Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Ode untuk Lin Dan

7 Juli 2020   14:37 Diperbarui: 7 Juli 2020   20:12 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditopang oleh kaki-kaki kuat dan lincah menutupi semua area permainan, seperti tak ada celah untuk lawan bisa mematikannya. Ia dijuluki tembok China karena sulit ditembus.

Setelah Thomas Cup, Olimpiade 2004 Athena menjelang. Tentu Lin Dan sangat difavoritkan memenangkan medali emas, sebagaimana Jianhua di Barcelona 1992. Tim badminton Indonesia datang ke Athena dengan was-was tidak bisa mempertahankan tradisi emas karena pebulutangkis kita di semua nomor tidak lagi konsisten dan meyakinkan.

Hasilnya mengejutkan, fenomena Jianhua di Barcelona mirip dengan Lin Dan di Athena, menjadi dan berkah bagi Indonesia. Lin Dan takluk di babak pertama oleh Ronald Susilo, pemain Singapura berdarah Indonesia. Kandasnya Lin Dan membuka lebar-lebar langkah juara Taufik Hidayat, dan juga Sony meraih perunggu.

Setidaknya hanya tiga kekalahan Lin Dan yang paling bisa saya ingat. Selain di Athena, dua lagi kekalahan penting Lin Dan saat menyerah pada Taufik di Kejuaraan Dunia di Anheim Amerika Serikat 2005 dan pertandingan final Asian Games Doha 2006.

Di Anheim AS, Lin Dan tak berkutik dan kalah begitu mudah (3-15, 7-15). Konon itulah penampilan terbaik Taufik sepanjang kariernya, nyaris sempurna. Sedangkan kemenangan Taufik atas Lin Dan di Doha lewat pertandingan dramatis di set kedua.

Setelah itu, Taufik sudah melewati puncak sedangkan Lin Dan semakin matang baik secara teknik dan lebih penting lagi semakin kuat secara mental, faktor yang membuatnya gagal di Athena, AS, dan Doha, sekalipun ia unggulan teratas.

Bisa dikatakan setelah kegagalan di Doha, ia belajar banyak menata mental dan fokus berlaga di pertandingan besar. Lin Dan lalu menjelma jadi sosok tangguh yang sulit dikalahkan di turnamen-turnamen besar.

Taufik dan Peter Gade mulai kedodoran hingga pensiun, hanya Lee Chong Wei menjadi pesaingnya utamanya yang sesekali mengusik Super-Dan.

Rentang waktu 2006 sampai 2014, Lin Dan berhasil menyabet lima Kejuaraan Dunia; dua medali emas Olimpiade (2008 dan 2012); dua medali emas Asian Games (2010 dan 2014); dan menambah empat kali juara menjadikan enam trofi All England.

Terakhir pada 2014 dan belum ada tanda-tanda ia pensiun. Membuat saya gusar ia bisa menyamai prestasi Rudi Hartono dengan delapan trofi turnamen klasik tersebut.

Rasanya Lin Dan bukan hanya antagonis utama bagi Indonesia, tapi juga buat Malaysia dan Denmark. Karena Lin Dan, Chong Wei dan Gade tak pernah bisa juara dunia dan meraih medali emas Olimpiade. Sedangkan Taufik Hidayat tak pernah sukses di All England.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun