Hampir semua dari kita pasti pernah menggunakan atau mengkonsumsi air bersih yang diolah oleh Perusahaan Air Minum (PAM) atau Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Namun pernahkan tahu bagaimana PAM/PDAM tersebut mengolah air baku menjadi air bersih yang layak konsumsi?
[caption id="attachment_343138" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Pipa intake milik ATB."][/caption]
Beberapa waktu lalu saya berkesempatan berkunjung ke Instalasi Pengolahan Air (IPA) Duriangkang, salah satu IPA yang dikelola oleh PT. Adhya Tirta Batam (ATB). Selain berkeliling melihat secara langsung proses pengolahan air, saya juga berkesempatan mengobrol cukup banyak dengan bapak/ibu yang bertugas di bagian produksi ATB.
[caption id="attachment_343140" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Salah satu bangunan intake yang dikelola ATB"]
Melalui obrolan-obrolan ringan tersebut saya baru tahu bahwa proses memproduksi air bakumenjadi air bersih yang layak konsumsi ternyata hanya memerlukan waktu kurang dari tiga jam, tepatnya sekitar 180 menit. Padahal ada cukup banyak tahapan yang harus dilalui agar air baku tersebut benar-benar layak untuk dikonsumsi sesuai dengan ketentuan World Health Organization (WHO) ataupun Permenkes RI.
[caption id="attachment_343141" align="aligncenter" width="550" caption="Dok Pribadi/Aerator untuk menambah oksigen di badan air."]
Tahapan pertama proses pengolahan air adalah mengambil air dari dam melalui pipa intake. Air baku yang diambil dari dam tersebut selanjutkan akan dipancarkan melalui aerator untuk mengurangi bau seperti bau lumpur, lumut dll, menambah oksigen pada badan air, dan mengoksidasi kandungan di badan air.
[caption id="attachment_343142" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Kotoran air yang menggumpal setelah diberi koagulan/zat kimia."]
Agar bakteri di air baku tersebut mati, petugas akan membubuhkan klorin. Setelah itu, air akan dicampur dengan beberapa zat kimia lain. Umumnya ada dua jenis kotoran yang terkandung dalam air, yakni partikel diskrit yang secara alami dapat mengendap dengan sendirinya dalam waktu yang cukup singkat, dan partikel koloid yang sangat kecil dan ringan dan bila menunggu mengendap secara alami memerlukan waktu hingga 100 tahun (katanya petugas itu =D).
[caption id="attachment_343143" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Beberapa pengunjung saat memperhatikan air pada proses sedimentasi/pengendapan"]
Setelah dibubuhi zat kimia, partikel koloid maupun diskrit akan membentuk gumpalan. Gumpalan yang umumnya berwarna coklat atau hijau tersebut akan dipisahkan dari air. Sementara, air yang sudah terpisah dari kotoran diskrit maupun koloid akan melewati tahap berikutnya, yakni tahap pengendapan/penjernihan.
[caption id="attachment_343145" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Air yang sudah berada dalam tahap penyaringan."]
Setelah melalui tahap pengendapan/penjernihan, air baku tersebut akan melewati tahap penyaringan. Hal tersebut dilakukan agar air benar-benar bersih, tidak ada lagi kotoran-kotoran kecil dan kasat mata yang lolos terdistribusikan kepada pelanggan.
[caption id="attachment_343146" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Ground tank untuk menyimpan air bersih yang sudah diolah sebelum diditribusikan kepada pelanggan"]
Setelah melewati tahap penyaringan, air baku yang sudah diolah menjadi air bersih tersebut akan disimpan di tanki penyimpanan sementara (ground tank) setelah sebelumnya kembali dibubuhi klorin untuk memastikan kuman-kuman yang ada di dalam air mati, air yang sudah siap konsumsi tersebut kemudian di simpan di tanki reservoir, setelah itu baru didistribusikan kepada pelanggan, dalam hal ini pelanggan ATB yang tersebar di Pulau Batam.
[caption id="attachment_343147" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Alat untuk mengukur pembubuhan klorin pada air baku."]
Untuk memastikan air yang diolah sesuai dengan standar WHO dan Permenkes RI, petugas ATB secara berkala (biasanya setiap dua jam) akan mengambil sampel air di IPA untuk dicek, baik kadar Ph, warna, kekeruhan, hingga hal-hal lain yang diperlukan.
[caption id="attachment_343148" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Klorin yang digunakan ATB. Bentuknya berupa gas dan disimpan di tabung seperti gas untuk memasak, hanya saja ukurannya lebih besar."]
Bahan kimia yang biasanya digunakan oleh operator penyedia air bersih di Kota Batam tersebut berupa zat kimia koagulan seperti tawas, PAC, dan koagulan pembantu lainnya, zat kimia untuk menaikan Ph seperti soda ash dan kapur, dan disinfektan seperti kaporit, klorin, dan PW 55.
[caption id="attachment_343149" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Alat otomatis untuk membubuhkan bahan kimia."]
Untuk memproduksi 1m3 air bersih, ATB membutuhkan biaya sekitar Rp3.500. Harga tersebut lebih tinggi dari harga jual air bersih kepada pelanggan rumah tangga yang hanya Rp2.000/m3 untuk 20m3 pertama.
Meski dijual lebih rendah ke pelanggan dominan, ATB masih tetap mendapatkan marjin yang cukup untuk mengelola perusahaan air bersih tersebut karena ke pelanggan industri, niaga, pelabuhan dll, dijual lebih tinggi. Ada subsidi dari kategori pelanggan lain sehingga tidak terlalu memberatkan, apalagi kawasan industri di Kota Batam cukup banyak. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H