Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menyusuri Wajah Baru Malioboro

20 Juli 2024   09:33 Diperbarui: 20 Juli 2024   09:47 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usai check-in di eL Hotel di Jalan Dagen pada Senin 8 Juli 2024, Vera dan saya sempatkan beristirahat memulihkan stamina setelah melewati dua malam panjang di Prambanan Jazz. Sedangkan Siti dan Uswa memilih berenang menjelang sore di pool yang berada bersebelahan dengan lobi dan restoran.

Sore harinya sekitar pukul 17. 30, kami berempat mulai keluar berjalan kaki menikmati suasana Malioboro. Untuk perjalanan kali ini, saya meminjam istilah Henri Gendut Janarto "Ziarah Malioboro".

Start dari Jalan Dagen yang terletak di barat Malioboro, kami bergerak ke arah selatan dengan tujuan utama Benteng Vredeburg dan Titik Nol, perempatan besar Kantor Pos, Bank BNI, Monumen Serangan Umum 1 Maret, dan Jalan Trikora menuju Alun-alun Utara.

Ada sesuatu perasaan lega sekaligus takjub berjalan kaki di pedestrian Malioboro yang sudah ditata dengan rapih dan sangat ramah bagi pejalan kaki.

Sejak awal 2022 pedagang kaki lima (PKL) yang dulu berjualan di sepanjang trotoar sepanjang 2 kilo meter direlokasi di Teras Malioboro I, menempati lahan bekas Bioskop Indra, seberang Pasar Beringharjo. Sedangkan Teras Malioboro II di bagian utara yang dulunya gedung Dinas Pariwisata DIY bersebelahan dengan Hotel Garuda.

Jadi inilah wajah baru Maliboro, lebih bersih dan rapi. Penataan ini membuat pejalan kaki yang hanya ingin berjalan santai merasakan lebih nyaman dan lebih leluasa, seperti diberikan karpet merah. Tidak lagi merasa terganggu dan tidak nyaman sepanjang berjalan ditawari ratusan PKL. Pengunjung yang ingin berbelanja bisa langsung datang ke Teras Malioboro.

Relokasi ini merupakan bagian dari penataan kawasan "Sumbu Filosofis Yogyakarta", jalan yang membentang lurus dari Stasiun Tugu hingga Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Dimaknai sebagai perjalanan kehidupan manusia dari lahir sampai kembali ke Pencipta. Sumbu filosofis ini telah diajukan ke UNESCO untuk dijadikan warisan budaya dunia.

Sebelum menjadi tujuan wisata paling populer di Jogja, Malioboro merupakan jalan utama menuju Keraton, disebut rajamarga atau jalan kerajaan. Konon Malioboro difungsikan sebagai jalan raya resmi yang dibangun bersamaan dengan Keraton Yogyakarta. Sesudahnya, Jalan Malioboro juga simbol transformasi peradaban masyarakat, sebagai kota kerajaan yang berpadu dengan kehidupan modern.

Kami melintasi deretan toko di kawasan Malioboro dengan lapang menjelang senja. Toko-toko di Malioboro menjual kebutuhan sangat lengkap. Dari toko perlengkapan rumah tangga, pakaian, obat atau apotik, arloji, elektronik, money changer, dan lain-lain.

Berjalan-jalan di Malioboro merasakan betul kawasan multikultural, kita menjumpai orang dari berbagai macam etnis dan golongan. Semua orang bebas mengekspresikan diri tanpa ada intimidasi dan stigma macam-macam di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun