Warna kuning yang mendominasi jembatan sempat menjadi perdebatan kami di mobil mengingat merah darah adalah warna sakral PDIP, partai penguasa saat ini pimpinan Megawati.
Minahasa, untuk menunaikan salat jamak. Masjid sederhana dan berada di sekitar pemukiman penduduk mayoritas kristen ini dibangun pada 1974 untuk menghormati pahlawan nasional dari Sumatera Barat, Tuanku Imam Bonjol, yang wafat dalam pengasingannya di Minahasa pada 8 November 1854. Sayang kami tak sempat berkunjung ke makam Tuanku Imam Bonjol di Desa Lotta, Pineleng, tak begitu jauh dari masjid.
Setelah melewati kota Manado, kami singgah di Masjid Imam Bonjol di Pineleng,Selanjutnya yang menarik dari perjalanan adalah melewati Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng (STFSP), yang lahannya sangat luas dan rindang di kaki Bukit Bantik. Sekolah bagi calon pastor, uskup, dan guru katolik. Mengingatkan saya pada suasana Magelang dan sekitarnya di kaki Gunung Merapi, di mana banyak berdiri seminari-seminari seperti STFSP.
Perjalanan kami berakhir di Grand Master Resort, penginapan dengan nuansa alam Tomohon dengan bangunan arsitektur modern tema permainan catur. Tepat berada di kaki Gunung Lokon, dengan hamparan sawah di sekelilingnya, membuat suasana sejuk meskipun di siang hari.
Setelah istirahat sebentar, sembahyang magrib, dan makan malam nasi Padang kotak, kami berempat melanjutkan jalan-jalan menikmati kota Tomohon yang berbukit dan bunga-bunganya yang cantik, tak lupa mampir ngopi di Singgah Sayang Coffee House, untuk mencicipi aroma kopi arabica khas setempat, berdiskusi ringan menghabiskan satu malam di Tomohon.
Salam hangat dari Bumi Kawanua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H