Pengunjung juga dapat melihat dan berfoto di perahu yang dulu digunakan oleh para pengungsi dari Vietnam. Tak terbayang, perahu yang tidak begitu besar tersebut mampu mengangkut puluhan orang sambil mengarungi Laut Cina Selatan. Itu makanya katanya ada beberapa yang depresi, bahkan meninggal.
Bila bosan melihat-lihat bangunan kosong, pengunjung dapat berinteraksi dengan monyet yang berkeliaran bebas di areal Camp Vietnam. Monyet-monyet tersebut sangat jinak, pengunjung bahkan dapat menyuapi secara langsung makanan ke mulut monyet. Selain monyet ada juga rusa, namun rusa tersebut.dikurung di kandang dan tidak dibiarkan berkeliaran secara bebas.
KURANG TERAWAT
Bangunan-bangunan di Vietnam Camp umumnya tidak terawat. Beberapa bahkan ada yang roboh atau bahkan hanya ada informasi bangunan, tapi bangunanya sendiri sudah tidak ada. Gereja protestan misalkan, sudah tidak lagi terlihat berbentuk gereja.Bangunan tersebut sudah hampir rubuh tergerus cuaca dan pepohonan yang tumbuh.Padahal papan nama gereja tersebut masih kokoh berdiri. Begitupula dengan barrack, dinding bangunan tersebut sudah tidak berbentuk. Youth center juga demikian. Beberapa bangunan ada yang sudah terbuka-buka ditelan cuaca.
Merawat bangunan-bangunan – apalagi tanpa penghuni – memang bukan hal yang mudah dan murah. Apalagi BP Batam juga bukan lembaga yang fokus mengelola pariwisata. Selain itu, tiket masuk ke wisata tersebut sangat murah, padahal dapat menikmati kesejukan alam hingga berhektar-hektar.
Tiket masuk orang dewasa Rp3.000/orang, Bila membawa kendaraan roda empat akan dikenakan biaya masuk tambahan Rp.10.000. Padahal bila sedikit dinaikan harga tiketnya untuk biaya pemeliharaan gedung-gedung di areal tersebut, sepertinya pengunjung juga tidak akan keberatan.