Huuu...huuu...huuu...
Suara tangis tersebut terdengar pilu. Hampir semua orang yang saat itu bertakziah hanyut dalam kesedihan. Kami ikut tergugu, menitikan air mata, turut merasakan kesedihan dari seorang ibu yang baru saja ditinggal selamanya oleh si buah hati yang belum genap berusia dua tahun.
Mirisnya, anak tersebut meninggal karena terlambat ditangani secara medis. Waktu itu keluarga menyangka sang buah hati hanya demam biasa. Apalagi setelah diberi obat dari salah satu klinik, panas si anak kembali normal. Namun ternyata batita itu terkena Demam Berdarah Dengue (DBD) dan sudah mencapai titik sangat kritis saat dibawa ke rumah sakit --sehingga nyawanya tidak lagi tertolong.
Sebelumnya, tak ada yang menyangka akan ada korban DBD di perumahan tempat kami tinggal. Pasalnya, lingkungan kami terbilang bersih. Secara berkala warga melakukan kerja bakti, mulai dari membersihkan gotong-gorong, membuang wadah plastik yang tidak lagi digunakan, hingga menebang ranting pohon yang menghalangi jalan.
Selain itu, tempat tinggal kami juga relatif tidak ada nyamuk, baik di musim penghujan maupun kemarau. Selama bertahun-tahun bermukim, tidak pernah saya bentol-bentol karena digigit nyamuk. Alhasil bila beberapa rumah di wilayah lain harus menyalakan obat anti nyamuk agar tidur lebih lelap, di tempat kami tidak harus melakukan upaya apapun.
Namun setelah kejadian yang menimpa batita tersebut, saya dan para tetangga lebih waspada terhadap nyamuk. Kami bahkan sampai menaburkan bubuk pembasmi jentik nyamuk di tempat penampungan air. Selain itu juga melakukan pengasapan (fogging) ke setiap rumah secara swadaya --merelakan lantai rumah yang sudah tersapu dan terpel bersih, licin oleh cairan yang berasal dari asap yang lumayan pekat.
Horor! Itu yang saya rasakan saat itu. Apalagi saya juga memiliki seorang bocah mungil yang tidak bisa diawasi selama 24 jam secara penuh. Alhasil setiap hari bawaan saya dan suami cemas --takut kalau-kalau anak semata wayang kami tertular penyakit yang cukup mematikan tersebut.
Kekhawatiran saya semakin menjadi saat tahu suami, ibu mertua, dan adik ipar juga sempat sakit akibat gigitan nyamuk. Mereka terkena malaria pada akhir 1980-an, saat adik ipar saya baru lahir. Jujur, saya yang biasanya adem-ayem dengan nyamuk, mulai agak sedikit paranoid.
Saya tipikal orang yang lebih baik digigit nyamuk, dibanding harus menghisap aroma obat atau lotion anti nyamuk. Apalagi saya termasuk orang yang jarang digigit nyamuk. Apa mungkin karena golongan darah saya AB ya, sehingga nyamuk tidak suka? Berdasarkan beberapa artikel yang saya baca, nyamuk katanya memang lebih suka menggigit orang yang bergolongan darah O. Entahlah! Namun dampak ada beberapa anak tetangga yang terkena DBD membuat saya berpikir ulang, saya mulai menimbang-nimbang untuk menggunakan lotion anti nyamuk untuk seluruh keluarga.
Beruntung saat menyerah dan mulai berpikir untuk menggunakan lotion anti nyamuk, tanpa sengaja saya menemukan Minyak Kayu Putih Sitronela Cap Lang di salah satu minimarket dekat rumah. Berdasarkan keterangan dari kemasan, minyak kayu putih tersebut memang diracik khusus oleh PT Eagle Indo Pharma untuk mengusir nyamuk. Ada gambar nyamuk yang diberi coretan merah besar pada botol minyak kayu putih tersebut.
Tanpa berpikir panjang saya langsung membeli minyak kayu putih itu. Setelah sampai rumah langsung saya coba, wanginya lebih segar --mungkin karena hasil ekstraksi dan destilasi dari dedaunan Cymbopogan nardus (sereh). Meski demikian, saya sedikit kurang sreg bila Sitronela Cap Lang dibalurkan ke tubuh anak saya yang saat itu masih berusia tiga tahun. Hal tersebut dikarenakan Minyak Kayu Putih Sitronela terlalu panas untuk batita yang biasa menggunakan minyak telon. Selain itu aromanya juga terlalu dewasa. Lebih cocok digunakan untuk saya dan suami.
Setelah beberapa hari, saya kemudian iseng googling mencari minyak telon anti nyamuk yang cocok untuk anak-anak --sempat terpikir, mengapa tidak sejak awal saya browsing aneka minyak telon anti nyamuk melalui internet, hehe rasa panik terkadang memang membuat otak tidak bisa berpikir dengan jernih.
Setelah membaca beberapa review, termasuk yang tercantum di www.caplang.com, saya semakin mantap untuk membeli minyak telon tersebut. Apalagi berdasarkan beberapa keterangan Telon Lang Plus bisa memberi perlindungan 12 jam dari gigitan nyamuk, pas lah hanya dua kali mengoleskan, anak saya bisa 24 jam terlindung dari si serangga penyebab gatal dan DBD.
Hal lain yang membuat saya semakin tertarik menggunakan Telon Lang Plus adalah bahannya yang alami, yakni Natural Rhodinol (Oleum Citronella), Oleum Chamomillae, Oleum Olivarum, Oleum Anisi, Oleum Cajuputi, dan Oleum Cocos. Sehingga, tidak khawatir membahayakan kesehatan anak saya kalaupun dipakai setiap hari.
Kini setiap anak saya selesai mandi, saya wajib membalurkan Telon Lang Plus ke seluruh tubuh buah hati --walaupun mimpi buruk DBD sudah berlalu dari lingkungan tempat tinggal saya. Apalagi wanginya harum dan memiliki aroma khas bayi. Selain itu, Telon Lang Plus juga tidak hanya membantu menghindari gigitan nyamuk, namun juga dapat membantu menjaga kelembaban kulit, menghindari masuk angin, dan meredakan perut kembung.
Terkadang saat anak sudah diberi makanan dan minuman dengan nutrisi cukup, kita sudah merasa percaya diri sebagai orangtua. Apalagi kita juga sudah menerapkan pola hidup sehat. Rumah bersih dan rapi --tidak ada tumpukan cucian, tak ada genangan air. Namun kita lupa, anak juga tidak hanya menghabiskan waktu di lingkungan rumah. Apalagi bila anak sudah memasuki usia sekolah.
Dua anak tetangga yang saya ceritakan terkena DBD, ternyata katanya terpapar penyakit tersebut di sekolah. Suasana sekolah mereka katanya memang sedikit lembab dan berbatasan langsung dengan parit yang lumayan besar. Selain kedua tetangga saya itu, katanya ada beberapa anak lain yang saat itu juga terinfeksi DBD. Entah betul atau tidak, namun yang pasti setelah mendapatkan kabar tersebut saya mengurungkan anak saya disekolahkan di sana. Saya akhirnya mencari taman kanak-kanak lain saat anak saya memasuki usia sekolah.
Sejak rutin menggunakan Telon Lang Plus, saya tidak lagi begitu was-was. Sakit terkadang memang sudah takdir dari yang maha kuasa, meski menghindar bila memang sudah harus sakit ya tetap sakit. Meski demkian setidaknya kita sudah berupaya secara maksimal untuk menghindari salah satu sumber penyakit.
Saya pun tidak lagi anti menggunakan cairan penghalau nyamuk. Terkadang menggunakan Minyak Kayu Putih Sitronela Cap Lang, terkadang nebeng memakai Telon Lang Plus milik anak saya. Apalagi sejak kecil saya juga memang sudah terbiasa menggunakan produk-produk Cap Lang.
Meski usia adalah takdir, menjaga kesehatan adalah pilihan. Jadi apa yang sudah teman-teman Kompasianer lakukan untuk menjaga kesehatan? Yuk, lakukan dengan hal yang paling sederhana. Salah satunya dengan menjaga kebersihan lingkungan rumah dan mengoleskan minyak telon atau minyak kayu putih anti nyamuk. Salam Kompasiana! (*)