Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Setelah "Sapiens", Sambutlah "Homo Deus"

2 Mei 2020   19:00 Diperbarui: 2 Mei 2020   20:26 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah mengebolarasi empat miliar tahun seleksi alam dalam buku Sapiens. Yuval Noah Harari kembali hadir mengentak dan membuat banyak orang terperanjat dengan apa yang ditulisnya pada buku Homo Deus.

Harari tanpa ragu memproyeksikan masa depan hidup umat manusia dan bagaimana kekuatan global, yakni seleksi alam, yang menjadi kekuatan utama dalam suatu evolusi telah digantikan oleh inteligent design, berupa teknologi baru yang merekayasa ulang tubuh dan pikiran pada masa depan demi menciptakan manusia yang lebih unggul yang disebutnya Homo Deus.

Kita telah melewati dua dekade abad ke-21, dan kita sekarang paham bahwa produk utama dari abad ke-21 adalah tubuh, otak, dan pikiran. Produk-produk yang jauh lebih dahsyat dari mesin uap, telegram, atau apapun produk yang telah dihasilkan pada abad ke- 19 dan 20.

Tubuh, otak, dan pikiran juga bisa dimanipulasi oleh kekutaan bioteknologi dan algoritma komputer. Algoritma adalah seperangkat langkah metodis yang bisa digunakan untuk melakukan kalkulasi, pemecahan masalah, dan mencapai keputusan-keputusan. Dengan pemrosesan data di mesin algoritma dimungkinkan untuk menciptakan atau melenyapkan bahkan perasaan-perasaan rumit seperti cinta, marah, takut, dan depresi dengan menstimulasi titik-titik yang tepat pada otak manusia (hlm. 330).

Data pribadi kita mungkin menjadi sumber daya paling berharga, yang dimanfaatkan raksasa-raksasa teknologi. Algoritma Google dan Facebook, contohnya, semakin hari semakin akurat. Mesin itu bisa memprediksi opini dan keinginan Anda lebih baik dari diri sendiri. Ia bisa tahu siapa diantara pemilih mengambang dalam pemilu, dan menentukan bagaimana strategi jitu merebut suara tersebut, dan masih banyak lagi persoalan besar manusia yang akan bisa diselesaikan dengan damai.

Harari juga menjelaskan dengan meyakinkan pada kemanusiaan millennium ini sudah tidak memikirkan tiga persoalan besar kehidupan sebelumnya: kelaparan, wabah, dan perang. Sejak beberapa dekade, lebih banyak orang mati karena obesitas daripada mati akibat kelaparan; dan lebih banyak orang mati karena bunuh diri ketimbang mati akibat perang. Harari barangkali meleset soal masalah wabah di sini, saat sekarang dunia kewalahan mengatasi pandemik Covid-19.

Manusia jarang puas dengan apa yang sudah dicapai. Melainkan mengejar lebih banyak. Target manusia selanjutnya adalah imortalitas, kebahagiaan, dan keilahian. Proyek besar yang memastikan kebahagiaan global, yang akan melibatkan rekayasa ulang Homo Sapiens sehingga ia bisa menikmati kesenangan abadi, menjadi immortal.

Nilai-nilai yang kita anut pada masa kini, mengatasi usia tua dan bahkan kematian, bukan lagi sekadar memaknainya. Manusia selalu mati karena alasan teknis. Apa yang menyebabkan? Masalah teknis lainnya, tidak ada yang metafisik dalam kematian, semuanya masalah teknis. Solusinya pun solusi teknis. Demikian hipotesa berani Harari yang tentunya banyak didebat para penganut konservatif.

Bisakah terwujud ? Faktanya lanjut Harari manusia-pemerintah sudah menginvestasikan banyak waktu dan uang dalam teknologi nano di laboratorium-laboratorium untuk memungkinkan kita mewujudkan tujuan ambisius itu, menjustifikasi superioritas manusia. Jika dulu ilmu kedokteran untuk menyembuhkan orang sakit, maka zaman kini dengan revolusi medis, tidak hanya menyembuhkan orang sakit tapi juga membuat orang sehat menjadi makin sehat, dan itu terus berkembang tanpa batas.

Bagaimana di bidang ekonomi? Seperti yang telah kita saksikan dewasa ini ekonomi global telah bertransformasi dari ekonomi material ke ekonomi pengetahuan yang tentunya berbasiskan algoritma. Tiap saat melesat demi memenuhi kebutuhan. Harari menilai kapitalisme pasar bebas dan komunisme yang dikendalikan negara bukanlah ideologi, kredo etis, atau institusi politik yang bersaing. Pada dasarnya, keduanya menggunakan sistem pemrosesan data yang bersaing. Kapitalisme menggunakan pemrosesan data yang terdistribusi, sedangkan komunisme bertumpu pada pemrosesan data yang tersentralisasi (hlm. 425);

Dari semua proyeksi masa depan terbersit satu kegamangan bahwa kita hari ini tidak tahu apa yang harus diajarkan kepada anak-anak. Sebagian besar dari apa yang saat ini dipelajari di sekolah mungkin tidak relevan pada saat mereka berusia 30 tahun nanti. Satu-satunya cara manusia bisa bertahan dalam permainan ini adalah terus belajar sepanjang hidup, dan terus memperbaharui diri berulang-ulang.

Tidak sepenuhnya saya atau kita setuju apa yang ada dalam buku lebih dari 500 halaman ini, namun saya sepakat Harari menulis dengan keyakinan dan data yang kuat. Harari pencerita berbakat secara alami, humor cerdas dan analogi segar yang menancap. Pemikir paling orisinal sekaligus provokatif. Kejelasan dan fokusnya luar biasa dengan pas meramu teori dan data dari banyak disiplin ilmu (sains, sejarah, filsafat, dan banyak lagi) untuk menghasilkan studi yang penting bagi umat manusia.

Tak ada tendensi selain berusaha menyajikan berbagai kemungkinan logis masa depan. Apakah menjadi kenyataan, tentu saja hanya waktu akan menjawabnya. Yang pasti kita punya cara baru memikirkannya setelah membaca karya hebat Harari.

Yes setelah Sapiens, sambutlah Homo Deus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun