Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

The Choice, Tidak Ada Hirarki Penderitaan

5 Juli 2020   16:18 Diperbarui: 5 Juli 2020   16:21 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat menyusun disertasinya, ia berkunjung ke Israel pada 1975 untuk mewancarai penyintas holocaust, dan ia menemukan, mengartikulasikan dan membuat kesimpulan: kita dapat memilih untuk menjadi sipir kita sendiri, atau kita dapat memilih untuk bebas.

Pengalaman panjang dan pendidikan tinggi kemudian ia manfaatkan untuk membantu penyembuhan orang lain sebagai psikolog klinikal. Membantu orang untuk melampaui keyakinan yang membatasi diri, untuk menjadi siapa mereka seharusnya di dunia.

Pasiennya orang-orang yang diabaikan dan dilecehkan. Beragam latar belakang dan profesi, dari remaja anoreksia, perempuan kanker payudara, tentara militer yang diselingkuhi istrinya, pasangan yang di ambang perpisahan. Menurut Eger, kita akan memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan dalam hidup, kita akan membuat kesalahan, kita tidak akan selalu mendapatkan yang kita inginkan. Ini adalah bagian dari manusia.

Sangat menarik dan unik pendekatan Eger pada pasiennya, namun ia selalu menekankan bahwa semua makna hakiki dalam hidup akan datang dari diri sendiri. Each momen is a choice. Tidak peduli seberapa berat masalah dan peristiwa yang kita hadapi. Kita memiliki kapasitas untuk membenci dan kapasitas untuk mencintai. Yang mana yang kita pilih, terserah kita, karena kita selalu dapat memilih bagaimana kita merespons.

Kekuatan pikiran positif tidak cukup, juga membutuhkan aksi positif. Dari rangkaian proses terapis, Eger juga membuat kita paham bahwa tidak ada yang namanya hirarki penderitaan. Kehilangan uang, salah pilih warna mobil, putus cinta, atau menjadi korban perang seperti dirinya, sama saja, perlu terapis pemulihan. Selalu ada jalan untuk menjadi lebih baik, tidak peduli apa yang kita alami.

Sulit saya percaya ada kisah demikian menyentuh dari pengalaman hidup seorang Dr. Edith Eva Eger. Latar belakangnya yang unik memberinya wawasan yang luar biasa. Dari kisah Eger kita belajar menghargai kenangan, menolak semua jejak kesedihan dan ketakutan serta memandu menangani situasi sulit, menuju kebebasan sejati.

Eger kini berusia 93 dan terus menangani pasien sembari tetap berlatih balet. Membaca memoar Eger, kita mendapatkan pengetahuan, pemahaman, dan kecerdasan sosial dan emosional yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun