Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Brasil Mencari Kebanggaan yang Hilang

17 Juni 2018   19:33 Diperbarui: 18 Juni 2018   00:24 2412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Foto: https://www.fifa.com)

Banyak pakar dan aplikasi online canggih menempatkan Brasil sebagai kandidat terkuat juara Piala Dunia 2018. Salah satu indikator prediksi itu karena penampilan Brasil di babak kualifikasi Piala Dunia zona Amerika Selatan sangat meyakinkan. Burung Kenari-julukan Brasil, menjadi negara pertama yang lolos ke putaran final Piala Dunia Rusia 2018. Tepatnya pada bulan Maret 2017, pertandingan ke-14 dari 18, setelah menang 3-0 atas Paraguay.

Kualifikasi zona Conmebol memang  sangar. Ada 10 negara bertanding dalam sistem kompetisi penuh selama dua tahun. Seperti liga elit, mereka berebut empat peringkat teratas untuk mendapatkan tiket otomatis. 

Chili korban keganasan kali ini, juara Copa Amerika 2015 dan 2016 tersingkir, bahkan sekadar menempati peringkat kelima, yang mendapatkan kesempatan menjalani pertarungan playoff melawan wakil zona Oseania. Seperti sudah kita ketahui lima negara yang berhak tampil adalah Brasil, Uruguay, Kolombia, Argentina, dan Peru.

Namun seberapa banyak orang mengingat hasil kualifikasi ?

Panggung utama dan ajang pertarungan sebenarnya adalah putaran final di Rusia. Selecao Brasil sudah sering kali punya rekor ciamik di babak kualifikasi, tapi menguap begitu saja di putaran final. Pernah pula sebaliknya, Brasil tertatih-tatih di kualifikasi  Piala Dunia 2002, namun justru tampil sempurna dengan meraih sembilan kemenangan beruntun di Korea-Jepang ketika Ronaldo da Lima membawa Brasil meraih gelar kelima Piala Dunia, Penta.

****

Biar bagaimana pun, Brasil berangkat ke Rusia sedikit-banyak masih membawa trauma bencana empat tahun lalu. Rusia 2018 adalah Piala Dunia pertama setelah tragedi Mineirazo. Siapa yang bisa menghilangkan aib seketika akibat kekalahan telak 1-7 oleh Jerman, dan 0-3 oleh Belanda di Brasil 2014. 

Pelatih Brasil Luiz Felipe Scolarie meletakkan jabatan, kemudian digantikan Dunga, yang juga menukangi Brasil dalam Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Di tangan Dunga, tak ada tanda-tanda Brasil bakal bangkit.  Di Copa Amerika, Brasil tersingkir cepat dari Peru. Federasi akhirnya memecat sang kapten 1994 itu.

Ya, sudah semestinya negara dengan sejarah panjang seperti Brasil segera bangkit dari keterpurukan. Sejarah mungkin saja berulang. Bencana Mineirazo yang memilukan ini bisa menjadi satu tonggak membuka sejarah baru seperti sejarah yang tertulis 68 tahun lalu.

Maracanazo 1950 memang teramat pedih, namun saat bersamaan menciptakan kekuatan mental tangguh. Tragedi Maracanazo 1950 menjadi awal mula kelahiran sepak bola Brasil menjadi negara sepak bola paling hebat yang bisa menjuarai Piala Dunia sebanyak lima kali, dimulai delapan tahun setelah Maracanazo. Bisa jadi jika tak ada tragedi Maracanazo, Brasil tak akan sesukses saat ini.

Mineirazo 2014, mestinya bisa menginspirasi tim Brasil 2018 seperti 68 tahun lalu, bahkan melebihinya. Brasil tetaplah negara dengan talenta sepak bola terbaik di dunia. Namun persaingan sepak bola modern dewasa ini tidaklah cukup mengandalkan talenta, keterampilan teknik, tetapi juga menuntut keandalan manajemen organisasi yang solid. Ini belum menjadi orientasi Brasil, sehingga tidak heran dalam tiga kali turnamen Piala Dunia terakhir, mereka kandas dari tim-tim Eropa yang lebih terorganisir.

Bahwa negeri samba gudangnya seniman sepak bola, kita tentu tak meragukan, hanya saja para seniman sepak bola itu acap kali melupakan hakikat bahwa sepak bola adalah satu kesatuan utuh yang harus saling berbagi, demi satu tujuan bersama, bukan tujuan pribadi.

Satu tim tampil di turnamen besar seperti Piala Dunia perlu perencanaan yang sistematis dan matang. Mereka tak perlu malu meniru negara-negara Eropa dalam hal demikian. 

Mereka akan lebih dahsyat  jika memadukan pesepak bola terbaiknya dengan manajemen organisasi yang solid. Singkatnya seperti yang disarankan Jose Mourinho, bahwa Brasil harus merombak filosofi bermain agar tidak terlindas industri sepak bola, serta terus percaya kepada talenta-talenta yang mereka miliki.

****

Adenor Leonardo Bacchi, atau lebih terkenal dengan nama Tite (diucap 'Titi'), diyakini orang yang paling tepat untuk membangkitkan nama besar sepak bola Brasil. Tite memang telah lama bermimpi menjadi pelatih timnas Selecao.

Mantan pelatih Corintihans yang mengantar menjadi juara Liga Brasil 2015 dan Libertadores, oleh banyak pakar bola di sana disebut pelatih bagus dan revolusioner. Tite tak sungkan berguru pada Carlo Ancelotti dan Arsene Wenger, yang dianggap sebagai orang paling hebat di dunia sepak bola modern.

Sejauh ini melihat capaian babak kualifikasi di atas, Tite melebihi ekspektasi masyarakat Brasil, yang sebelumnya berada di tingkat terendah, membuat permainan Brasil lebih sederhana, cara bermain yang berbeda. Bagi Tite, kolektivitas lebih penting ketimbang permainan individu. 

Kolektivitas adalah kunci utama permainan. Mereka bermain lebih variatif. Tidak terus-menerus menyerang frontal, tapi acap juga mengendurkan tempo sembari diam-diam  mencari celah kosong dan  melancarkan serangan balik mematikan. Brasil gaya baru rasa Eropa.

Nanti malam di Rostov Arena, Tite dengan pasukan anak muda berapi-api yang dipimpin Nyemar cs akan memulai  Piala Dunia dengan melawan Swiss, di persaingan Grup E.

Tite perlahan sudah menumbuhkan harapan baru untuk warga Brasil yang merindukan prestasi di Piala Dunia. Mencoba menemukan kembali kebahagiaan dan kebanggaan yang hilang setelah menanggung derita empat tahun lalu. Saya pun penasaran sejarah baru seperti apa yang akan ditorehkan Brasil di Rusia ?

Mari kita menantikan bersama. Dan Jangan lupa nonton bola tanpa Kacang Garuda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun