Selain itu, BP Batam juga menguasai seluruh lahan yang ada di Pulau Batam. Untuk seluruh alokasi lahan harus mendapat izin dari BP Batam. FYI, Kantor Walikota Batam saja statusnya masih milik BP Batam. Selain itu, seluruh lahan sifatnya hak guna (beberapa ada hak milik, namun presentasenya sangat kecil). Setiap beberapa tahun, pemilik lahan harus membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) dengan besaran yang berbeda tergantung dari lokasi lahan.
UWTO tersebut sempat menjadi senjata andalan Gubernur Kepri dan Walikota Batam terpilih saat kampanye Pilkada lalu. Mereka menjanjikan, bila menang Pilkada, UWTO akan dihapuskan di Batam. Saya tidak tahu, apakah wacana pembubaran BP batam tersebut merupakan loby-loby dari mereka agar tidak lagi UWTO di Batam? Entahlah! Hanya saja, bila BP Batam bubar ada kemungkinan tidak ada lagi UWTO.
Saya pribadi berpendapat, ada baiknya lahan-lahan di Pulau Batam memang dipertahankan berstatus hak guna pakai. Hal tersebut untuk melindungi lahan di Batam tidak dikuasai oleh segelintir orang atau bahkan mungkin dikuasai oleh warga negara asing yang berniat tidak baik.
Bisa saja kan ada yang sengaja beli lahan banyak-banyak, setelah itu agar Batam sepi dan tidak menarik seperti yang diharapkan, lahan tersebut sengaja dibiarkan kosong – dijadikan lahan tidur. Bila lahan tersebut berstatus hak milik, akan sulit pemerintah melakukan campur tangan agar lahan tersebut dimanfaatkan dengan baik. Saat ini, bila ada lahan tidur dengan jangka waktu tertentu, BP Batam berhak menarik kembali lahan tersebut.
Selain itu, bila lahan berubah status menjadi hak milik, khawatir akan menyulitkan pemerintah bila memerlukan lahan untuk kepentingan tertentu, misalkan untuk membangun jalan, menambah infrastruktur dll. Cukup banyak contoh bagaimana pemerintah di daerah lain harus “menarik urat kuat-kuat” saat melakukan ganti untung lahan warga yang diperlukan untuk kepentingan umum.
Apalagi lahan di Batam terbatas, dan Batam memang didaulat sebagai kota industri. Apa jadinya bila nanti ada investor yang memerlukan lahan dan tidak ada lahan lagi yang tersedia karena habis digunakan untuk kepentingan lain diluar kepentingan industri? Misalkan untuk pemukiman. Apalagi saat ini mulai marak perumahan-perumhan baru.
Selain lahan, pelabuhan ferry internasional juga dibawah kendali BP Batam, termasuk Pelabuhan Ferry Internasional Batam Centre dan Sekupang yang setiap bulan tidak pernah sepi oleh pengunjung. Selain pelabuhan, BP Batam juga menguasai Bandar Udara Internasional Hang Nadim.
Selain aset potensial, BP Batam juga masih memegang kendali untuk beberapa perizinan, seperti Perizinan Fatwa Planologi, Cut and Field, Alokasi Lahan, titik-titik lokasi iklan, SK BKPM tentang registrasi perusahaan di Indonesia, Angka Pengenal Import Terbatas (APIT), serta Izin Usaha Tetap (IUT).
BP Batam juga mendapat kewenangan dari pemerintah pusat untuk mengeluarkan perizinan lalu lintas keluar masuk barang, seperti Perizinan IP Plastik dan Scrap Plastik, Perizinan IT-PT, Perizinan IT Cakram, Perizinan IT Alat Pertanian, Perizinan IT Garam Perizinan, Mesin Fotocopy dan printer berwarna, Perizinan Pemasukan Barang Modal Bukan Baru, Perizinan Bongkar Muat, Pelabuhan Khusus hingga Perizinan Pelepasan Kapal Laut.
Beberapa aset dan kewenangan yang dimiliki BP Batam tersebut mungkin ada yang membuat “gerah” beberapa pihak. Sehingga, menginginkan BP Batam tidak lagi eksis di Batam. Apalagi, setelah mengelola Batam lebih dari 40 tahun, kekuasaan BP Batam cukup mengakar di Batam.
INVESTASI ANJLOK, SALAH BP BATAM?