Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ladies, Jangan Terintimidasi Kata "Kapan Nikah?"

9 Maret 2017   11:37 Diperbarui: 9 Agustus 2017   10:22 1004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. | Dokumentasi 123rf.com

Oleh karena itu, saya tidak terlalu suka dengan oknum yang senang memojokan orang yang belum menikah pada usia matang. Sebisa mungkin, saya selalu berusaha untuk menghindari pertanyaan kapan menikah pada para lajang. Biarlah itu urusan pribadi mereka tidak usah kita campuri. Kalaupun terdorong rasa sayang atau peduli, lebih baik didoakan diam-diam agar mereka segera menikah dengan orang yang mereka kasihi.

Jangan Paksakan Menikah Bila Merasa Tidak Cocok

Saat usia semakin beranjak dewasa, terkadang perempuan merasa dikejar waktu untuk segera menemukan Mr. Right. Saat deadline usia semakin dekat, ada beberapa perempuan yang sedikit menutup mata dengan kondisi calon suami. Tujuannya tentu saja agar cepat-cepat berganti status dari lajang menjadi menikah.

Dulu ada salah satu kerabat perempuan yang dikenalkan dengan seorang pria. Lelaki tersebut terlihat cukup baik, ia juga memiliki penampilan yang lumayan keren. Namun ada satu hal yang membuat kerabat saya kurang sreg, yakni pekerjaan dari pria tersebut yang katanya kurang oke.

Kerabat saya tersebut sebenarnya belum mau menikah, ia mengatakan ingin mencari dulu calon yang benar-benar sesuai. Namun keluarga besar terus mendesaknya. Mereka sepertinya khawatir karena kerabat saya itu usianya sudah semakin matang, saat itu sudah menjelang 38 tahun. Ada satu kerabat yang mengatakan, sekarang menikah saja dulu. Bila nantinya nyaman lanjutkan, bila memang merasa tersiksa lepaskan. Saat itu, saya hanya bisa terbengong-bengong mendengar petuahnya.

Kerabat saya itu akhirnya menikah dengan si pria hingga memiliki dua orang putra. Namun entah karena memang tidak sreg dengan pekerjaan sang suami – yang katanya jomplang dengan profesi dia sebagai seorang ASN, atau jodohnya hanya beberapa tahun saja, mereka akhirnya bercerai.

Jodoh memang rencana tuhan. Mungkin memang sudah takdir juga ia harus mengalami perjalanan hidup seperti itu. Namun saya sempat berandai-andai, coba dulu dia sedikit lebih sabar menunggu jodoh yang lebih sreg, mungkin kejadian yang tidak diinginkan itu tidak akan terjadi.

Pada beberapa teman dan saudara yang belum menikah, saya selalu mengingatkan jangan terburu-buru menikah karena desakan lingkungan. Dikatakan tidak laku biar saja, dibilang perawan tua jangan didengar. Cari calon suami yang benar-benar cocok dan terbaik. Terlambat sedikit tidak apa-apa, toh menikah bukan balap karung.

Saat kita gagal menikah (bercerai), orang-orang rese yang terus menanyakan kapan kita akan menikah tidak akan membantu kita, risiko menjadi single parent hanya kita yang menanggung bersama keluarga. Biarlah saat masih single kita berkorban menunggu calon suami sedikit lebih lama, dibanding harus mengorbankan keturunan-keturunan kita (anak) karena terpaksa menikah akibat usia yang semakin matang.

Bila nanti kita menikah dengan orang yang kita anggap paling baik, namun ujung-ujungnya bercerai itu lain hal. Namun setidaknya kita sudah mencari yang terbaik. Ayo para perempuan lajang nikmati hidup, jangan terintimidasi oleh pertanyaan kapan menikah. Selamat Hari Perempuan Internasional! Salam Kompasiana! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun