Bau bayi...
Iya bau bayi...
Hmmm... iya bau bayi....
Pasti ada yang pakai minyak kayu putih...
Siapa sih yang pakai minyak kayu putih?
Saya si penebar bau hanya berdiri diam – semakin memepetkan diri ke pojokan elevator. Saat salah satu teman kantor melirik saya curiga, saya hanya tersenyum. Saya tidak merasa bersalah, hanya sedikit tidak enak hati. Bagi sebagian orang, semriwing minyak kayu putih di area kantor memang sangat tidak biasa. Para pekerja umumnya wangi parfum, atau setidaknya cologne, bukan wangi minyak yang biasa digunakan bayi saat kembung atau baru selesai mandi.
Pagi itu saya memang menggunakan minyak kayu putih Cap Lang lumayan banyak karena perut terasa kembung. Saat itu tidak terpikir minyak yang saya baurkan ke tubuh akan menuai sedikit kehebohan di dalam elevator, membuat beberapa rekan bertanya-tanya siapa kiranya yang menggunakan minyak khas balita tersebut.
Namun, karena minyak kayu putih baunya terlampau khas, terkadang saya harus menunggu pulang ke rumah dulu baru menggunakannya banyak-banyak. Bukan apa-apa, profesi saya yang mengharuskan bertemu banyak orang membuat saya bimbang untuk “menyegarkan” diri dengan minyak kayu putih. Saya takut tiba-tiba ada lagi yang menyeletuk, “Hmmm... bau bayi, siapa yang pakai minyak kayu putih?” Jujur, saya khawatir dicap kurang profesional hanya karena hobi menggunakan minyak kayu putih yang identik dengan anak-anak.
Seolah menjawab kebimbangan pecinta minyak kayu putih yang padat aktivitas, Cap Lang meluncurkan Kayu Putih Aromatherapy. Tak tanggung-tanggung, PT Eagle Indo Pharma selaku produsen beragam merek Cap Lang memasarkan empat varian minyak kayu putih aromatherapy secara bertahap.
Ekaliptus yang pertama kali dipasarkan pada tahun 2011 dengan ukuran 15 ml, 30 ml, 60 ml, 120 ml, dan 210 ml. Empat tahun kemudian, Cap Lang meluncurkan tiga varian lain, yakni Green Tea, Rose, dan Lavender Aromatherapy. Ketiga varian tersebut memiliki pilihan ukuran yang sama seperti Ekaliptus.
Sedikit berbeda dengan minyak kayu putih yang diluncurkan Cap Lang sebelumnya, Kayu Putih Aromatherapy menggunakan bahan cairan tanaman yang mudah menguap – atau dikenal sebagai minyak esensial. Minyak kayu putih tersebut juga mengandung beberapa minyak aromatik lain dari tumbuhan untuk membantu memperbaiki suasana hati.
Saat saya menggunakan Kayu Putih Aromatherapy, memang terhirup rasa segar nan menenangkan. Aroma yang sangat lembut, membuat kayu putih tersebut lebih mirip seperti body lotion dibanding penghangat badan. Apalagi terasa ada minyak yang menghaluskan saat kita menggosokkannya di badan – tetapi tidak lengket. Namun, aroma sesuai varian baru akan tercium beberapa saat setelah saya menggosok-gosokkannya di kulit. Bila mencium langsung dari botolnya, aroma Kayu Putih Aromatherapy sama dengan aroma minyak kayu putih biasa.
Aroma lembut nan wangi, membuat saya tidak ragu lagi menggunakan minyak kayu putih kapan saja. Bahkan sekarang, bila lupa di mana menyimpan roll on/parfum/cologne, saya hanya tinggal mengusapkan minyak kayu putih di badan sambil memijat-mijat lembut. Wangi rose atau lavender yang tercium, hampir sama seperti kita menggunakan parfum atau cologne. Agar khasiatnya lebih terasa, kita memang harus menggosok dan memijat-mijat minyak aromatherapy tersebut di badan, bukan hanya sekedar mengusapkannya.
Saya sendiri lebih suka menggunakan Kayu Putih Aromatherapy yang beraroma Rose. Saat semangat sedang drop, mencium aroma minyak kayu putih yang sudah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan nomor POM TR 061 661 241 tersebut langsung lebih bersemangat. Ide menulis yang awalnya stuck, perlahan kembali muncul. Apalagi bila minyak kayu putih tersebut digosokkan ke tangan dan kening.
Kayu Putih Aromatherapy yang lain adalah Lavender. Aroma minyak kayu putihnya yang menenangkan, seolah menjadi candu untuk rutin digunakan tiap kali ingin terlelap. Sebelum tidur, anak saya yang masih berusia lima tahun, bahkan rutin minta dipijat dengan menggunakan minyak kayu putih tersebut.
Namun, di antara semua minyak kayu putih tersebut, secara khusus saya mengucapkan terima kasih kepada Kayu Putih Aromatherapy varian Ekaliptus. Minggu lalu, anak saya sempat terkena batuk, pilek, dan demam tinggi selama beberapa hari. Mungkin karena tidak enak badan, sebentar-sebentar minta digaruk – katanya punggungnya gatal, sebentar kemudian kaki atau tangannya yang gatal. Selain itu, meski panas tinggi hingga 39,5º C, badannya menggigil kedinginan. Kayu Putih Aromatherapy Ekaliptus sangat membantu saya agar tidak repot menggaruk punggung, kaki, atau tangan anak saya yang katanya gatal. Tiap anak mengeluh gatal, langsung saya balurkan Kayu Putih Aromatherapy varian Ekaliptus sambil memijit halus kaki, punggung, dan tangannya. Selain menghalau gatal, varian Ekaliptus juga membantu meringankan batuk-pilek yang diderita anak saya.
Bila dulu minyak kayu putih hanya masuk tas saat bepergian dengan anak, kini setelah Cap Lang yang sudah beroperasi sejak 1973 tersebut meluncurkan Kayu Putih Aromatherapy, saya selalu membawa minyak kayu putih tersebut ke mana pun saya pergi. Apalagi Kayu Putih Aromatherapy juga dikemas dengan cantik dan tidak mudah tumpah karena menggunakan tutup flip-top. Terbayang kan bila botolnya gampang bocor dan merembes ke mana-mana.
Teman-teman Kompasianer suka jugakah menggunakan Kayu Putih Aromatherapy? Kalau suka, aroma apa yang paling favorit? Yuk, berbagi cerita di kolom komentar. Salam Kompasiana! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H