Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Merayakan Kenangan di Jalan Sosrowijayan Jogja

18 Juli 2024   14:10 Diperbarui: 21 Juli 2024   13:56 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prambanan Jazz 2024 rampung pada Minggu 7 Juli 2024 dengan penuh kesan. Masih ada waktu menikmati Jogja hingga Selasa sore sebelum balik ke Makassar.

Pada Senin siang 8 Juli 2024, kami ganti penginapan lagi. Dari Hotel Sahid di Jalan Babarsari menuju kawasan Malioboro. Hotel-hotel di pusat kota ini masih mematok tarif tinggi, meskipun tidak semahal pada Sabtu dan Minggu kemarin.

Kami mengincar hotel di Jalan Sosrowijayan. Ini adalah jalan penuh nostalgia buat saya sendiri dan keluarga. Pertama kali datang ke Jogja pada 15 Juli 1997, bersama ayah, saya menginap di Sosrowijayan, persisnya di Hotel Gembira.

Sosrowijayan merupakan kampung kedua setelah Prawirotaman yang terkenal sebagai kampung wisata. Atau sering juga dikenal sebagai "Kampung Bule", merujuk banyak turis asing menginap di sana karena harga penginapan yang terjangkau. Dijadikan juga homestay dalam waktu lama, bisa sebulan atau dua bulan.

Sosrowijayan menempati ruas jalan sepanjang lima ratus meter banyak gang-gang terutama sebelah utara yang menawarkan penginapan terdapat bangunan-bangunan hotel kuno, sejumlah studio, kursu batik, galeri seni, hingga toko buku dan musik.

Setiap ayah dan ibu ke Jogja mengunjungi saya ketika bersekolah dan berkuliah (1997 sd 2004), ayah dan ibu selalu memilih Hotel Gembira. Dekat dan mudah mengakses ke mana-mana, terutama ibu yang bisa dua kali dalam sehari ke Pasar Beringharjo. Pada pagi dan sore hari.

Menurut saya suasana Sosrowijayan sangat kental nuansa Jogja yang syahdu, relatif bersih dibandingkan beberapa jalan di sekitar Malioboro. Pokoknya menyenangkan, terasa nyaman, dan membuat betah.

Jalan Sosrowijayan ini tempat gudeg Mbah Lindu yang legendaris berjualan yang tiap paginya masih ramai dikunjungi pelanggan, walau Mbah Lindu sudah wafat pada 12 Juli 2020 silam di usia 100 tahun.

Saya juga masih ingat satu waktu pada awal 1998, bersama ayah dan ibu berjalan menyusuri Sosrowijayan pada malam hari, ternyata sedang dilaksanakan syuting film Daun di Atas Bantal, karya sutradara Garin Nugroho. Itu pertama kali saya menyaksikan langsung syuting film (di masa booming sinetron). Bisa melihat dari dekat Garin, aktris watak Christine Hakim, dan Sarah Azhari masih muda beradu akting adalah pengalaman menarik. Tentu bukan tanpa alasan Garin memilih Sosrowijayan sebagai salah satu lokasi syuting filmya.

Sebagai informasi, sejak 2019 di jalan ini diadakan Festival Pasar Kembang (Sarkem Fest). Jalan Sosrowijayan memang terhubung dengan Jalan Pasar Kembang melalui gang-gang kecil yang didiami masyarakat setempat, warga Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen.

Dari gang-gang inilah mereka menggelar kirab kirab apem ruwahan, dalam rangka menyambut bulan suci ramadhan. Ya Sarkem Fest memang rutin diselenggarakan menjelang bulan puasa.

Selain kirab, sejumlah acara juga dilaksanakan, seperti pentas kesenian, pasar kuliner, dan aktraksi barongsai juga menyemarakkan festival.

Sarkem Fest dihelat sebagai sarama untuk menyampaikan pesan keberagaman, sekaligus mempromosikan beragam potensi wisata menarik kawasan Pasar Kembang dan Sosrowijayan. Juga sekaligus menepis citra negatif kawasan sarkem sebagai lokalisasi yang melekat sejak lama.

****

Ketika Senin sore 8 Juli saya kembali menyusuri Jalan Sosrowijayan, saya tidak menemukan lagi Hotel Gembira. Saya penasaran, kemudian berjalan lagi ke arah barat dan melihat Oryza Hotel yang bangunannya mirip sekali dengan Hotel Gembira.

Seorang resepsionis Oryza kebetulan berada di depan, saya pun menghampiri dan mengobrol dengannya. Ia memberitahu bahwa memang Hotel Gembira dan Oryza itu dulunya dimiliki satu manajemen, sehingga gedungnya sama persis. Ia pun juga dulunya bekerja di Gembira, yang samar-samar mengingat wajahnya dulu di Gembira.

Namun sejak 2019 Hotel  Gembira dibeli Patra Grup dan membangun Hotel Patra Inn bintang tiga. Hanya Oryza yang tetap dipertahankan owner. Ketika saya menyampaikan tarif Hotel Gembira pada akhir 1990-an berkisar 35 ribu rupiah hingga 100 ribu rupiah, ia membenarkan dan menginfokan kalau saat ini harganya mulai dari 250 ribu rupiah. Jika pada peak season seperti sekarang melonjak mulai dari 350 ribu rupiah.

Kami ingin menginap di Patra Inn tapi waktu itu masih penuh. Barangkali jika ke Jogja lagi, hotel ini akan menjadi pilihan utama. Saya ingin merayakan kenangan bersama ayah, ibu, istri, dan anak-anak, di Jalan Sosrowijayan.

Salam hangat dari Jogja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun