Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Pengalaman Unik Menjadi Penggemar Didi Kempot

6 Mei 2020   12:22 Diperbarui: 6 Mei 2020   20:03 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: www.kompas.com)

Nostalgia merasuki jiwa saya. Waktu seperti terlipat, senang betul, rasanya saya pun kini menjadi penggemar Didi Kempot, penggemar campursari. Tidak sama saat ia pertama kali muncul dua puluh tahun lalu, saya tak antusias meski kerap mendengarkan lagu-lagunya. Kemungkinan karena hal emosional berupa kerinduan, saya lebih menikmati dan menghayati lagu-lagu Didi Kempot sekarang. Makin dewasa saya, rasanya lagunya makin enak dan makin cocok di hati dan pikiran.

Saya yakin dulu sudut pandang saya salah. Meskipun lagi-lagunya berbahasa Jawa dan penampilan Didi Kempot seperti abdi dalem--kadang berkostum lengkap dengan beskap dan blangkon-- lagu-lagunya bertema cinta, sangat universal dengan tema meratapi cinta, dan pernah dialami semua orang dari mana pun ia berasal.

Beberapa kali saya mengunggah status kutipan lirik-lirik ‘cengeng’ dalam lagu-lagu Didi. Buat saya ini pengalaman unik yang tak biasa. Lalu saya menceritakan kepada Vera, istri saya, tentang fenomena Didi Kempot. Namun sama halnya dulu saya, Vera tidak cukup paham untuk tertarik pada Didi Kempot dan musik campursari. Pengetahuan dan pengalaman budaya Jawanya sangat minim. Justru dua anak perempuan saya yang sering menonton Youtubers cilik, sesekali mendengar kata-kata bahasa Jawa, sedikit lebih tertarik saat saya bercerita Didi Kempot, namun tetap saja masih belum paham apa maksud saya menceritakannya. Di Makassar saya merasa kesepian, belum punya teman untuk sekadar mendengarkan dan berdiskusi bersama mengenai Didi Kempot dengan musiknya. Tak mengapa, untuk sementara saya menikmati sendiri dulu.

Pada 11 April 2020 Didi Kempot bekerja sama dengan Kompas TV menggelar konser dari rumah untuk menggalang dana sekaligus menjadi agen efektif untuk menghimbau para warga masyarakat jangan mudik dulu demi mencegah penyebaran Covid-19. Ia bahkan menciptakan satu lagu spesial berjudul "Ojo Mudik" dan tampil seperti biasa menghibur penggemarnya yang menghadapi masa-masa sulit sekarang. Seperti yang kita tahu konser tersebut berhasil menggalang donasi sebesar 7,6 miliar rupiah.

Setahu saya itu merupakan penampilan terakhirnya di publik. Kemarin Selasa pagi 5 Mei 2020, pukul 10 pagi Wita, saat saya sedang di depan laptop work frome home, tiba-tiba ada satu notifikasi dari media daring menampilkan berita dengan judul: Penyanyi Campur Sari Didi Kempot Meninggal Dunia.

Saya tentunya terkejut, mencoba mengkonfirmasi ke beberapa sumber lagi, dan tidak butuh waktu lama untuk percaya bahwa sang maestro telah pergi, pada usia 53 tahun. Sore menjelang berbuka puasa Didi Kempot diantar ribuan orang untuk dimakamkan di Kabupaten Ngawi Jawa Timur. Didi Kempot meninggalkan banyak kenangan dan kebaikan kepada kita semua.

Pada akhirnya menurut saya, Didi Kempot melebihi popularitas musik campursari itu sendiri. Saya tidak pernah tahu nama-nama penyanyi campur sari selain Didi Kempot. Begitulah, Didi Kempot adalah campursari dan campursari adalah Didi Kempot.

Selamat Jalan. Sugeng Tindak, sang Maestro.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun