Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Lionel Messi Menjemput Takdir di Qatar

12 Desember 2022   23:06 Diperbarui: 12 Desember 2022   23:18 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Argentina harus berhenti berharap bahwa mereka akan memenangi Piala Dunia hanya dengan mengandalkan pemain yang berpredikat superstar sepak bola, seperti yang terjadi pada Piala Dunia 1986.

Saat itu tim Tango Argentina menjuarai Piala Dunia Meksiko 1986 dengan permainan sepak bola terhebat, lengkap dengan segala kontroversi pada sosok Diego Armando Maradona, yang diyakini sebagai pesepak bola terbesar dunia yang pernah lahir.

Nama besar Maradona tampaknya tak pernah pudar sedikit pun meski Maradona sudah meninggal pada 25 November 2020 silam, ia membayangi dan menginspirasi kiprah Argentina di Piala Dunia. Poster dan mural Maradona terlihat di mana saja tatkala Argentina bertanding di ajang Piala Dunia.

Nama besar Maradona selalu "disandingkan" dengan Lionel Messi, mega bintang Argentina yang belum lahir ketika Argentina menjadi juara Piala Dunia 1986. Messi terus berusaha dan bekerja keras demi menyamai prestasinya, mengantar negaranya juara Piala Dunia untuk ketiga kalinya.

Messi pesepak bola yang sudah tujuh kali memenangkan Ballon D'or atau status pemain terbaik dunia. Ia juga sudah sukses luar biasa menciptakan sejumlah rekor individu dan memenangkan puluhan trofi bersama klub Barcelona dan sekarang untuk Paris Saint Germain (PSG). Apa lagi yang kurang?

Dalam beberapa kesempatan, Messi berujar jika boleh memilih dia akan rela menukar semua gelar perorangan yang sudah diraihnya dengan sekali saja memenangkan Piala Dunia bersama Argentina. Ya, puncak kejayaan sepak bola selalu diukur pragmatis dari gelar kolektif tim nasional dengan menjuarai Piala Dunia.

Messi sering dipertanyakan karena tak pernah bisa tampil hebat saat berkostum biru-putih warna kebesaran Argentina, padahal dia disebut-sebut pengganti Maradona paling ideal.

Messi sudah empat kali mencoba sejak debutnya di Piala Dunia Jerman 2006, namun selalu menemui kegagalan. Pada percobaan kedua di Piala Dunia Afrika Selatan 2010, Messi bersama Argentina dilatih langsung oleh Diego Maradona, namun gagal di perempat final setelah dibantai Jerman 4-0. Foto Maradona dan Messi berangkulan menangis karena kekalahan telak di Cape Town Stadium belum hilang dari kenangan.

Impian dan ambisi  itu sebenarnya sudah begitu dekat delapan tahun lalu di Piala Dunia Brasil 2014. Messi membawa Albiceleste ke pertandingan final, tinggal berjarak satu pertandingan lagi mencatat sejarahnya sendiri.

Namun seperti yang sudah menjadi sejarah, di Maracana Stadium Rio, Argentina lagi-lagi dikalahkan Jerman  0-1 melalui gol extra-time di menit ke-113 dari tendangan gunting Mario Goetze.

La Pulga-julukan Messi harus meratapi kegagalan di final akbar, yang barangkali satu-satunya kesempatan yang tidak pernah dia dapat lagi. Ia sangat terpukul sampai sekarang jika mengingat final 2014.

Messi sempat frustrasi dan mundur dari tim nasional pada usia 29 tahun, sebab timnya kembali kalah dari Chili di final Copa Amerika Centenairo 2016. Ia menderita karena kalah di tiga beruntun: final 2014, final Copa 2015 dan 2016.

Magnet Piala Dunia 2018 Rusia berhasil membuatnya kembali berseragam biru-putih. Ia berpikir barangkali itulah Piala Dunia terakhirnya, kesempatan terakhirnya sebagai legenda sepak bola Argentina.

Namun penampilan Argentina di Russia sangat mengecewakan. Jauh dari level permainan untuk menjuarai turnamen. Bisa dibilang pencapaian terjelek Argentina sejak tiga Piala Dunia sebelumnya. Argentina imbang 1-1 melawan negara kurcaci Islandia, dikalahkan Kroasia 0-3, dan menang 2-1 atas Nigeria untuk bisa lolos ke babak gugur. Di babak 16 besar Messi dkk takluk 3-4 dari Perancis yang akhirnya menjadi juara dunia.

Pelatih Jorge Sampaoli tentu saja dipecat. Ia digantikan asistennya Lionel Scaloni. Justru di tangan Scaloni, Argentina mulai bangkit, ia membangun dari nol dan menyinergikan kehebatan para pemain, terutama Messi dalam pola permainan yang solid.

Puncaknya Argentina menjuarai Piala Amerika 2021 setelah di final mengalahkan Brasil 1-0 di kandangnya yang angker, Stadion Maracana. Gelar mayor pertama Messi untuk Argentina, yang membuat optimisme meningkat dan percaya diri lagi menatap Piala Dunia Qatar 2022.

Argentina termasuk tiga unggulan teratas bersama Brasil dan Perancis. Argentina memiliki semuanya, materi pemain berkualitas, pelatih hebat, dan dukungan maksimal dari masyarakat terhadap tim kebanggaan.

Pusat perhatian akan tetap tertuju pada super star Messi, meski penampilan musim ini di klubnya tak terlalu bersinar, dia tetap paling dinanti. Boleh jadi kekuatan sang Messias memang sengaja disimpan untuk Piala Dunia kelimanya sekaligus terakhir.

Sempat terkejut akibat kekalahan dari Arab Saudi pada laga pertama, Argentina pelan-pelan bangkit dan melaju ke semifinal, setelah menyingkirkan Polandia di babak 16 besar dan menaklukkan Belanda di perempat final melalui pertempuran sengit di Lusail.

Takdir Messi di Piala Dunia akan terjawab dalam sepekan dalam dua pertandingan akhir. Apakah Messi akan dikenang pemain terhebat sejagat raya yang tidak pernah mengangkat trofi Piala Dunia?

Salam Piala Dunia.

Hayya Hayya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun