Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Liburan ke Bintan, Yuk!

30 Agustus 2017   17:38 Diperbarui: 31 Agustus 2017   06:20 3981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana di atas dek kapal. | Dokumentasi Pribadi

Liburan ke Bintan, Yuk!

Kalimat tersebut diucapkan suami beberapa hari sebelum libur Kemerdekaan RI. Ternyata tanpa sepengetahuan saya, ia dan teman-teman di salah satu komunitas roda empat sudah menyusun rencana secara rinci perjalanan ke pulau yang menjadi lokasi tiga pemerintahan, yakni Pemerintah Kota Tanjungpinang, Pemerintah Kabupaten Bintan, dan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.

Saya yang memang hobi jalan-jalan, tentu saja langsung mengangguk setuju. Tanpa membuang waktu, saya bahkan langsung mengepak pakaian. Apalagi kami akan menghabiskan waktu di pulau tersebut selama tiga hari dua malam (17-19/8). Semalam di Kota Tanjungpinang, semalam di Kabupaten Bintan.

Suasana di atas dek kapal. | Dokumentasi Pribadi
Suasana di atas dek kapal. | Dokumentasi Pribadi
Meski bukan kali pertama, saya sangat bersemangat berlibur ke Bintan. Apalagi kali ini, kami rencananya akan membawa kendaraan sendiri dari Batam, Kepulauan Riau. Kami akan konvoi sekitar 12 mobil. Kami juga tidak menyebrang dengan kapal ferry seperti yang biasa kami lakukan saat berkunjung ke Tanjungpinang ataupun Tanjunguban, namun kami akan menggunakan kapal roro --karena juga harus mengangkut si roda empat.

FYI, jauh sebelum hari keberangkatan, salah satu pengurus Swift Club Indonesia (SCI) Batam yang menjadi panitia, sudah mengurus surat-surat yang diperlukan. Maklum, mobil-mobil Batam sebenarnya terlarang menyebrang ke kota atau pulau lain karena Batam adalah daerah FTZ (Free Trade Zone) --ada salah satu pajak yang tidak dipungut dari pembeli, sehingga kendaraan di Batam "sedikit istimewa".

Dari Atas kapal bisa melihat peandangan seperti ini. | Dokumentasi Pribadi
Dari Atas kapal bisa melihat peandangan seperti ini. | Dokumentasi Pribadi
Setelah surat-surat lengkap, kami tinggal menyebrang dengan membayar biaya sekitar Rp500.000 pergi-pulang. Biaya tersebut menurut saya jauh lebih terjangkau dibanding kita harus menyewa kendaraan di Bintan ataupun Tanjungpinang. Apalagi kendaraan umum di dua wilayah tersebut masih terbatas, dan kami juga berkeliling selama beberapa hari.

Dari Atas kapal bisa melihat peandangan seperti ini. | Dokumentasi Pribadi
Dari Atas kapal bisa melihat peandangan seperti ini. | Dokumentasi Pribadi
Melihat keindahan pemandangan laut
Laju kapal roro ternyata lebih lambat dari kapal ferry. Perjalanan laut Batam-Tanjunguban yang biasanya ditempuh sekitar 15-20 menit, harus dilalui hampir 60 menit. Saya yang saat itu hanya duduk-duduk di dalam dek kapal sudah mulai "mual-mual" karena bosan. Kapal tersebut seperti diam di tempat, tidak beranjak kemanapun. Apalagi satu-satunya televisi yang bisa menjadi hiburan juga tidak menyala. Entah rusak, entah memang sengaja dimatikan.

Beruntung, saat rasa "mual" sudah tidak tertahankan, suami mengajak berkeliling ke atas kapal. Ternyata suasana di atas kapal, jauh lebih menyenangkan. Selain sepoi oleh angin laut yang bertiup, juga banyak pemandangan yang bisa dilihat --mulai dari perahu, kapal-kapal besar, hingga pulau-pulau yang berderet di sepanjang perjalanan.

Pemandangan di Gurun Pasir Busung. | Dokumentasi Pribadi
Pemandangan di Gurun Pasir Busung. | Dokumentasi Pribadi
Makanya tak heran, tidak sedikit penumpang kapal roro tersebut yang lebih memilih selonjoran di atas dek kapal, dibanding duduk manis di dalam dek. Ada yang bermain ponsel, mengobrol ringan, atau berswafoto. Ah, tahu begitu sejak awal saya menghabiskan waktu di atas dek kapal.
Jalan di Bintan. | Dokumentasi Pribadi
Jalan di Bintan. | Dokumentasi Pribadi

Berasa balapan di sirkuit
Selain perjalanan laut, perjalanan darat saat sudah sampai di Pulau Bintan juga tak kalah menarik. Saya suka jalan-jalan di Bintan yang mulus dan berkelok-kelok, serasa sedang di sirkuit. Apalagi di kiri dan kanan jalan ada deretan pohon-pohon kelapa yang menambah indah pemandangan.

Jangan lupa nyicip durian. | Dokumentasi Pribadi
Jangan lupa nyicip durian. | Dokumentasi Pribadi
Saking terkesan dengan pemandangan tersebut, tangan sebelah kanan saya sempat kaku. Sepanjang jalan saya memotret setiap titik yang kami lewati. Berjam-jam menahan kamera yang memiliki berat lumayan --sambil menahan agar badan tetap seimbang ditengah kelokan, sepertinya sukses membuat tangan saya nyeri sendi.
Jalan di Bintan. | Dokumentasi Pribadi
Jalan di Bintan. | Dokumentasi Pribadi
Meski demikian saya tidak menyesal. Foto-foto hasil jepretan "seadanya" itu tetap terlihat menarik. Apalagi saat kami melintas di jalan raya Bintan-Tanjungpinang tersebut, matahari bersinar cukup terik, sehingga saat dijepret warna biru langitnya terlihat begitu cantik dan solid.

Serumpun Padi Mas Resort. | Dokumentasi Pribadi
Serumpun Padi Mas Resort. | Dokumentasi Pribadi
Menginap di hotel cantik, tapi terjangkau
Hari pertama kami menginap di Bintan Beach Resort. Hotel tersebut terletak di pusat Kota Tanjungpinang --namun tidak persis di jalan utama, kita harus sedikit masuk ke dalam melalui jalan kecil. Hotel tersebut tidak terlalu besar, namun asri. Letaknya persis di pinggir pantai. Saya suka interiornya yang bergaya Eropa.

Jangan lupa beli otak-otak sotong di Kijang, Bintan. | Dokumentasi Pribadi
Jangan lupa beli otak-otak sotong di Kijang, Bintan. | Dokumentasi Pribadi
Untuk hotel yang menyediakan kolam renang lumayan besar, harganya cukup terjangkau --mulai Rp200.000/malam. Hotel ini sedikit unik, karena tidak dilengkapi lift, harga hotel ditentukan berdasarkan lantai. Setiap kali naik satu lantai, harga yang harus dibayar akan berkurang Rp50.000.

Serumpun Padi Mas Resort. | Dokumentasi Pribadi
Serumpun Padi Mas Resort. | Dokumentasi Pribadi
Hari kedua kami menginap di Serumpun Padi Mas Resort yang terletak di kawasan Pantai Trikora, Bintan. Secara umum, fasilitas penginapan tersebut seperti layaknya resort-resort lain, tidak ada yang begitu istimewa. Untuk sarapan dan barbeque kami bahkan harus "merogoh kocek" lagi karena tidak disiapkan paket gratis.

Namun pemandangan yang ditawarkan jangan ditanya. Pasir putihnya yang menghampar, laut beningnya, hingga pohon-pohon kelapa yang tumbuh dengan rimbun, membuat siapapun ingin lebih lama menghabiskan waktu di resort tersebut. Apalagi pengelola juga menyiapkan hammock dan ayunan untuk bersantai.

Serumpun Padi Mas Resort. | Dokumentasi Pribadi
Serumpun Padi Mas Resort. | Dokumentasi Pribadi
Saat menghabiskan waktu di resort tersebut, saya sempat bertemu dengan dua wisatawan dari Perancis. Mereka sengaja mampir ke Bintan karena penasaran ingin melihat langsung keindahan pantai Bintan yang sering mereka lihat melalui website maupun media sosial. Mereka terbang dengan menggunakan jalur Perancis-Hongkong-Singapura, kemudian baru ke Bintan.

Wisatawan Singapura saat berfoto di Patung 1000. | Dokumentasi Pribadi
Wisatawan Singapura saat berfoto di Patung 1000. | Dokumentasi Pribadi
Tak hanya pantai, ada juga gurun dan vihara unik
Selain pantai, ada banyak objek wisata lain yang tak kalah menarik di Bintan dan Tanjungpinang. Salah satunya adalah Pulau Penyengat. Kita bisa melihat masjid yang direkatkan oleh putih telur di pulau tersebut, melihat Al-Quran tulis tangan yang sudah berusia ratusan tahun, mencicip air sumur yang tak pernah kering, berziarah ke makam raja dan pahlawan nasional Melayu, hingga mencoba baju-baju adat Melayu sambil berfoto.
Seperti lukisan ya, padahal ini asli tanpa filter. | Dokumentasi Pribadi
Seperti lukisan ya, padahal ini asli tanpa filter. | Dokumentasi Pribadi
Namun sayang, karena keterbatasan waktu kami tidak berkunjung ke pulau tersebut. Kami hanya berkunjung ke Vihara Patung 1000 yang membuat kita seolah-olah sedang berada di Tiongkok. Kami juga berkunjung ke Gurun Pasir Busung yang membuat kita seolah-olah sedang berada di gurun pasir betulan. Hehe padahal hanya tumpukan-tumpukan batu yang berwarna putih kecoklatan.

Gurun Pasir Busung. | Dokumentasi Pribadi
Gurun Pasir Busung. | Dokumentasi Pribadi
Sebenarnya ada banyak tempat wisata lain yang tak kalah menarik. Salah duanya adalah wisata mangrove dan Treasure Bay seperti yang pernah saya kunjungi bersama dengan teman-teman Kompasianer pada acara yang dihelat Kompasiana dan Kementerian Pariwisata dua tahun lalu.

Gurun Pasir Busung. | Dokumentasi Pribadi
Gurun Pasir Busung. | Dokumentasi Pribadi
Namun waktu yang kami miliki tidak cukup, apalagi pada hari pertama berkunjung, hujan turun dengan deras. Alhasil Treasure Bay yang seharusnya dikunjungi paling awal, tercoret dalam daftar. Padahal seru juga berenang di kolam asin yang katanya paling luas se-Asia Tenggara itu.

Gurun Pasir Busung. | Dokumentasi Pribadi
Gurun Pasir Busung. | Dokumentasi Pribadi
Kapan-kapan kayaknya harus menyempatkan waktu lebih panjang lagi untuk berlibur di Pulau Bintan. Apalagi sekarang katanya sudah ada objek wisata baru yang tak kalah menarik, yakni Wisata Alam Pemancingan Poyotomo Bintan. Selain bisa memancing sepuasnya, juga bisa berkemping ria dengan keluarga hanya dengan biaya Rp50.000 per malam. Ah, jadi pengen ke Bintan lagi. Yuk, ah jalan-jalan ke Bintan. Salam Kompasiana! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun