Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Artikel Utama

Akta Lahir dan Anak di Luar Nikah

7 Agustus 2014   21:26 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:08 8342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="496" caption="Ilustrasi/Kompasiana (kompas.com/Yatimul Ainun)"][/caption]

Kota  Batam sedang hangat dengan isu penculikan bayi lima bulan yang dilakukan oleh seorang asisten rumah tangga (ART). Penculikan tersebut terjadi saat sang ibu sedang mandi. Sesaat sebelum mandi si ibu memang meminta si ART untuk menyuapi bayi putih yang terlihat lucu tersebut.

Ibu yang tinggal di Bengkong tersebut hanya mandi sekitar lima menit. Sesaat setelah mandi, ia langsung panik karena  tidak mendapati si buah hati dan ART tersebut. Ia langsung melaporkan penculikan tersebut ke polisi. Satu hari kemudian, si ART langsung tertangkap di Bandara SMB II Palembang, lengkap dengan si bayi lucu.

Namun setelah usut punya usut, ternyata bayi yang di culik oleh si ART adalah anak kandung dia sendiri. ART tersebut juga ternyata bukan pembantu. Hanya saja sejak anaknya dirawat oleh si pemilik rumah, ia ikut tinggal di rumah tersebut, membantu-bantu pekerjaan rumah, meski tidak dibayar.

Ia memang terpaksa menyerahkan bayi mungil tersebut ke orang lain karena hamil di luar nikah. Ia juga terpaksa setuju saat si pemilik rumah membubuhkan namanya (dan suami) sebagai orangtua dari bayi tersebut di akta lahir untuk kepentingan bayi tersebut kelak.

Namun setelah berjalan selama empat bulan, ia ternyata tidak rela dan takut darah daging yang ia lahirkan tersebut diambil oleh orang lain. Itu makanya, saat ada kesempatan, ia melarikan diri ke Palembang sambil membawa bayi perempuan itu.

Berita tersebut membuat saya bertanya-tanya, bagaimana si orangtua angkat bayi tersebut mendapatkan akta lahir? Bukannya untuk mendapatkan akta lahir kita harus melampirkan surat keterangan melahirkan dari rumah sakit/rumah bersalin/klinik tempat si ibu melahirkan?

Berarti sejak melahirkan sudah ada kebohongan. Entah itu kebohongan dari si ibu kandung (yang mungkin meminjam identitas ibu angkat bayi), atau memang ada kong kalikong dari rumah sakit? Atau ada saksi palsu yang menyatakan mengetahui mengenai persalinan tersebut. Bila tidak mencantumkan surat keterangan lahir, berarti ada satu persyaratan yang dilangkahi saat membuat akta lahir di Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil.

Bukannya membuat akta lahir tersebut membutuhkan syarat sebagai berikut:

  • Surat keterangan lahir dari Rumah Sakit/dokter/bidan. Bila tak ada dokter atau bidan, dapat meminta surat keterangan pada orang yang mengetahui proses persalinan Anda. Misalkan Anda melahirkan di pesawat, pramugari dapat memberikan keterangan kelahirananak Anda.
  • Surat perkawinan orang tua.
  • Surat Keterangankelahirandari Lurah.
  • Berkas asli dan foto kopi KartuKeluarga(KK) atau Kartu Tanda Penduduk (KTP) orangtua yang dilegalisir oleh Lurah.

Saya tidak tahu kondisi saat ini. Hanya saja saat saya masih duduk di sekolah menengah dulu, ada beberapa orang yang saya kenal yang mengurus akta lahir dengan mudah. Katanya memang ada pegawai Disdukcapil yang membuka pendaftaran di rumah. Mereka tinggal menyetor uang dengan jumlah tertentu, dan beberapa hari kemudian akta lahirnya ada. Aktanya asli, orang Disdukcapil sendiri yang membuat.

Orang yang saya kenal itu, anaknya sudah SMA. Ia memerlukan akta lahir untuk keperluan sekolah. Tidak ada sidang di pengadilan atau apa. Hanya dalam waktu kurang dari satu minggu akta sudah jadi dan siap digunakan untuk kepentingan apapun. Padahal kan katanya kalau terlambat membuat akta lahir hingga periode tertentu harus sidang di pengadilan dulu?

Hal yang lucu adalah si pembuat akte tersebut posisinya di kota X, namun ada yang membuat akta lahir anak yang lahir di kota Y. Jadi pada akte tersebut tercantum…. “Lahir di Y, Tanggal……..” Namun bawahnya tertulis, “X, 8 Agustus …..” Waktu itu saya sempat bertanya, bisakah seperti itu? Kota lahir dan akta yang dibuat berbeda.

Ada juga satu kasus yang agak mirip dengan kasus si ibu angkat dan ibu kandung itu. Ada anak TKW asal Arab yang dibuatkan akta lahir dengan mencantumkan nama ibu dan ayah angkatnya. Padahal jelas-jelas anak adopsi harus melewati prosedur tertentu untuk mendapatkan akta lahir. Namun beberapa tahun kemudian, entah takut atau bagaimana, akta lahir anak tersebut katanya sudah di cabut. Bisakah akta lahir di cabut? Mungkin orang Disduk bisa bantu menjawab.

Kembali ke kasus di atas, saya jadi ingat dengan petuah dosen saya saat kuliah dulu. “Jangan sampai kalian mahasiswa perempuan hamil di luar nikah. Kalian mungkin sanggup menghadapi masalah tersebut, tapi anak kalian apakah sanggup. Tidak adil menyeret anak yang tidak berdosa ke pusaran masalah yang seharusnya tidak dia hadapi.”

Memiliki anak diluar nikah tidak hanya malu dan dosa. Namun juga membuat anak tersebut tidak mendapatkan hak yang seharusnya. Contohnya seperti kasus diatas tadi, si ibu sebenarnya bisa mendaftarkan akta lahir anak diluar nikah tersebut, hanya saja di akta tercantum sebagai anak di luar nikah.

Saya merasa itu tidak adil bagi si anak. Selain rentan di bully saat ia sekolah nanti karena Indonesia tidak menganut gaya bermasyarakat seperti di beberapa negara di luar sana, ia juga tidak mendapatkan hak untuk dinikahkan oleh ayah biologisnya, bila ia perempuan dan beragama Islam.

Apalagi orangtua tidak dapat dipilih. Kita lahir kedunia dengan orangtua yang sudah ditentukan. Orangtua dengan tingkat keadaan ekonomi tertentu, ada yang lengkap sepasang, cerai, atau mungkin ada yang sudah meninggal. Inginnya pasti setiap anak lahir di dunia dengan orangtua lengkap yang saling mencintai dengan tingkat ekonomi yang mapan. Tapi orangtua merupakan takdir yang tidak dapat dipilih.

Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut jangan sampai kita hamil di luar nikah. Apalagi bagi para remaja diluar sana. Ingat harga susu formula mahal, begitupula dengan diapers, baju bayi, bedak, minyak telon dan sejenisnya. Jangan menjadi orang tua karena kecelakaan.

Bagi yang sudah terlanjur terjadi, saya merasa seharusnya keluarga terdekat merangkul mereka. Bukannya membiarkan terkatung-katung seperti itu dengan menumpang hidup di orang lain sehingga terpaksa menyerahkan bayi yang dicintainya demi kelangsungan hidup bayi tersebut.

Toh mereka adalah keluarga kita. Apapun yang terjadi dengan mereka – seburuk apapun – mereka adalah darah daging kita yang harus kita dukung sehingga tidak “terpeleset” lagi.

Beruntung ibu kandung tersebut bisa mendapatkan bayinya kembali meski sudah ada akta lahir yang mencantumkan anak kandungnya sebagai anak orang lain. Kalau tidak? Bisa menyesal seumur hidup.

Mungkin kasus diatas juga pelajaran bagi orang baik yang ingin mengadopsi anak. Sebaiknya menggunakan jalur resmi agar tidak terhindar kasus seperti ini. Jangan sampai sudah terlanjur sayang, anak tersebut diambil kembali oleh si ibu kandung. Halah bisa nangis guling-guling. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun