Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hidup Lebih Berkualitas dengan Jenius Tentukan Prioritas

19 Juli 2017   23:40 Diperbarui: 19 Juli 2017   23:51 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya dan anak yang selalu menjadi alasan untuk semua keputusan yang saya dan suami buat. | Dokumentasi Pribadi.

Berbeda dengan pasangan suami-istri lain yang baru menikah, prioritas  kepemilikan yang ingin saya dan suami wujudkan bukan rumah, namun  kendaraan roda empat. Hal tersebut dikarenakan kami tinggal di Batam,  Kepulauan Riau, yang fasilitas angkutan umum masalnya masih belum  maksimal menjangkau semua titik.

Terlebih pulau yang berbentuk  kalajengking ini sering hujan lokal tiba-tiba. Lucunya, terkadang hujan  lebat mengguyur di satu ruas jalan, sementara di ruas jalan yang lain  --dengan lokasi yang sama, kering kerontang. Bila menggunakan kendaraan  tertutup mungkin tidak masalah, namun bila menggunakan kendaraan roda  dua sedikit mengganggu. Masa motor harus diparkir di pinggir jalan,  kemudian lari ke jalur sebelah agar tidak kehujanan.

Saat belum  memiliki buah hati, keinginan untuk memiliki mobil tidak begitu  menggebu. Saat hujan dan harus pergi meninggalkan rumah dengan  mengendarai motor, toh kami masih bisa menggunakan jas hujan.  Namun saat buah hati mulai hadir, ambisi untuk memiliki kendaraan roda  empat kian menguat.

Apalagi saat itu si kecil harus dititipkan di salah satu daycare karena saya dan suami sama-sama bekerja, namun tidak memiliki asisten  rumah tangga. Tempat penitipan anak juga lumayan jauh dari rumah.  Alhasil, saat hujan mengguyur kami harus rela terlambat datang ke  kantor, atau "mengorbankan" anak terkena tetesan hujan.

Taksi  terkadang menjadi pilihan, namun saat hujan deras mengguyur, sangat  sulit memesan kendaraan tersebut --terlebih bila hujan turun saat kami  sudah pergi setengah jalan. Biasanya kami menunggu di salah satu ruko  pinggir jalan sambil tak henti berdoa agar hujan segera reda.

Mobil LCGC yang kami kredit. | Dokumentasi Pribadi
Mobil LCGC yang kami kredit. | Dokumentasi Pribadi
Setiap Bulan Mulai Menyisihkan Uang dengan Jumlah Tertentu

Saat  keinginan membeli kendaraan roda empat muncul, saya dan suami mulai  mengerem pengeluaran. Saat itu kami memutuskan harus bisa menyisihkan  uang dengan jumlah tertentu setiap bulan. Sebelumnya, kami hanya  menyisihkan uang dengan nominal suka-suka. Selain itu, tidak menggunakan  uang bonus atau gaji tambahan dari perusahaan untuk membeli gadget  baru.

Akhirnya, setelah mengencangkan ikat pinggang dengan puasa  membeli pakaian baru, libur nonton bioskop, hingga lebih sering masak di  rumah, bisa juga terkumpul uang dengan jumlah lumayan --setidaknya  cukup untuk membayar uang muka sebuah mobil baru dengan tipe standar.

Incaran kami memang mobil baru, bukan mobil second.  Bukan apa-apa, kami tidak memiliki simpanan uang yang banyak sehingga  mencari aman dengan memilih untuk memiliki kendaraan baru. Bila membeli  mobil bekas, khawatir tiba-tiba mogok atau ada spare parts yang harus diganti, sementara kami tidak memiliki simpanan uang lagi.

Setelah memiliki uang untuk uang muka, kami mulai berkeliling dari satu showroomke showroomlain.  Bukan untuk mencari jenis mobil yang cocok, namun untuk mencari mobil  dengan harga termurah. Kami sempat bulat memutuskan untuk membeli salah  satu jenis mobil, saat itu kami berpikir mobil tersebut kualitasnya  bagus, harganya juga sangat terjangkau bila dibandingkan dengan mobil  jenis lain. Namun saat kami mengutarakan ingin mengkredit mobil  tersebut, sales showroom malah tergelak. Bukan apa-apa, jenis mobil itu kalau di Batam biasa digunakan untuk angkutan umum.

Sales  tersebut lalu menyarankan kami untuk memilih jenis lain dengan harga  yang sedikit lebih tinggi. Kami setuju dan proses kredit berlangsung.  Namun sayangnya, setelah menunggu hingga enam bulan mobil tersebut tak  kunjung tiba. Alasannya kami memilih mobil tersebut dengan tipe paling  rendah dan mobil dengan tipe itu sudah jarang diproduksi.

Kami  sempat ingin membatalkan untuk membeli mobil. Saat itu kami memutuskan  untuk mengumpulkan uang lagi agar bisa menambah uang muka sehingga bisa  membeli mobil dengan tipe yang lebih baik tanpa berat dengan cicilan  bulanan yang tinggi. Beruntung saat galau seperti itu, keluar mobil low cost and green car (LCGC). Akhirnya kami memutuskan untuk membeli mobil tersebut.  Beruntungnya lagi, kami hanya perlu menunggu seminggu, apalagi proses  kredit sudah oke sejak enam bulan sebelumnya.

Kami memang mencari  mobil dengan cicilan ringan. Saya dan suami berpikir, jangan sampai kami  sanggup membayar uang muka namun tidak bisa rutin mencicil setiap  bulan. Sayang uang mukanya dong kalau sampai mobilnya ditarik showroom hanya karena tidak sanggup membayar cicilan bulanan.

Apalagi  saat itu kami juga harus menyisihkan uang untuk membayar kredit rumah  yang saya ambil jauh sebelum menikah --meski rumah tersebut tidak sempat  ditinggali karena keburu pindah dari Bogor, Jawa Barat ke Batam. Belum  lagi kami juga harus menyisakan uang untuk sedikit-sedikit merenovasi  rumah hibah dari mertua yang kami tinggali.

Jenius Bank BTPN. | Dokumentasi btpn.com
Jenius Bank BTPN. | Dokumentasi btpn.com
Jenius Tentukan Prioritas

Sejak  kecil saya tahu menabung itu penting, menyisihkan uang itu krusial.  Namun entah mengapa, selalu berat untuk menyimpan sedikit uang dari  berbagai keperluan bulanan. Saat ada kelebihan uang, selalu saja tangan  ini gatal untuk membelikan sesuatu yang sebenarnya tidak begitu penting.

Suami  saya lebih jenius menentukan prioritas. Ia lebih pintar menyimpan uang.  Ia bahkan selalu mengingatkan saya untuk menyisihkan sedikit uang dari  penghasilan yang kami dapat. Namun sayangnya, imbauan tersebut selalu  masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Uang saya seringnya habis, teng  tepat beberapa jam sebelum gajian. Mungkin itu terkait pola asuh ya,  dulu saya biasa diberi uang jajan per hari, kalau habis tinggal minta  lagi, kalau ingin sesuatu tinggal merengek --nanti ibu saya yang nabung  untuk membelikan barang incaran.

Gara-gara pola asuh tersebut,  saya sempat tidak berani pegang uang belanja. Selama beberapa tahun  suami yang pegang uang untuk memenuhi kebutuhan kami sehari-hari. Bukan  apa-apa, saya takut kalau tiba-tiba uang bulanan habis karena salah  kelola dan anak orang (baca: suami) tidak makan hehe.

Biasanya  petuah-petuah suami baru muncul saat saya memiliki keperluan mendadak,  diluar itu lesap tak berjejak. Suami biasanya selalu menasehati, uang  pasti akan ada lagi, namanya juga rezeki, apalagi Allah sudah menjamin  rezeki setiap mahluk, namun apa yang bisa kita lakukan saat rezeki dalam  bentuk uang tidak datang kala kita membutuhkan, kalau ada yang berbaik  hati memberi pinjaman, kalau tidak, kita bisa menyesal seumur hidup.

Saya  sempat kapok menggunakan uang seperti air --banyak habis, sedikit cukup,  saat anak di rawat di salah satu rumah sakit di Bogor. Waktu itu kami  pulang kampung berdua tanpa suami. Sebelum berangkat saya sebenarnya  sudah memperhitungkan berapa uang yang saya dan anak perlukan saat  berkunjung ke kampung halaman. Saat itu malah sudah dilebihkan beberapa  persen dari keperluan.

Namun namanya juga berkunjung ke keluarga  besar, uang habis tak terasa. Selain itu anak saya juga sakit saat  menjelang pulang kembali ke Batam --benar-benar diluar prediksi. Saat  mengecek saldo tabungan, uang hanya cukup untuk membeli tiket pesawat  dan keperluan kecil. Sementara saat itu saya harus membayar uang jaminan  untuk perawatan anak di rumah sakit.

Saat itu saya rasanya ingin  menangis. Sedih dan putus asa. Baru terasa, saat ditimpa kesulitan  finansial terkadang tak ada yang bisa menolong selain diri sendiri --dan  orangtua, namun orangtua saya saat itu dua-duanya sudah meninggal,  sementara mau minta pinjam uang ke kerabat juga kok tak enak hati.  Beruntung suami masih memiliki simpanan, beruntung saat dikabari anaknya  dirawat di rumah sakit ia dengan penuh inisiatif mengirimkan beberapa  rupiah --tahu istrinya pasti tak punya simpanan uang lagi.

Sejak  kejadian itu, saya lebih pintar menentukan prioritas saat membelanjakan  uang. Saya juga selalu menyisihkan uang walaupun tidak banyak. Saya dan  suami belajar untuk tidak menggantungkan kebutuhan finansial kepada  orang lain. Sebisa mungkin, kebutuhan rumah tangga kami penuhi sendiri.  Kalau orang yang kita andalkan itu mau membantu saat kita urgent  membutuhkan uang, kalau tidak, kita bisa apa.

Salah satu Bank BTPN. | Dokumentasi sindonews.com
Salah satu Bank BTPN. | Dokumentasi sindonews.com
Tertarik dengan Layanan Jenius BTPN

Saat googlinglayanan  finansial, tanpa sengaja saya menemukan artikel mengenai salah satu  layanan perbankan terbaru Bank BTPN, Jenius. Bila melihat program yang  ditawarkan, sepertinya cocok dengan tipikal saya yang sulit nabung,  namun selalu berharap punya simpanan saat menginginkan sesuatu.

Ada  Dream Saver, berupa tabungan harian yang akan membantu kita mewujudkan  mimpi. Kita hanya tinggal menentukan tenggat waktu dan menentukan berapa  jumlah uang yang ingin di setor secara otomatis setiap hari. Bagus juga  nih, nabung tiap hari pasti tidak begitu berat, dibanding harus nabung  sekaligus saat penghasilan setiap bulan di terima. Apalagi bila  pengeluaran selalu ditentukan setiap hari.

Menariknya, ada dua  kartu yang dapat digunakan saat bertransaksi, pertama m-Card yang dapat  digunakan di seluruh merchant Debit Prima/Visa seluruh dunia, kedua  e-card yang dapat digunakan untuk segala transaksi secara virtual. Bila  malas ke ATM, kita dapat melakukan transaksi melalui smartphone.

Tinggal  install aplikasinya, kita bisa menggunakan semua fasilitas yang  ditawarkan oleh Jenius. Namun sayang, saat saya ingin mengaktifkan  aplikasi tersebut, ada pemberitahuan bahwa akun hanya bisa diaktifkan  bila saya berada di areal Jabodetabek. Gagal deh, karena kebetulan saya  tinggal di Batam, Kepulauan Riau. Namun setelah membaca beberapa  artikel, calon nasabah Jenius yang berada di luar areal Jabodetabek  dapat mengaktifkan aplikasi itu melalui kantor cabang Bank BTPN.

Kapan-kapan  mungkin harus sengaja ke Bank BTPN untuk mengaktifkan akun atau  setidaknya mencari informasi, karena selain berfungsi untuk tabungan,  Jenius juga bisa digunakan untuk mengirim uang dan membayar tagihan.  Uniknya, bagi yang suka lupa dengan nomor rekening tak perlu khawatir,  karena kita bisa mentransfer uang hanya dengan alamat email atau nomor  ponsel.

Sebelum itu, mungkin ada baiknya mencari tahu lebih banyak mengenai Jenius melalui website dan media sosial resmi Jenius, seperti facebook, twitter, dan instagram, agar lebih jenius menentukan prioritas. Salam Jenius! Salam Kompasiana! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun