Memoar Tara Westover tentang tantangan dan proses menempuh pendidikan yang ditulis dengan unik dan memukau. Dia dengan lihai mengasosiakan banyak pengetahuan dengan sangat indah.
Tara berasal dari keluarga suku Mormon yang 'aneh', bahkan di negara semodern dan sedemokratis Amerika Serikat. Ayahnya adalah pekerja kasar pengepul barang loak di pegunungan Idaho, Utah. Sedangkan ibunya adalah asisten bidan. Tara bungsu dari tujuh saudara.
Ketujuhnya dilahirkan di rumah--bukan di rumah sakit bersalin-dan enam di antara mereka tidak memiliki akta kelahiran. Semua anggota keluarga tidak pernah bertemu dokter dan tidak menempuh pendidikan dasar formal karena ayahnya menilai pemerintah adalah lembaga yang sesat dan harus selalu ditentang.
Tara tumbuh di sebuah rumah di mana kekerasan, trauma dan pemaksaan kerja adalah aturan keras sehari-hari dari ayah. Begitu banyak yang telah terjadi pada Tara dan saudaranya, sehingga dia bertekad untuk keluar dan pergi sekolah di mana pun yang bersedia menerimanya, mencoba membayangkan masa depan, mengisi hari-harinya di ruang kelas, dan pekerjaan rumah.
Ketika Tara memberi tahu ayahnya bahwa berencana pergi ke perguruan tinggi, dia mengatakan tempat seorang perempuan itu di rumah, belajar tentang herbal yang dalam istilah sang ayah adalah "Apotek Tuhan".
Tara mencintai sekolah supaya tidak menjadi perempuan orientasi duniawi, begitu dia menuliskan di buku hariannya. Pada mulanya dia ingin belajar musik supaya bisa memimpin paduan suara gereja, namun dia kemudian tertarik pada kajian geografi, politik komparatif dan sejarah bangsa Yahudi.
Untuk tetap sekolah, dia harus bekerja mengasuh bayi dan mengurus makanan majikan. Dia bekerja di rumah bosnya sambil dibolehkan belajar piano, belajar dance. Dia juga harus belajar sendiri aljabar dan trigonometri supaya bisa masuk ke Universitas Brigham Young.
Tara belajar membaca dan menulis dari Al Kitab, Kitab Mormon, khotbah Joseph Smith, dan buku-buku perpustakaan di Brigham Young Academy.
Dia kemudian bisa melanjutkan kuliah di Cambridge University dengan cara luar biasa dan memperoleh gelar doktor dalam bidang sejarah intelektual. Di Cambridge, Tara dibimbing Jonathan Steinberg, professor yang menguasai sejarah Eropa khususnya "holocaust", Â di mana Tara tak pernah paham tentang kata 'holocaust' sebelum dia kuliah.
Kita kemudian tahu dari tujuh Westover bersaudara tiga di antaranya meninggalkan rumah, meraih gelar Ph.D. Tiga gelar doktor dalam satu keluarga tentu sangat hebat bahkan untuk keluarga umumnya.