Saya pecinta sepak bola yang tumbuh menyaksikan kiprah sepak bola Spanyol. Sebelum kejayaan mereka juga mengalami penderitaan dalam penantian panjang.
Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat pertama kali saya menyaksikan pertandingan tim Spanyol di turnamen besar. La Furia Roja melaju ke babak delapan besar melawan Italia di Stadion Foxboro, Boston. Spanyol dan Italia adalah favorit karena diperkuat kumpulan pemain terbaik.
Italia dibintangi Roberto Baggio, Roberto Donadoni, Antonio Conte, dan Paolo Maldini. Sedangkan Spanyol mengandalkan Andoni Zubizaretta, Miguel Angel Nadal, Pep Guardiola, dan Luis Enrique. Disebut juga lanjutan rivalitas AC Milan versus Barcelona yang bertemu di final Piala Champions di Athena. Milan menghancurkan Barcelona ketika itu yang lebih dijagokan.
Pertarungan sangat menarik, keras, dan sedikit brutal. Italia mengalahkan Spanyol 2-1, dua gol dari Italia diciptakan Dino Baggio di babak pertama dan gol penentu kemenangan diciptakan Roberto Baggio pada menit ke-87. Spanyol sebelumnya bisa menyamakan posisi yang dicetak Jose Luis Caminero. Italia lolos ke semifinal melawan Bulgaria, sedangkan Spanyol pulang dengan penderitaan.
Saat saya pertama menonton Euro pada 1996 di Inggris, Spanyol masih membawa mayoritas skuad 1994, namun penampilan Spanyol tidak meyakinkan, lolos ke perempat final hanya untuk ditaklukkan tuan rumah Inggris melalui adu penalti.
Selanjutnya Piala Dunia 1998 di Perancis, Spanyol yang dilatih Javier Clemente kembali diunggulkan dengan diperkuat pemain bintang Real Madrid yang menjuarai Liga Champions, dan bintang-bintang Barcelona. Tak disangka Spanyol gagal di penyisihan grup. Mereka kalah bersaing dengan Nigeria dan Paraguay, pulang ke negaranya dengan penampilan memalukan.
Clemente dipecat dan digantikan Jose Antonio Camacho, yang memimpin La Roja ke dua turnamen akbar. Piala Eropa 2000 Belgia-Belanda dan Piala Dunia 2002 Korea-Japan. Di Euro 2000, Spanyol kandas di perempat final setelah dikalahkan Perancis 1-2 yang mengandalkan Zinedine Zidane. Dua tahun kemudian anak-anak Camacho gagal di perempatfinal, ditundukkan tuan rumah Korea Selatan melalui pertandingan kontoversial yang diselesaikan lewat adu penalti. Karena selalu mentok di perempat final, tim ini dijuluki "tim spesialis delapan besar", atau "spesialias kualifikasi".
Camacho mundur digantikan Inaki Saez. Spanyol pergi ke Piala Eropa 2004 Portugal, namun lagi-lagi hanya untuk dipermalukan. La Roja tak mampu lolos ke babak gugur, mereka disingkirkan tuan rumah Portugal dan tim kejutan Yunani yang kemudian menjadi juara.
Saez pergi lalu datanglah Luis Aragones, pelatih  Mallorca dan Atletico Madrid menukangi Spanyol. Opa Aragones memimpin tim ke turnamen Piala Dunia 2006 Jerman. Performa Spanyol di babak penyisihan nyaris sempurna dengan tiga streak kemenangan. Namun lagi-lagi gagal di babak gugur round-16 oleh Perancis dengan skor 1-3.
Era Kejayaan
Titik balik prestasi Spanyol terjadi pada Piala Eropa 2008 Swiss-Austria. Aragones dengan tekad dan kesabaran mengubah mentalitas anak asuhnya, ia membongkar sekat-sekar barisan Madrid dengan Barcelona, yang diyakini sebagai hambatan egois yang merusak sistem keseluruhan.