Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kota Percontohan Layanan Digital, Kok Listriknya "Byarpet"?

15 September 2017   13:33 Diperbarui: 24 September 2017   02:36 1774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantor PLN Batam. | Dokumentasi batam.tribunnews.com

Bila Anda kebetulan sedang ke Batam, bisa dipastikan saat malam hari beberapa titik dari kota yang berbatasan langsung dengan Singapura ini gulita. Bukan, bukan karena tidak ada lampu penerang jalan, bukan pula karena masih adanya lahan kosong yang belum dibangun oleh si pemilik, tetapi karena memang sedang ada pemadaman listrik bergilir.

Sejak 10 hari terakhir, setiap pagi, siang, sore, dan malam selalu ada pemadaman listrik di Batam, meski tempatnya dilakukan secara bergilir. Umumnya listrik tersebut dimatikan selama tiga hingga empat jam, namun ada juga beberapa wilayah yang mati listrik hingga lima jam berturut-turut.

Alasannya bukan karena ada gangguan akibat bencana alam atau force majeure lainnya, tetapi karena bright PLN Batam --yang mengelola listrik di Kota Batam-- sengaja mematikan listrik di hampir seluruh wilayah Kota Batam karena keterbatasan operasional. Mirisnya, keterbatasan operasional tersebut bukan karena PLN tidak sanggup menyediakan listrik sesuai kebutuhan karena hal-hal teknis, melainkan disinyalir karena tidak berjalannya Peraturan Gubernur Kepulauan Riau, terkait kenaikan tarif dasar listrik.

Berdasarkan berita yang dirilis "batam.tribunnews.com", Maret 2017 lalu Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun mengeluarkan SK No 20 Tahun 2017 terkait kenaikan tarif dasar listrik Batam. Golongan R1-1300 VA kenaikannya mencapai 45,4 persen, golongan R1-2200 VA mencapai 40 persen, dan golongan R2 yang diatas 2200 VA kenaikannya sekitar enam persen.

Tanpa sosialisasi yang berarti kepada masyarakat, tarif tersebut langsung diberlakukan pada bulan berikutnya, April 2017. Alhasil, banyak kecaman dari warga Batam. Beberapa bahkan melakukan demonstrasi menolak kenaikan tarif tersebut. Sebagian bahkan ada yang membuat meme menyindir orang nomor satu di Kepulauan Riau tersebut.

Tekanan yang lumayan kuat dari masyarakat, membuat Nurdin Basirun melumer. Per Mei 2017, kenaikan tarif listrik tersebut akhirnya direvisi. Kenaikan tarif diputuskan akan dilakukan secara bertahap, yakni 15 persen untuk tahap pertama, sisanya akan diberlakukan kemudian. Penurunan kenaikan tarif dasar listrik tersebut membuat "keriuhan" di masyarakat berhenti seketika.

Matikan listrik, seolah memaksa warga setujui kenaikan tarif
Berdasarkan berita yang dirilis "batamtoday.com", kenaikan tarif tahap dua sebesar 15 persen yang seharusnya dilakukan per Agustus 2017, rupanya belum juga mendapat lampu hijau dari Gubernur Kepulauan Riau. Alhasil bright PLN yang terus mengaku mengalami kerugian yang cukup besar tersebut terpaksa harus melakukan pemadaman bergilir untuk menekan biaya operasional.

Berdasarkan keterangan Sekretaris Pelaksana Harian bright PLN Batam Rudi Antono yang dirilis "batamtoday.com", harga jual listrik kepada masyarakat masih di bawah harga biaya pokok produksi. Harga jual listrik masih diangka Rp1.350 per kWh, sementara biaya pokok produksi per kWh sudah mencapai Rp1.448. Namun sayang, berdasarkan berita tersebut Rudi tidak bersedia menjelaskan lebih rinci berapa kerugaian yang dialami PLN Batam.

Meski terus mengatakan mengalami kerugian yang cukup besar, bright PLN Batam seolah tertutup terkait keuangan mereka. Padahal masyarakat Batam selaku salah satu stakeholder seharusnya berhak untuk tahu berapa banyak sih kerugian yang dialami oleh perusahaan listrik swasta tersebut.

Menurut saya pribadi, masyarakat mungkin akan lebih terbuka dan tidak antipati duluan kalau saja jauh sebelum kenaikan tarif diberlakukan, bright PLN Batam melakukan sosialisasi intens terkait perlunya penyesuaian tarif listrik di Batam. Jangan tiba-tiba masyarakat dihadapkan dengan tagihan yang melonjak cukup tinggi. Apalagi sesuatu yang berhubungan dengan uang, umumnya suka membuat siapapun lebih sensitif.

PLN Batam memiliki media sosial yang diikuti cukup banyak masyarakat Batam, mulai dari facebook, twitter hingga instagram. Mengapa tidak memanfaatkan media sosial tersebut untuk mensosialisasikan perlunya penyesuaian tarif listrik di Kota Batam. Apalagi melalui media sosial, sosialisasi tersebut akan terhubung orang per orang karena umumnya masyarakat mengakses internet melalui ponsel yang ia bawa kemanapun.

Selama ini PLN Batam sering membuat video parodi terkait pentingnya membayar tagihan listrik tepat waktu, lalu mengapa tidak membuat video parodi sejenis terkait pentingnya penyesuaian tarif untuk kelangsungan kelistrikan di Batam. Bila video tidak memungkinkan bisa juga dibuat melalui gambar atau foto, disertai tulisan yang mengedukasi.

Awalnya bisa jadi dicemooh --karena tidak ada kenaikan tarif apapun yang tidak ditolak, namun perlahan masyarakat akan mengerti, bahkan beberapa mungkin akan mendukung. Apalagi bila tujuannya demi untuk kebaikan Batam. Siapa sih yang tidak ingin kalau kota kelahirannnya, atau kota tempat ia mengais rezeki, maju dan berkembang pesat? Semua pasti ingin. Apalagi terkadang orang menolak sesuatu bukan karena tidak ingin atau tidak suka, namun karena tidak tahu duduk persoalannya.

Bila sekarang Bright PLN melakukan pemadaman bergilir untuk mengurangi biaya operasional, sebagian masyarakat Batam --termasuk saya-- malah berpikir bright PLN Batam sedang memaksakan kehendak agar masyarakat menyetujui kenaikan tarif yang akan dilakukan. Meski PLN Batam membantah melalui surat kabar Batam Pos, sebagian masyarakat tetap beranggapan pemadaman bergilir dilakukan agar masyarakat akhirnya menuju ke satu kesimpulan, "Tidak apa-apa deh tarif naik, yang penting pelayanan tetap baik."

Harus cepat dicari solusi agar Batam tidak kian terpuruk
Saat ini ekonomi Batam sedang terpuruk. Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau terendah kedua se-Indonesia, pertumbuhannya hanya 2,02 persen pada pada triwulan I-2017, sementara triwulan II-2017 1,52 persen. Mirisnya Batam yang digadang-gadang sebagai kota untuk lokomotif ekonomi nasional malah penyumbang terbesar dari keterpurukan ekonomi di Kepulauan Riau tersebut.

Bila byarpet listrik dibiarkan terlalu lama, bukan tidak mungkin ekonomi di Batam akan semakin terpuruk. Apalagi banyak usaha kecil menengah yang sangat tergantung listrik, begitupula dengan industri-industri besar. Bila terus harus mengandalkan genset, bukan tidak mungkin mereka akan berpikir untuk mencari lokasi lain yang lebih kondusif. Terlebih untuk wilayah-wilayah tertentu, mati listrik bisa beberapa kali dalam waktu satu hari. 

Saat ini Gubernur Kepulauan Riau katanya sedang melakukan kajian terkait masalah kelistrikan di Kota Batam. Beliau bersama beberapa perwakilan sedang mencari solusi terbaik. Namun karena listrik adalah suatu kebutuhan yang cukup krusial, sebaiknya solusi tersebut cepat diimplementasikan.

Apakah tetap menaikan tarif dengan catatan tertentu, misalkan hanya menaikan tarif sesuai dengan biaya pokok produksi per kWh untuk golongan masyarakat menengah ke bawah hingga kondisi Batam membaik, atau melakukan subsidi silang dari perusahaan atau industri yang ada di Batam.

Hal tersebut seperti yang dilakukan perusahaan air minum yang beroperasi di Batam. Harga produksi untuk setiap m3 air bersih untuk pelanggan rumah tangga jauh dibawah harga produksi. Namun mereka menyiasati dengan menerapkan tarif tinggi untuk pelanggan niaga, industri, pelabuhan dan bandar udara. Harga per meter kubik untuk pelabuhan dan bandar udara bahkan mencapai Rp50.000.

Bisa juga dengan tidak menaikan tarif namun melakukan pemangkasan biaya operasional PLN hingga kondisi ekonomi Batam membaik, Namun tentu saja pemangkasan biaya operasional tersebut bukan dengan memadamkan aliran listrik secara bergilir. 

Apalagi berdasarkan berita yang dipublikasikan Batam Pos Selasa 12 September 2017, saat ini Batam dijadikan sebagai proyek percontohan penerapan pelayanan berbasis digital di Provinsi Kepulauan Riau. Sehingga pelayanan di Batam tidak lagi menggunakan sistem analog, tetapi sudah menggunakan sistem digital. 

Namun bukankah sistem digital sangat bergantung dengan tenaga listrik? Bila listrik tidak ada, bagaimana pelayanan tersebut dapat berjalan? Semoga pihak berwenang bisa segera mendapatkan solusi terbaik untuk masalah kelistrikan di Kota Batam. Salam Kompasiana! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun