Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Raja Eropa Bertahta Lagi di Paris

29 Mei 2022   22:29 Diperbarui: 29 Mei 2022   22:44 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: www.uefa.com)

Real Madrid melakukannya lagi, sudah 14 kali. Perjalanan Los Blancos memenangkan Liga Champions 2022 sangat fenomenal, sarat dengan aksi-aksi heroik.

Real Madrid secara luar biasa selalu dapat membalikkan ketinggalan di saat kritis, mulai dari Paris Saint-Germaint di babak 16 besar; Chelsea di perempat final; Manchester City di semifinal.

Dan sekarang melawan Liverpool di laga final, Karim Benzema tampil dengan 'cara baru', kali ini tak perlu comeback yang mendebarkan, mereka bisa unggul satu gol terlebih dahulu dan sukses mempertahankan kemenangan untuk menyegel trofi ke-14 sekaligus menasbihkan sebagai King of Euro.

****

Tadi malam ada sesuatu yang tidak biasa ketika pertandingan final Liga Champions Eropa 2022 mesti ditunda selama 36 menit, karena insiden suporter Liverpool di luar Stadion Stade de Franc, Saint Denis, Paris, Perancis.

Stade de Franc ditunjuk UEFA menggantikan Krestovsky Stadium St Petersburg, menyusul invasi Rusia ke Ukraina. Stadion nasional Perancis berkapasitas 82 ribu ini punya sejarah menghelat pertandingan akbar: final Piala Dunia 1998, final Liga Champions 2000, final Liga Champions 2006, dan final Piala Eropa 2016.

Duo legenda Raul Gonzales dan Ian Rush membuka rangkaian final dengan membawa trofi "Kuping Besar". Pemain mula yang dimainkan Carlo Ancelotti dan Jurgen Klopp sesuai prediksi banyak pundit, tak ada perubahan dengan formasi yang digunakan sepanjang musim. Carlo dan Klopp tentu tak berani bereksperimen mengubah formasi di pertandingan final. Risikonya sangat besar, tak sekadar kalah tapi kehilangan trofi.

Begitu wasit Clement Turpin dari Perancis meniup peluit tanda mulainya pertandingan, Liverpool langsung mengambil inisiatif, aktif menyerang pertahanan Madrid yang dikawal David Alaba, Eder Militao, Dani Carvajal, dan Fernando Mendi.

Rangkaian peluang diciptakan The Kops, namun belum bisa membongkar pertahanan kokoh Madrid. Ancelotti sudah mempersiapkan segalanya dengan sempurna. Terhadap detail secara taktis, bermain pada tempo yang lebih lambat dan sabar menunggu momen yang bisa mereka ciptakan.

Duet bek tengah Militao dan Alaba tak banyak memberikan ruang pada trio predator: Mohammed Salah, Sadio Mane, dan Luiz Diaz. Mereka selalu memenangkan duel bola udara. Di depan kuartet ini ada Casemiro yang bermain lugas, orang pertama yang menghentikan serangan Liverpool.

Justru pada menit ke-43 Karim Benzema menjebol gawang Allison Becker dari situasi bola liar di kotak pinalti Liverpool, tapi setelah pemeriksaan VAR, gol dianulir karena Benzema dinilai off side. Namun itu menunjukkan dengan jelas bahwa pertahanan Liverpool sangat rentan, mudah panik ketika diserang balik.

Hasil imbang tanpa gol di babak pertama secara psikologis membuat Madrid semakin percaya diri, semakin solid, mereka yakin akan mendapatkan momen tepat di babak kedua. Sedangkan kegagalan menciptakan gol membuat pasukan Klopp kehilangan fokus dan mulai frustrasi. Pemain kunci yang biasanya bersinar seperti Thiago Alcantara, Jordan Henderson, dan Sane anjlok di babak kedua.

Real Madrid pandai membaca situasi demikian, begitu klinis dalam cara menemukan dan mematikan kelemahan musuhnya. Malam tadi ada dua protagonis besar Madrid: Vinicius Jr, yang mencetak gol kemenangan di menit ke-59, dan Thibaut Courtois yang sangat hebat menjaga gawang.

Gol Vinicius Jr di menit ke-59 merupakan tembakan pertama ke arah gawang Allison Becker. Serangan yang dibangun dari lini pertahanan, Militao-Carvajal-Luka Modric-Casemiro, kemudian memberikan pada Federico Valverde yang menusuk dari sisi kiri pertahanan Liverpool yang sedikit terbuka ditinggal Andrew Robertsoon dan Fabinho.

Saat Valverde menggiring bola mendekati kotak pinalti, bersamaan Vinisius berlari di sisi kanan dengan kecepatan terukur. Umpan Valverde gagal disapu Trent Alexander Arnold di tiang jauh, yang hanya bisa terpana darimana datangnya Vinicius Jr untuk menceploskan bola ke gawang kosong Becker.

Keunggulan satu gol bisa bertahan berkat aksi fantastis kiper Thibaut Courtois menghalau semua ancaman Liverpool. Courtois menampilkan salah satu penampilan terbaik penjaga gawang di pertandingan final. Ia melakukan sejumlah penyelamatan bagus, dua di antaranya penyelamatan luar biasa yang membuatnya terpilih sebagai "Man of The Match".

Tembakan Sane di menit ke-20 bisa ditepis melalui ujung jari yang membuat bola menerpa tiang dan dengan cepat Courtois menangkap bola rebound. Penyelamatan dan reaksi yang luar biasa mengundang decak kagum.

Satu lagi terjadi di menit ke-83, Salah mengontrol umpan panjang Fabinho dengan sempurna, ia melewati Mendi, dan melepaskan tendangan kaki kanan kencang yang sepertinya akan menyamakan skor. Tapi entah bagaimana lengan kanan Courtois bisa menepis dan melambungkan bola ke atas mistar. Penyelamatan hebat itu dirayakan bersama Militao, Alabama, dan Carvajal, sementara Salah meratapi kegagalan dengan memukul permukaan rumput, menunjukkan aksi Courtouis itu adalah salah satu momen terpenting.

****

Liverpool barangkali tidak beruntung. Mereka nyaris tidak melakukan kesalahan selain momen kebobolan. Mereka punya lebih banyak serangan dan peluab untuk menciptakan gol, tapi performa mereka di Paris masih di bawah standar mereka musim ini. 

Laga di Paris adalah game ke-63 Liverpool pada musim ini--terbanyak di Eropa- sudah membuat mereka melewati peak. Kaki-kaki Henderson cs sudah berat untuk melakukan serangan gencar secara intens. Dari harapan meraih dua trofi mayor- setelah Carabao dan FA Cup-- dari dua pertandingan dalam satu pekan, berakhir dengan kegagalan menyedihkan bagi Liverpool. Satu poin untuk kalah di liga dari Manchester City, dan satu gol untuk kalah di final ini. 

Sedangkan Real Madrid adalah tim yang lebih profesional dan sangat berpengalaman, paham bagaimana memenangkan final. Mereka dilahirkan dengan hasrat memenangkan Liga Champions. 

Dari total 14 kali Madrid juara, saya sendiri menyaksikan delapan kali Madrid berlaga di final Liga Champions. Semuanya dimenangkan, mulai dari mengalahkan Juventus di Amsterdam pada 1998; Valencia di St Dennis 2000; Bayern Leverkusen di Glasgow 2002; Atletico Madrid dua kali, di Lisbon 2014 dan di Milano 2016; Juventus di Cardiff 2017; Liverpool di Kyiv 2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun