Saat berkunjung ke Batam, Kepulauan Riau, coba tengok kiri dan kanan Anda. Pasti setiap beberapa meter akan ada perumahan, apartemen, pertokoan, atau calon dari ketiga bangunan tersebut. Baik di wilayah-wilayah yang dekat dengan pusat pemerintahan, maupun daerah terujung dari pulau utama.
Properti tersebut tidak hanya dibangun oleh pengembang lokal, namun juga pengembang-pengembang besar yang bisnisnya sudah menggurita, sebut saja PT Ciputra Development hingga PT Agung Podomoro Land. Bahkan Mantan Presiden RI dan Ketua Otorita Batam BJ Habibie juga ikut terjun di bisnis tersebut dengan meluncurkan Superblok Meisterstadt Batam.
Bangunan-bangunan tersebut membuat Kota Batam semakin semarak. Lahan kosong yang sebelumnya ditumbuhi ilalang, kini sudah mulai dibenahi. Ada seng-seng yang diberi gambar menarik untuk menutupi lahan-lahan yang sedang dibangun proyek. Beberapa dari lahan kosong tersebut kini bahkan sudah berubah wajah menjadi deretan bangunan cantik siap huni.
Selain itu, surat-surat kabar Kota Batam juga hampir setiap hari dihiasi iklan atau artikel mengenai properti yang sedang dibangun dan dipasarkan di kota yang berpenduduk sekitar 1 juta jiwa tersebut. Ada iklan/advertorial/artikel mengenai perumahan kelas menengah hingga apartemen mewah.
Harus Mulai Dibatasi
Tidak aneh sebenarnya bila sebagian besar lahan di sebuah kota besar bertransformasi menjadi pemukiman modern. Saat suatu kota semakin berkembang, otomatis perwajahan dari kota tersebut juga akan ikut bergeser. Bila dulu didominasi lahan kosong, atau bangunan-bangunan seadanya, kini bergeser menjadi bangunan-bangunan mewah komersial.
Namun masalahnya Batam berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia. Sejak awal pulau yang berbatasan langsung dengan Singapura tersebut dibangun untuk menjadi sebuah daerah industri. Sebuah wilayah yang sangat diharapkan dapat menjadi lokomotif perekonomian nasional.
Lahan di Batam juga sangat terbatas. Luas pulau utama hanya 415 km2. Â Bila terus digunakan untuk membangun rumah, ruko dan apartemen, lalu nanti dimana lahan untuk membangun fasilitas yang lain --terutama membangun kawasan industri yang seharusnya menjadi prioritas Batam? Jangan sampai nanti lahan untuk properti malah lebih luas dibanding lahan untuk industri.
Sepertinya memang sudah harus mulai dibatasi pembangunan perumahan, terutama rumah-rumah tapak yang pastinya menggunakan lahan yang tidak sedikit. Sebagai kota industri sebaiknya perumahan di Batam dibangun secukupnya, tidak perlu berlebihan, apalagi alih-alih digunakan sebagai bentuk investasi.
Saat proyek perumahan tersebut berjalan, memang menyedot tenaga kerja yang tidak sedikit. Namun setelah laku terjual dan ditempati, tidak banyak tenaga kerja yang bisa diserap. Rumah akan ditempati oleh si pemilik, selesai. Kecuali di perumahan tersebut dilengkapi ruko yang dijadikan beragam tempat usaha.
Selain itu juga semakin banyak rumah akan memicu penggunaan air dan listrik yang lebih meningkat. Meski rumah tersebut tidak ditinggali setiap hari, tetap akan menggunakan listrik dan air bersih. Padahal sumber air bersih di Batam sangat terbatas karena hanya mengandalkan air hujan yang ditampung di lima waduk.