Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mitos Adu Penalti Piala Eropa

9 Juli 2021   21:55 Diperbarui: 9 Juli 2021   22:08 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari pernyataan Martin Tyler, footbal commentator legendaris Inggris pada saat pertandingan semifinal Spanyol melawan Italia, saya mendapat konfirmasi bahwa tak ada satu negara bisa memenangkan dua kali adu pinalti pada satu piala Eropa yang sama. 

Kita sudah melihat buktinya. Swiss menang melawan Perancis di babak 16 besar, namun kalah melawan Spanyol di perempat final. Melangkah ke babak semifinal giliran Spanyol yang harus merasakan kekejaman adu pinalti, sebagaimana yang dirasakan Swiss, karena Alvaro Moratta cs kalah melawan Italia dengan cara yang sama.

Kalau di Piala Dunia pernah terjadi pada Piala Dunia 1990, saat Argentina menang atas Yugolavia di babak perempat final dan Italia di babak semifinal. Terakhir pada Piala Dunia 2018, "The Vatreni' Kroasia bisa menang dua kali, masing-masing atas Denmark pada babak 16 besar dan kemudian menyingkirkan tuan rumah Russia di babak perempat final. 

****

Satu hal bahwa adu pinalti jelas tidak menggambarkan potensi sebuah tim sesungguhnya. Banyak yang bilang kalah adu pinalti ibarat kalah lotre, tidak mendapat keberuntungan pada hari tersebut. Apes, sial, naas, celaka, atau apapun istilahnya. 

Tapi asumsi bahwa adu pinalti ibarat lotre, bisa dengan mudah dipatahkan dengan beberapa bukti. 

Mengapa Jerman empat kali duel adu penalti bisa menang terus? Nasib baikkah? lalu Brasil menang empat kali dari lima kesempatan. Atau jika memang lotre yang sewaktu-waktu bisa berpihak pada hari baik, mengapa tim Inggris baru dua kali ibernasib mujur? tiga kali adu penalti sebelumnya, tiga kali kalah. Italia, Spanyol, dan Belanda, mungkin sedikit lebih baik dari Inggris, tetapi rekornya juga jelek, lebih banyak kalahnya.

Dengan begitu, adu pinalti bukanlah sekadar menggantungkan pada nasib baik saja. Perlu kesiapan, keberanian, dan ketangguhan mental.

Sepak bola zaman dulu barangkali menilai adu penalti hanya ditentukan faktor mental saja, sehingga tak masuk agenda latihan. Bagi mayoritas pelatih, tendangan pinalti bukan sekadar persoalan teknis yang bisa dibereskan melalui latihan terus menerus. Tidak peduli seberapa banyak latihan pinalti dilakukan, pemain tetap tidak bisa merancang bagaimana sebuah tendangan penalti yang sempurna.

Namun sepak bola modern sekarang ini harus terbiasa menerima adu pinalti sebagai rencana, bagian dari strategi. 

Probabilitas adu penalti semakin besar. Dalam pertandingan yang kian menentukan, semua tim bermain hati-hati dan bertahan habis-habisan yang dianggap lebih sedikit resikonya daripada kecolongan di extra time. Oleh karena itu, beberapa pelatih memberikan waktu khusus berlatih tembakan pinalti. Bahkan merasa perlu dukungan data statistik dan hukum fisika dari ahli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun