Bung Karno begitu dekat di hati dan pemikiran dengan Mahatma Gandhi, bahwa dirinya seorang nasionalis, tapi jiwa kebangsaannya perikemanusiaan, perwujudan Pancasila yang ia rumuskan secara simbolik dengan lima jari tangan, lima Pendawa Mahabharata, dan lima Rukun Islam. Ia pun senang dengan kesakarakalan dan mistis, seperti saat mengisahkan Jumat 17 Agustus sebagai tanggal yang mistis, Jumat legi yang manis. Tanggal yang memberikan harapan, tujuh belas adalah angka yang suci, keramat, dan berada dalam bulan suci Ramadan.
Di saat awal sekali, ketika kemerdekaan ini masih merupakan sebuah impian yang jauh, Bung Karno telah berjanji kami tidak menghendaki sebuah kerajaan. Ia selalu berbicara menentang bentuk lain, kecuali republik (hlm. 238).
Bung Karno adalah arsitek yang artistik, merancang bentuk-bentuk yang indah. Kkepemimpinan Bung Karno terletak pada kemampuan merumuskan perasaan yang tersembunyi dari rakyat, menafsirkan dengan tepat kemauan rakyat, dan menyampaikan dengan kata-kata perasaan rakyat ke dalam istilah-istilah politik dan sosial. Barangkali ia terinpirasi dari petani kecil bernama Marhaen yang ia temui saat bersepeda di pedalaman Bandung. Pada waktu Indonesia merdeka, hanya enam persen rakyatnya melek pada aksara.
Bagi Sukarno, menjadi presiden adalah pekerjaan yang membuat orang cepat tua, tak bebas naik sepeda berkeliling Jawa. Tak leluasa pergi ke pasar seni dan menawarnya. Terkungkung dalam penjara protokoler. Ia mengklaim berkerja sejak pukul tujuh pagi sampai dengan pukul sembilan malam dengan gaji 220 dollar AS. Gaji yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, karenanya ia tak malu sering meminjam uang dari ajudannya.
Sukarno tak lupa begitu terkesan dengan Bung Hatta, duetnya memimpin Indonesia. Ia menggambarkan sosok Bung Hatta sebagai ekonom baik dalam ilmu maupun watak. Selalu bersikap hati-hati, kaku, tanpa emosi, dan selalu mengedepankan intelektualitas (hlm. 141).
Dari buku ini juga kita mengetahui bahwa sosok Bung Karno adalah sumber perdebatan, ia demikian kontroversial. Banyak kebijakan dan kisah-kisah sebagai pemimpin revolusioner dan sebagai Presiden ditentang. Mulai soal pandangannya tentang patriotisme dan fasisme; Berkompromi dengan para ulama soal persoalan seks tentara Jepang; Memanfaatkan prostitusi dalam kegiatan PNI; sampai kegiatan berbelanja BH di Amerika Serikat.
Bung Karno, penggemar kopi tubruk, tak sungkan berbicara perjalanan asamaranya dengan beberapa perempuan. Ia mengaku jika menyangkut seorang perempuan, hatinya menjadi lemah. Hasrat mencintai Bung Karno begitu besar, karena baginya kasih sayang menghapus segala yang buruk.
Merdeka!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H