Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Saat Kehilangan Kesabaran pada Anak

8 Juli 2014   21:59 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:58 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak sebelum melahirkan saya berjanji pada diri sendiri untuk menjadi orangtua yang sabar. Serewel apapun anak saya kelak, saya bertekad untuk tetap menjadi ibu yang baik yang tetap berkepala dingin menghadapi kelakuan anak yang katanya terkadang menguras emosi.

Saya berjanji untuk tidak mengomel apalagi bersikap ketus pada anak. Saya ingin menjadi orangtua – ibu –  ideal seperti yang sering dituliskan di majalah Ibu-Anak maupun artikel-artikel parenting yang kerap saya baca secara online dari berbagai sumber.

Saat awal-awal melahirkan, stok kesabaran saya sangat banyak. Bila anak saya rewel tengah malam dengan sebab yang tidak jelas, saya masih bangun dengan perasaan bahagia. Saya tidak pernah membentak anak, apalagi mengomelinya karena hal apapun. Saya ingin menerapkan pola asuh lemah lembut seperti yang sering didengung-dengungkan para ahli parenting.

Kesabaran saya masih menggunung hingga anak saya berusia dua tahun. Saya tetap bertekad untuk tidak memarahi anak karena melakukan hal-hal yang tidak saya sukai. Saya lebih suka memberitahunya secara baik-baik – dijelaskan konsekuensinya, kebetulan anak saya juga lumayan gampang untuk diberitahu.

Hanya saja setelah 33 bulan berlalu pasca melahirkan. Stok kesabaran saya sepertinya sudah mulai menipis. Terkadang saya khilaf mengomel karena saat tengah malam (dalam kondisi sangat mengantuk) anak saya membangunkan saya karena (maaf) dia ingin buang air besar. Atau tiba-tiba di menaburkan mainan dilantai yang belum satu jam saya sapu dan pel.

Saya juga terkadang hilang kendali dan bersikap ketus saat anak saya minta sabun untuk mencuci tangan, yang kemudian busa sabun tersebut dia usap-usap ke perutnya sehingga menyebabkan bajunya basah dan terpaksa dia harus mandi ulang. Atau dia dengan isengnya menebar-nebarkan susu formula ke baju yang dia pakai  padahal saya dan suami sudah harus buru-buru berangkat ke kantor.

Awalnya saya tidak terlalu menyadari perubahan sikap saya tersebut, sampai pada akhirnya anak saya agak menjauh. Bila dulu dia selalu menolak dititip ke rumah oma saat saya dan suami harus bekerja, sekarang dia meminta buru-buru dititipkan. Bila dulu saat melihat saya pulang pengen buru-buru pulang ke rumah, sekarang dengan cueknya lebih memilih jalan-jalan sore bersama atu. Hadeeh sedih banget.

Sekarang saya belajar untuk lebih sabar lagi. Saya berusaha tumpukan tugas sebagai ibu rumah tangga dan pekerja kantoran tidak membuat saya bersikap kurang baik terhadap anak saya sendiri, darah daging yang dibawa-bawa selama sembilan bulan dalam kandungan.

[caption id="attachment_332706" align="aligncenter" width="512" caption="Anak yang sempat saya ketusi karena mengantuk =D"][/caption]


LALU APA PENYEBAB SEORANG IBU KEHILANGAN KESABARAN?

• Berdasarkan pengalaman saya sendiri. Saya biasanya kehilangan kesabaran bila kondisi fisik saya sangat letih dan mengantuk. Apalagi sejak masih melajang saya selalu memanjakan rasa kantuk. Bila ingin memejamkan mata, saya langsung mengistirahatkan panca indra tersebut di berbagai kesempatan =D
• Rasa lapar dan haus juga memicu otak lebih cepat beraksi terhadap rasa marah.
• Pekerjaan kantor dan rumah tangga juga terkadang memicu emosi tidak terkendali. Siapa yang tidak emosi bila melihat cucian piring yang menumpuk dan mainan anak bertebaran dimana-mana?

LALU APA SOLUSINYA?

• Bila badan sangat letih dan mengantuk sebaiknya kita beristirahat, Jangan memaksakan diri untuk menghandle semua hal yang berhubungan dengan anak oleh kita sendiri. Ada baiknya berkordinasi dengan suami agar anak tidak terlantar kitapun tetap bisa beristirahat.
• Jangan biarkan rasa haus dan lapar hinggap di seorang Ibu. Selain tidak bagus untuk emosi, juga tidak bagus untuk kesehatan. Bila kita sakit, anak dan suami akan semakin terbengkalai tidak terurus.
• Harus pintar memilah masalah. Bila sedang mengurus anak, lupakan sejenak semua masalah yang terjadi diluar dan didalam sana. Biarlah nanti diselesaiakan pada waktunya. Jangan sampai anak menjadi korban dari masalah tersebut. Bukannya masalah selesai, malah muncul masalah baru.

Ingat tidak semua orang diberi kesempatan dititipi buah hati. Banyak orang diluar sana yang melakukan berbagai upaya agara diberi kepercayaan oleh yang maha kuasa untuk diberi anak-anak lucu yang menggemaskan. Ingat anak sangat berharga. Ayo kita jaga supaya menjadi anak yang baik dan berguna bagi lingkungan dan nusa-bangsa. Kalau bukan kita, siapa lagi? (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun