“Amien,” ucapku singkat.
“Setelah menikah, aku akan menetap di Batam. Saat ada waktu luang, kita jalan bareng lagi ya, Ndi. Maafkan aku yang sempat mengabaikanmu ya, Anindiya Prastiwi, maaf. Waktu di Jogya aku menyibukan diri agar tidak kangen Batam, kangen keluarga, kangen sahabatku yang manis dan tomboi kayak kamu. Aku janji tidak akan begitu lagi,” tegas Aya.
“Beneran janji ya, Ya,” ujarku.
Saya juga berjanji dalam hati hanya akan menganggap Aya sebagai sahabat. Saya juga sepertinya sudah harus mulai memutuskan untuk menapaki hidup bersama Arman, teman kuliah yang selalu menguatkan saya. Menjadi istri Arman, sekaligus menjadi sahabat Aya sepertinya akan menjadi sesuatu yang sempurna.
Benar kata Arman, perasaanku yang menyimpang pada Aya perlahan akan hilang. Anindiya Prastiwi akan menjadi seorang perempuan seutuhnya, bahkan bukan tidak mungkin menjadi seorang ibu. Ah, saya jadi tidak sabar untuk mengecek kalender agar bisa secepatnya mencari hari baik untuk melangsungkan pernikahan dengan Arman.
“Saya juga janji, Ya, untuk tidak lagi meminum teh tarik panas yang sudah didinginkan. Saya akan mencoba meminum es teh tarik, atau mungkin mencoba menyeruput teh tarik itu saat masih hangat.” (*)
Maaf terlambat mimin Fiksiana... haha terlambat empat hari =D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H