampah plastik yang akan beredar di lautan.

Pantai Pasir Putih, Belakangpadang. Ini bukan hitam karena saya edit, namun memang warna air lautnya hitam karena terpapar minyak yang bocor dari kapal. Sehingga, bila kita berenang, kulit dan baju yang dipakai akan hitam-hitam. | Dokumentasi Pribadi
Pantai Pasir Putih, Belakangpadang. Ini bukan hitam karena saya edit, namun memang warna air lautnya hitam karena terpapar minyak yang bocor dari kapal. Sehingga, bila kita berenang, kulit dan baju yang dipakai akan hitam-hitam. | Dokumentasi Pribadi
Mirisnya, sampah plastik tidak bisa terurai. Bila tidak diambil, diolah, atau dibuang ke tempat lain, sampah-sampah itu tetap akan bertahan di lautan hingga bertahun-tahun. Sampah-sampah  tersebut hanya akan berubah menjadi butiran yang lebih kecil. Itu pun dalam waktu yang sangat lama.

Salah satu sudut Belakangpadang. Ini termasuk bersih dari sampah. | Dokumentasi Pribadi
Salah satu sudut Belakangpadang. Ini termasuk bersih dari sampah. | Dokumentasi Pribadi
Mengganggu Pariwisata hingga Dapat Menyebabkan Kanker

Saat sampah-sampah plastik tersebut berubah jadi butiran-butiran kecil, jangan dulu bersenang hati. Itu justru bisa menjadi pemicu petaka yang lebih besar. Menurut Nasirin, staf pengajar Sekolah Tinggi Perikanan, yang dikutip Mongabay.co.id, sampah-sampah plastik dengan ukuran mikro justru sangat berbahaya. 

Bila sampah mikroplastik tersebut dikonsumsi oleh ikan yang nantinya dikonsumsi oleh manusia, akan rentan menyebabkan salah satu penyakit yang paling ditakuti, yakni kanker. Apalagi tidak sedikit ikan kecil dan sedang yang memakan butiran-butiran kecil sampah plastik itu karena dianggap fitoplankton, yang menjadi makanan mereka sehari-hari.

Styrofoam yang terbawa arus di Pantai Pasir Pitih, Belakangpadang. | Dokumentasi Pribadi
Styrofoam yang terbawa arus di Pantai Pasir Pitih, Belakangpadang. | Dokumentasi Pribadi
Selain tampilan fitoplankton dan sampah mikroplastik yang terlihat mirip, untuk beberapa wilayah, jumlah sampah mikroplastik justru lebih banyak dibanding fitoplankton. Masih menurut Mongabay.co.id, ada beberapa wilayah yang perbandingan sampah mikroplastik dengan fitoplankton mencapai enam berbanding satu. Itu makanya tidak heran bila banyak ikan yang mengkonsumsi sampah berbahaya tersebut.

Jangan sampai, kita yang rajin mengkonsumsi ikan dan hewan laut karena ingin sehat dan pintar, justru malah rentan terkena racun karsinogen yang dapat memicu beragam penyakit berbahaya karena sampah-sampah plastik yang dibuang ke laut. Boro-boro mau pintar dan sehat, bila seperti itu malah terancam terkena penyakit mematikan.

Kawasan mangrove di Belakangpadang. Bila terlihat bebas sampah seperti ini, lebih bagus kan? | Dokumentasi Pribadi
Kawasan mangrove di Belakangpadang. Bila terlihat bebas sampah seperti ini, lebih bagus kan? | Dokumentasi Pribadi
Selain dapat menjadi pemicu kanker, sampah plastik juga dapat menyebabkan hewan-hewan laut yang dilindungi lebih cepat punah. Ada banyak penyu yang mati karena memakan banyak plastik. Penyu-penyu tersebut memakan plastik yang mengapung di laut. Plastik tersebut dikira ubur-ubur yang menjadi salah satu makanan favorit mereka.

Walaupun hanya pulau kecil, sampah plastik di Pulau Belakangpadang bisa menggunung seperti ini. | Dokumentasi Pribadi
Walaupun hanya pulau kecil, sampah plastik di Pulau Belakangpadang bisa menggunung seperti ini. | Dokumentasi Pribadi
Belum lagi, beberapa hewan laut juga kesulitan berenang karena terlilit sampah plastik yang menggunung. Akibat lilitan sampah plastik itu, sebagian hewan bahkan tidak dapat bergerak sama sekali. Alhasil lambat laun dapat menyebabkan kematian dari hewan-hewan tersebut.

Sampah plastik yang bertumpuk juga dapat menyebabkan naiknya permukaan air laut yang menyebabkan hilangnya permukaan tanah di pinggir pantai. Bila hal tersebut sampai terjadi, penduduk yang tinggal di sekitar pesisir terpaksa harus pindah ke lokasi lain yang tentu lebih aman.

Bersih-bersih sampah di Belakangpadang. | Dokumentasi batamnews.com
Bersih-bersih sampah di Belakangpadang. | Dokumentasi batamnews.com
Otomatis kepindahan tersebut menimbulkan dampak tersendiri, mulai dari hilangnya mata pencaharian sebagian besar penduduk --apalagi bila dipindahkan jauh dari pantai, hingga penyediaan lokasi aman untuk relokasi. Hal tersebut tentu akan cukup menyulitkan pemerintah, terutama bila lahan relokasi terbatas, sementara masyarakat yang harus dipindahkan cukup banyak.

Sampah yang dihasilkan warga Belakangpadang. Lumayan banyak ya? | Dokumentasi Pribadi
Sampah yang dihasilkan warga Belakangpadang. Lumayan banyak ya? | Dokumentasi Pribadi
Hal lain yang cukup mengkhawatirkan dari dampak sampah plastik di laut adalah terganggunya wisata bahari yang saat ini sedang digalakan oleh pemerintah. Bila pantai kotor dan penuh sampah, wisatawan mana yang betah berlama-lama menghabiskan waktu di tempat tersebut.

Apalagi bila saat menyelam ke bawah laut, bukan terumbu karang atau ikan warna-warni yang terlihat, namun sampah plastik aneka warna. Secantik apapun kawasan wisata tersebut, akan berubah terlihat kumuh bila dipenuhi sampah-sampah plastik beragam kemasan. Sayang bila harus kehilangan kunjungan wisatawan hanya karena kebiasaan penduduk yang lebih suka membuang sampah ke laut.

Agar pantai tetap bersih daun dan sampah disapu. | Dokumentasi Pribadi
Agar pantai tetap bersih daun dan sampah disapu. | Dokumentasi Pribadi
Perlu Peran Serta Semua Pihak

Penanganan sampah perlu partisipasi semua pihak. Apalagi pemerintah juga memiliki target untuk menjadikan Indonesia bebas sampah pada 2020. Selain itu, berambisi untuk mengurangi sampah plastik secara bertahap di laut Indonesia hingga 70 persen. 

Pemerintah memiliki beragam program untuk meminimalisir sampah plastik di laut. Program tersebut akan dijalankan secara bertahap selama delapan tahun kedepan, atau hingga 2025.

Mulai dari melakukan edukasi kepada masyarakat, baik orang dewasa maupun anak usia dini, menetapkan kebijakan yang mendukung, hingga melakukan kerjasama dengan negara tetangga. Apalagi sampah-sampah di laut memang tidak mengenal batas negara. 

Untuk mengelola sampah, pemerintah dan masyarakat memang harus bergandengan tangan. Pemerintah wajib menyediakan fasilitas untuk menampung dan mengolah sampah-sampah yang dihasilkan masyarakat. Sementara, masyarakat sendiri harus memiliki kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya. Lebih bagus lagi bila berusaha menekan sampah yang dihasilkan.

Saat berbelanja, bila tidak diperlukan jangan menggunakan kantong plastik, atau kalau perlu bawa kantong kain dari rumah. Bila bepergian untuk piknik bersama teman atau keluarga, ada baiknya membawa botol minum sendiri, bukan membeli air minum kemasan yang botolnya kita buang sembarangan.

Sebelum bersih-bersih pantai, pengumuman di tempel di kedai-kedai di Belakangpadang. | Dokumentasi Pribadi
Sebelum bersih-bersih pantai, pengumuman di tempel di kedai-kedai di Belakangpadang. | Dokumentasi Pribadi
Bila memungkinkan plastik-plastik yang sudah tidak terpakai tersebut kita kemas menjadi sesuatu yang menarik dan dapat digunakan. Botol air minum kemasan misalkan, bisa dijadikan sebagai tempat untuk menanam tanaman, plastik bekas kemasan suatu produk kita sulap menjadi tas, atau payung.

Bila tidak bisa seperti itu, setidaknya jangan membuang sampah sembarangan, apalagi membuang ke laut. Sebab, bila sudah dibuang ke laut perlu upaya lebih ekstra untuk mengambilnya kembali. Apalagi bila sudah tenggelan ke dasar laut dan mencemari lingkungan sekitar.

Masyarakat Belakangpadang juga saat ini sudah mulai berbenah. Maret 2017 lalu masyarakat secara bergotong royong melakukan pembersihan sampah-sampah yang mengotori laut Belakangpadang. Sampah yang terkumpul saat itu mencapai 7 ton. Jumlah yang cukup besar untuk pulau yang dapat dikeliling 30 menit dengan menggunakan sepeda motor itu.

Bila pantainya bersih seperti ini, sebenarnya lebih enak kan untuk berwisata? | Dokumentasi Pribadi
Bila pantainya bersih seperti ini, sebenarnya lebih enak kan untuk berwisata? | Dokumentasi Pribadi
Selain itu, saat ini setiap rumah wajib dilengkapi satu tong sampah. Nanti ada mobil sampah yang akan berkeliling mengangkut sampah-sampah tersebut. Sebelumnya, tidak ada tong sampah seperti itu. Masyarakat umumnya membuang langsung sampah ke laut, atau ke lahan kosong di sekitar rumah. Masalahnya lahan kosong tersebut sering pasang, sehingga saat air laut naik, sampah-sampah yang dibuang di sana ikut terbawa.

Deretan pencakar langit Singapura yang terlihat jelas dari Pelabuhan Belakangpadang. | Dokumentasi Pribadi
Deretan pencakar langit Singapura yang terlihat jelas dari Pelabuhan Belakangpadang. | Dokumentasi Pribadi
Setelah pengangkutan sampah tersebut, beberapa waktu laut Belakangpadang terlihat lebih bersih. Sampah hanya terlihat satu-dua. Namun setelah beberapa bulan berlalu, sampah-sampah tersebut kembali terlihat menumpuk, terutama di sekitar pelabuhan yang dekat pasar. Saya kurang tahu, apakah itu sampah baru hasil buangan masyarakat sekitar, atau sampah dari pulau lain yang terbawa arus? Entahlah!

Sebelum laut yang kita cintai semakin terpapar sampah plastik, yuk kita sama-sama jaga. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi? 

Lautku bebas sampah? Bisa! Asal saling bergandengan tangan untuk mengolah sampah-sampah tersebut menjadi suatu benda yang kembali berguna. Lautku bebas sampah? Bisa! Asal saling menjaga laut tercinta yang kita miliki. Lautku bebas sampah? Bisa! Asal saling mengingatkan untuk tidak boros menggunakan produk, terutama produk yang sulit terurai secara alami seperti plastik. Salam Kompasiana! (*)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun