Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Inikah Perilaku Bos yang Tidak Disukai Bawahan?

21 Februari 2016   23:22 Diperbarui: 7 Desember 2017   00:58 4103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada karyawan resign karena pekerjaan. Mereka resign karena tidak suka dengan atasannya.

Bagi yang aktif berinteraksi di media sosial Facebook, pasti langsung ngeh dengan meme yang diunggah oleh akun Tom MC Ifle tersebut. Meme tersebut di-like 13.817 dengan 1.034 comment. Beberapa pengguna facebook yang berada di dalam jaringan pertemanan saya, tidak sedikit yang ikut membagikan meme tersebut sehingga menjadi viral.

Saya sedikit tergelitik dengan kalimat yang dicantumkan pada meme tersebut. Diakui atau tidak, ada benarnya. Beberapa teman juga ada yang mengakui kebenaran dari kalimat tersebut. Mungkin itu makanya, ada banyak yang me-like dan memberi komentar pada meme yang menampilkan foto dari pemilik akun tersebut.

Tak bisa dipungkiri, boss memiliki peranan yang cukup penting dalam karir seseorang. Tidak sedikit karyawan yang memutuskan untuk berhenti bekerja di sebuah perusahaan karena tidak menyukai tabiat sang atasan. Sebuah perilaku buruk yang cukup mengganggu dan membuat kekesalan karyawan memuncak hingga ubun-ubun. Apa saja perilaku atasan yang tidak disukai bawahan?

MENEGUR DI DEPAN UMUM

Beberapa waktu lalu saya sempat mengobrol ringan dengan beberapa teman mengenai perilaku buruk atasan yang tidak disukai. Seorang teman menyeletuk bahwa ia paling tidak suka dimarahi atasan di depan umum, apalagi didepan perwakilan vendor yang kerap bekerjasama dengan perusahaan.

Bila memiliki kesalahan, boss sebaiknya memanggil staf tersebut dan menegurnya secara langsung diruangan khusus yang tidak ada orang. Bukankah akan lebih baik menanyakan secara langsung mengapa staf tersebut melakukan kesalahan, dibanding harus marah-marah di depan khalayak banyak?

Teman saya bilang, saat proses seleksi kerja ia selalu mengajukan satu syarat kepada perusahaan yang ia lamar – bukan, bukan gaji yang besar, namun meminta pengertian bila ada kesalahan dipanggil langsung dan ditanyakan secara personal, bukan dipermalukan didepan umum, apalagi didepan rekanan.

MARAH DILUAR BATAS KEWAJARAN

Tidak bisa dipungkiri, terkadang ada atasan yang hobi marah-marah diluar batas kewajaran. Membentak-bentak dengan intonasi yang sangat tidak profesional. Padahal kan sebenarnya bisa menegur dengan cara baik-baik. Toh pekerja umumnya sudah sangat dewasa, bukan lagi anak kecil yang harus dibentak-bentak. Lebih miris lagi bila si boss membawa-bawa nama binatang favorit.

Dulu ada teman yang memutuskan berhenti kerja karena memiliki bigg boss yang hobi marah-marah bak perempuan yang sedang mengalami pre-mensturation syndrom. Padahal posisinya sudah lumayan bagus dengan beragam fasilitas yang belum tentu bisa dinikmati oleh karyawan lain – bahkan selevel dirinya.

Ia berhenti karena merasa diperlakukan tidak profesional. Apalagi ia bekerja di perusahaan multinasional, bukan perusahaan kecil yang dikelola asal-asalan. Perusahaan kecil saja sekarang sudah dijalankan secara profesional katanya, masa sekelas perusahaan yang memiliki beberapa cabang di kota besar malah dipimpin oleh boss yang hobi mengata-ngatai tidak sopan.

MEMINTA MELAKUKAN PEKERJAAN PRIBADI

Pernahkah diminta boss untuk melakukan pekerjaan yang sama sekali tidak berhubungan dengan pekerjaan? Misalkan mematikan listrik di rumah karena sang atasan sedang berada di luar kota, atau membantu membeli makanan untuk binatang kesayangan si boss? 

Bila hanya sekali dua kali mungkin tidak masalah, namun bila harus dilakukan terus-menerus akan sangat mengganggu. Apalagi bila posisi kita bukan personal asistant atau sekretaris, namun lebih ke staf profesional yang seharusnya tidak mengerjakan tugas pribadi seperti itu.

MEMAKSA MENDUKUNG AMBISI PRIBADI

Diluar karir, seseorang pasti memiliki ambisi pribadi. Sebenarnya sah-sah saja bila seorang pimpinan memiliki suatu ambisi untuk meng-up grade dirinya. Hanya saja, apakah untuk mencapai ambisi tersebut dilakukan dengan cara yang elegan atau tidak. Terkadang ada boss yang memanfaatkan tenaga karyawannya hanya untuk mencapai ambisi pribadi.

Karyawan diwajibkan ikut salah satu organisasi yang ia pimpin hanya karena ingin mengatrol posisi dirinya di organisasi tersebut guna mencapai target yang ditetapkan secara pribadi – diluar kepentingan pekerjaan. Misalkan karena ingin menjadi anggota dari kalangan tertentu, atau menjadi bagian dari komunitas tertentu.

TIDAK KONSISTEN DENGAN PERKATAAN

Pernah memiliki atasan yang hobi berubah-ubah perkataan? Sebentar berkata A, beberapa waktu kemudian berkata B. Bukan berubah pikiran, namun lebih cenderung untuk menyelamatakan diri. Saat staf meminta pendapat waktu mengerjakan proyek tertentu, ia menyarankan untuk melakukan dengan cara A. Namun saat cara tersebut tidak berhasil, ia menyalahkan staf tersebut selaku eksekutor, mengapa melakukan dengan cara A, seharusnya dengan cara B.

Sang boss intinya tidak mau disalahkan, apalagi menanggung kesalahan dari staf. Padahal, bukankah ada istilah staf tidak pernah salah, yang salah adalah kurang arahan dari bos?

Di dunia ini memang tidak ada manusia yang sempurna – begitupula dengan para boss, tidak ada boss yang sempurna di sebuah perusahaan.  Namun alangkah lebih baiknya bila kita saling menjaga profesionalisme agar menghasilkan kinerja yang lebih baik lagi. Ayo semangat bekerja! Salam Kompasiana! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun