Setelah sempat tertunda, saya dan Vera, istri, akhirnya pada Kamis, 26 Desember 2019, berhasil menonton Knives Out. Tak sangka saya, agak sulit juga mendapatkan tiket bioskop untuk film ini, meskipun saya tahu sekarang musim libur anak sekolah dan akhir tahun.
Saya mengira tema 'lama' Knives Out tak bakal banyak disenangi, khususnya generasi milenial yang selalu haus akan sesuatu yang baru dan fresh. Tetapi tanpa disadari, saya atau kita, sekali-kali sebenarnya merindukan sesuatu yang lama. Ya, kita merindukan film dengan tema klasik, tentang drama misteri pembunuhan.
***
Pada sebuah pagi di rumah berkelir merah marun dengan arsitektur dan interior klasik; lebih menyerupai kastil dengan pekarangan rumput luas yang tertata rapi, Harby 'Harlan" Thrombey (Christopher Plummer) sang pemilik yang malamnya baru saja merayakan ulang tahun ke -85 bersama keluarga dan orang terdekat, ditemukan tewas oleh Fran, pelayan rumah. Harlan mati berlumuran darah terbujur di sofa kamarnya dengan leher tersabet.
Harlan Thrombey merupakan penulis novel-novel drama misteri yang laku di pasaran. Dari karya-karyanya, dia telah mengumpulkan kekayaan super.Â
Pengungkapan kematian Harlan dan bagaimana warisan aset bernilai ratusan juta dollar AS, menjadi intisari film yang disutradarai oleh Rian Johnson ini. Satu masalah keluarga yang biasa sebenarnya, termasuk problem klasik keluarga Indonesia: harta warisan.
Kita harus paham terlebih dulu bahwa dalam rumah besar tersebut, Harlan tinggal bersama keluarga inti. Anak sulung, Linda (Jamie Lee Curtis) dan suaminya yang berselingkuh, Richard (Don Johnson). Pasangan ini punya anak bernama Ransom (Chris Evans) yang manja.
Lalu putranya, Walt Thrombey (Michael Shannon) bersama Donna, istrinya. Walt berprofesi penerbit yang sangat bergantung pada karya-karya Harlan. Walt dan Donna (Riki Lindhome) punya anak bernama Jacob Thrombey, yang berpaham sayap kanan dan menggenggam gawai terus menerus. Terakhir ada Joni Thrombey (Tony Collete), istri dari anak Harlan yang sudah mati tapi masih tinggal dirumah dan sangat bergantung secara finansial pada Harlan untuk menyekolahkan putrinya, Meg Thrombey. Jangan lupakan ibu Harlan yang usianya tak diketahui lagi.
Di luar keluarga inti Harlan, hadir sosok Marta Cabrera (Ana de Armas), perawat Harlan yang baik dan tulus. Harlan selalu memuja Marta, dan Marta juga lah orang terakhir bersama Harlan di malam pesta tersebut. Setiap tokoh keluarga Harlan terlibat dalam konflik utama di rumah itu. Kalau pun tak terlibat, ia memberi latar atau motivasi terhadap karakter utama.
Marta merupakan karakter unik, jika berbohong ia akan muntah. Marta adalah imigran Latin. Meskipun Marta berulang kali diberitahu oleh anak dan cucu Harlan, bahwa dia adalah "bagian dari keluarga", namun dia tidak diundang ke pemakaman Harlan. Semua anggota keluarga Harlan bahkan tak mengetahui pasti negara latin keluarga Marta berasal ? pura-pura peduli padahal tidak. Suatu sindiran sosial kuat yang diajukan Jhonson.
Jhonson juga merangkap penulis skenario, membangun dan meramu naskah cerita dengan rapi tentang tragedi keluarga hingga mencapai klimaks. Plot sangat cerdik mengecoh penonton, lewat karakter seperti ibu Harlan yang'pikun'; gerak-gerik orang di rumah, dialog samar-samar, hingga lewat properti seperti tangga berderit, bola bisbol, pijakan lumpur sepatu. Sungguh menyenangkan karena tidak akan mudah untuk mengetahui siapa sesungguhnya yang tega menghabisi laki tua seperti Harlan.
Jhonson, lewat karakter Benleit Benoit Blanc (Daniel Craig), detektif swata yang eksentrik dengan logat aneh, seperti mengajak kita bermain rubik untuk menyusun dengan baik pola-pola yang tak tetarur, sedikit demi sedikit, menemukan lapis demi lapis petunjuk-petunjuk kecil untuk menemukan bukti kejahatan.
Secara garis besar, Blanc dan dua koleganya, mengurai perkara dengan tiga tahap: keterangan saksi, penyelidikan dan panjelasan teori, dan penarikan kesimpulan yang menakjubkan. Rekonstruksi ditampilkan dengan format kilas balik menghubungkan antara masa lalu dan masa kini yang dinamis antara periode waktu yang berbeda. Dijabarkan selama dua jam lebih dengan tempo cerita tinggi, menuntut fokus kita supaya dapat menghubung-hubungkan semua dialog, tanda, dan gestur.
Johnson mengambil formula penting mengenai misteri pembunuhan yang mengesankan. Knives Out diisi dengan tipu daya dan keserakahan, dengan menyisipkan selera humor cerdas. Kelucuan-kelucuan itu didapat dari pola pikir, cara bicara, dan kekonyolan segelintir karakter.
Jadilah Knives Out film akhir tahun memukau dan menghibur, dan menawarkan kesenangan nostalgia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H