Selain kemenangan Boris pada 1985 dan Djokovic 2019, masih banyak pertandingan besar yang dapat saya kenang dengan sangat baik. Sekadar menyebut, Pete Sampras mendominasi pada era 1990-an; Goran Ivanesivec akhirnya sukses pada 2001 saat berstatus pemain wild card; Roger Federer memenangkan lima kali beruntun (2003-2007); Rafael Nadal mematahkan dominasi Federer di final 2008 yang luar biasa; saya patah hati bersama Andy Roddick pada final 2009; air mata Andy Murray yang kalah di final 2012 dari Federer, dan setahun kemudian Andy Murray terharu saat memenangkan Wimbledon 2013, gelar yang ditunggu-tunggu publik Inggris Raya selama 77 tahun.
Di sektor putri, saya merindukan pengganti Yayuk Basuki, petenis terbaik Indonesia tersebut bisa bersaing di Wimbledon, puncak prestasi Yayuk adalah mencapai perempat final pada 1997, sebelumnya selalu kandas di babak keempat (16 besar). Yayuk tidak hanya mengharumkan negara Indonesia tapi juga bangsa Asia. Periode itu Yayuk bersama petenis Jepang Kimiko Date merupakan petenis andalan Asia. Mereka berkompetisi dengan ratu-ratu tenis Steffi Graff, Monica Seles, Gabriella Sabatini, Aranxa Sances Vicario dan sebagainya.
Sore ini di All England Club, London, tak ada pesta kebun, tak ada pertandingan final yang seru, tak ada drama podium trofi juara. Turnamen tahun depan akan sangat dinantikan dan kita akan lebih menghargainya.Â
Sampai jumpa pada Wimbledon 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H