Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Malam Penebusan Gareth Southgate di Wembley

29 Juni 2021   17:03 Diperbarui: 29 Juni 2021   17:37 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.theguardian.com/football/live/2020/mar/24/england-v-germany-euro-96-semi-final-live

Namun impian itu dikandaskan kembali oleh kaki-kaki pesepak bola Jerman yang dibintangi Andreas Kopke, Mattias Sammer, Thomas Helmer, di bawah pelatih dingin berwajah pucat, Berti Vogts.

Lagi-lagi mengulang drama di Turin 1990, Inggris kembali takluk melalui adu penalti setelah bermain 1-1 selama 120 menit. Dari seluruh  12 eksekutor penalti dari kedua tim, hanya tembakan algojo Southgate yang gagal bersarang. Inggris kalah 5-6. Selesai sudah semuanya.

Namun tidak buat Southgate, dia larut dalam kesedihan mendalam. Ia menangis digandeng kapten Tony Adams untuk memberi salam perpisahan pada 80 ribu fans Wembley yang tak berhenti bernyanyi sebelum tembakan Soutgate ditahan Kopke. Southgate merasa dia telah meruntuhkan seluruh impian negaranya.

Setelah kekalahan adu penalti di London tersebut, Inggris seperti ditakdirkan untuk selalu menderita kekalahan dari adu tembakan dari jarak 11 meter. Adu penalti yang kejam mengakhiri perjalanan Three Lions berturut-turut di Piala Dunia 1998, Piala Eropa 2004, Piala Dunia 2006, dan Piala Eropa 2012.

Namun bagi saya, kekalahan paling menyakitkan Inggris terjadi pada Piala Eropa 1996, dan tentu saja Southgate sebagai penembak gagal Inggris yang paling tragis dibandingkan beberapa eksekutor Inggris yang tak berhasil melaksanakan tugas. Sekadar menyebut nama Stuart Pearce dan Chris Waddle (1990); Paul Ince dan David Batty (1998); David Beckham dan Darius Vassel (2004); Frank Lampard, Steven Gerrard, dan Jamie Caragher (2006); Ashley Young dan Ashley Cole (2012).

Entah bagaimana bisa, Southgate sudah menjadi ikon kegagalan adu penalti Inggris. Sebagaimana jika publik sepak bola mengingat pemain Italia Roberto Baggio yang tendangan penaltinya melambung tinggi di final Piala dunia 1994 melawan Brasil.

Sejak malam buruk Inggris itu, saya bersimpati pada Gareth Southgate, yang bermain untuk klub Aston Villa, klub favorit Pangeran Williams.

***

Pada saat otoritas FA mengumumkan Gareth Southgate menjadi manager Inggris menggantikan Sam Allardyce, saya pesimis, Southgate rasanya belum pantas menduduki kursi salah satu pekerjaan terberat di dunia.

Saya telah membayangkan Southgate akan dibully, dicaci maki lagi ketika gagal mengangkat tim Inggris berprestasi. Sebagaimana deretan pelatih Inggris sebelumnya. Sebagaimana dia dulu disebut 'pecundang' hanya karena gagal dalam satu tendangan penalti.

Kekhawatiran saya tidak terbukti, pada Piala Dunia Rusia 2018, turnamen akbar pertama Southgate, penampilan Inggris memberikan nuansa baru yang tampil cukup gemilang. Perlahan namun pasti, dia mulai membangun timnas Inggris yang hancur lebur dari warisan timnas Piala Dunia 2014 dan Piala Eropa 2016. Inggris diantarkan melangkah ke semifinal Piala Dunia, pertama kali sejak 28 tahun sebelumnya di Italia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun