Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mencicipi Olahan Laut Khas Melayu Sambil "Mengintip" Singapura

23 November 2017   11:33 Diperbarui: 23 November 2017   21:53 5525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Kelong Arjam. | Dokumentasi Pribadi

Hari sudah menjelang siang saat saya dan keluarga menuju kelong di kawasan Mentarau, Batam, Kepuauan Riau. Saat itu waktu sudah menunjukan pukul 11:00 WIB. Waktu yang sebenarnya cukup pas untuk kembali menyumpal perut yang mulai keroncongan setelah setengah hari beraktivitas.

Namun kenyataan berkata lain. Saat memasuki kawasan Mentarau, kami mulai kebingungan. Global Positioning System (GPS) yang kami andalkan seolah tidak berfungsi. Kami mulai tidak yakin untuk mengikuti arahan dari GPS. Sistem tersebut terus menerus mengarahkan kami agar mengambil jalan yang sepertinya tidak mungkin menuju kelong tersebut.

Sempat nyasar sampai vihara ini. | Dokumentasi Pribadi
Sempat nyasar sampai vihara ini. | Dokumentasi Pribadi
Alhasil, kami beberapa kali bertanya kepada penduduk sekitar, berkali-kali salah belok, bahkan sempat mampir ke salah satu vihara yang berada di sekitar Mentarau. Beberapa kali kami juga sempat memutuskan untuk kembali pulang dan mencari tempat makan lain yang lebih "terjangkau mata".

Namun rasa penasaran membuat kami kembali mencoba. Setelah bertanya lebih rinci kepada salah satu petugas di vihara, kami kembali mencari lokasi kelong tersebut. Ternyata arahan dari GPS tersebut benar, sejak awal kami seharusnya berbelok ke jalan kecil yang masih belum diaspal.

Setelah diperhatikan ternyata ada papan penunjuk arah, walaupun kecil. | Dokumentasi enjoybatam.com
Setelah diperhatikan ternyata ada papan penunjuk arah, walaupun kecil. | Dokumentasi enjoybatam.com
Setelah diperhatikan, ternyata persis dibelokan kecil tersebut ada plang yang tidak terlalu besar bertuliskan "Kelong Arjam", namun karena kami terlalu panik mencari jalan yang tepat, plang itu tidak terlihat sebelumnya. Apalagi kondisi jalan tersebut cukup kontras dengan jalan sebelahnya. Jalan kecil itu becek, berkubang air sisa hujan, sementara jalan sebelahnya beraspal mulus.

Meski sudah melihat papan petujuk tersebut, saat memutuskan mengambil jalan itu kami tetap masih belum yakin. Bahkan saat melihat sebuah mobil lumayan bagus melintas didepan kendaraan kami, saya dan suami malah berpikiran jangan-jangan mobil tersebut sedang berniat buruk, mau membuang sesuatu yang tidak mau diketahui orang lain.

Semakin ke dalam yang terlihat hanya pepohonan, sehingga sempat ragu. | Dokumentasi Pribadi
Semakin ke dalam yang terlihat hanya pepohonan, sehingga sempat ragu. | Dokumentasi Pribadi
Maklum selain kondisi jalan yang tidak begitu baik, semakin masuk ke dalam kiri-kanan jalan hanya berupa lahan kosong yang ditumbuhi pepohonan lumayan tinggi. Namun setelah melalui jalan kecil itu sekitar 500 meter, kami bernafas lega. Tepat dipinggir pantai, kami melihat dua kelong yang cukup besar dan deretan kendaraan yang terparkir rapi.

Masakan seafood lengkap. | Dokumentasi Kelong Arjam.
Masakan seafood lengkap. | Dokumentasi Kelong Arjam.
Mencicip Masakan Laut Khas Melayu

Ternyata ada dua kelong di kawasan tersebut, Gerai Nelayan 2M dan Kelong Arjam Mentarau Bertuah. Dua kelong tersebut berdiri bersebelahan. Saya dan suami sempat bingung akan memilih mencicip seafood di kelong yang mana. Namun karena melihat bangku-bangku di Gerai Nelayan 2M yang dekat laut sudah terisi penuh oleh pengunjung, saya dan suami akhirnya memutuskan untuk makan di Kelong Arjam Mentarau Bertuah.

Pilihan kami ternyata tidak salah, di kelong tersebut kami malah jadinya reunian. Suami bertemu dengan rekan di salah satu komunitas, saya bertemu dengan teman kuliah yang tidak pernah bersua selama 13 tahun. Dulu kami sama-sama kuliah di Depok dan tinggal di Bogor, Jawa Barat.

Kangkung dan ikan asam pedasnya juara. | Dokumentasi Pribadi
Kangkung dan ikan asam pedasnya juara. | Dokumentasi Pribadi
Apalagi makanan yang disajikan juga lumayan lengkap, lezat, dan yang paling penting "terjangkau kantong". Harga satu kilogram gonggong original yang hanya diberi cabai hijau Rp35.000, padahal harga satu kilogram gonggong mentah saja sudah Rp30.000. Begitupula dengan satu butir kelapa, harganya Rp13.000, hanya selisih Rp1.000 dari kelapa-kelapa utuh yang dijual di pinggir jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun