Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggugat Sistem Pendidikan Dasar Nasional

13 Februari 2018   12:36 Diperbarui: 9 September 2018   22:52 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rekan-rekan Ichsan Yasin Limpo saat menghadiri Ujian Doktor (dok. pri)

Hari Kamis (8/2) pekan lalu, setelah ujian terbuka selama lebih dua jam,  Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin meyudisium Ichsan Yasin Limpo sebagai Doktor ilmu Hukum. Ichsan, Bupati Kabupaten Gowa dua Periode, dan sekarang Calon Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, sukses dan meyakinkan mempertahankan disertasi yang berjudul  Politik Hukum Pendidikan Dasar Dalam Sistem Pendidikan Nasional, di hadapan Dewan Senat Promotor dan Penguji, termasuk penguji eksternal Prof. Dr. Hamdan Zoelva, mantan Ketua MK, sekaligus alumni Program Doktor Ilmu Hukum Unhas.

Ichsan YL menggugat regulasi hukum dan kebijakan pemerintah dalam penyelenggaran pendidikan di tingkat dasar dan menengah. Terdapat tiga persoalan yang menjadi fokus, yakni : kesatu, Siknronisasi dan harmonisasi pengaturan pendidikan dasar dalam sistem pendidikan nasional; kedua, implementasi pengaturan pendidikan nasional ditinjau dari legal policy; ketiga, bagaimana menciptakan konsep ideal pengaturan pendidikan dasar dan menegah.

Untuk menjawab tiga permasalahan di atas, ditetapkan tiga pendekatan penelitian, yakni: kesatu, pendekatan regulasi (Statute approach) dengan menelaah peraturan perundangan mulai UUD 1945, UU UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan berbagai peraturan turunan hingga tingkat Perda.

Kedua, pendekatan konsep (conceptual approach) untuk memahami dan mengkaji konsep-konsep kewenangan pengaturan pendidikan dasar secara berjenjang kewenangan pemerintah kabupaten/kota, kewenangan provinsi, dan kewenangan pemerintah pusat; ketiga, pendekatan perbandingan (comparative approach) dengan melakukan penelitian penyelenggaraan pendidikan dasar di Australia, Belanda, Finlandia, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura. Cara perbandingan inilah yang membuat disertasi ini memiliki kedalaman analisa, yang kemudian kita jadi tahu di mana posisi Indonesia dalam bidang pendidikan.

****

Ichsan YL mengutip paparan Anies Baswedan sewaktu menjabat Mendikbud pada acara silatuhrahmi Kementerian yang dilaksanakan Desember 2014, bahwa 75 persen sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar pelayanan minimal. Kondisi birokrasi dan kondisi pendidikan nasional sudah sangat gawat. Fakta, yang sesunguhnya membuat kita harusnya prihatin.

Satu faktor penyebab keterpurukan pendidikan nasional adalah politik hukum pendidikan, mengenai pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum (beserta kebijakan pemerintah) yang sesuai dengan kebutuhan.

Ichsan YL menyimpulkan bawa pengaturan pendidikan dasar dalam sistem pendidikan nasional tidak siknron dan tidak harmonis dengan kebijakan pendidikan  dasar dan menengah dalam Pembukaan dan Batang tubuh UUD 1945 khususnya Pasal 31; UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya Pasal 2, dan Pasal 12; PP No. 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan khususnya Pasal 51; dan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah boleh menggalang dana yang bersumber dari orang tua/wali siswa. Ketentuan peraturan yang lebih rendah telah membelokkan atau mengganti maksud dan tujuan dari ketentuan peraturan yang lebih tinggi, bahkan dalam UU yang sama yakni UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas terdapat kontradiksi antara Pasal 2 dengan Pasal 12 Ayat (2) huruf b.

Politik hukum tentunya berpengaruh langsung pada implementasi. Peneliti menilai bahwa pengaturan pendidikan dasar dalam sistem pendidikan nasional kita, telah menyimpang jauh dari semangat pendiri bangsa kita yang tertuang dalam rumusan pandangan Muh Yamin dalam sidang BPUPKI, dan rumusan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 , serta UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, baik dalam proses penyelenggaraan sistem pembelajaran maupun dalam proses penilaian dalam evaluasi belajar yang berjenjang. Justru implementasi dari semangat politik hukum pendidikan dasar kita, ditemukan dalam praktik/implementasi penyelenggaran pendidikan dasar di enam negara yang merupakan lokasi penelitian.

Salah satu masalah pengelolaan sekolah adalah muatan mata pelajaran pada semua jenjang terlalu menekankan pada aspek kognitif, beban siswa terlalu berat, serta minim pengembangan karakter. Di sekolah dasar kita, terdiri dari 11 mata pelajaran dengan beban 30-36 jam perminggu. Di tingkat SMA siswa harus mengikuti 16 mata pelajaran. Padahal di negara-negara maju seperti Finlandia dan Singapura, paling maksimal 9 tagihan mata pelajaran.

Ini kemudian menciptakan 'stres akademik', yang memaksakan, menekan, bahkan mengancam peserta didik. Tidak tercipta atmosfir belajar yang kondusif untuk memberikan ruang yang luas bagi anak untuk mengembangkan kreativitasnya. Padahal kreativitas sangatlah dibutuhkan untuk berinovasi dan berkompetisi di masa yang akan datang.

Diskursus menarik dijelaskan Ichsan YL, bahwa bahwa anak-anak pada usia 3 tahun sampai 8 tahun adalah anak-anak yang berada pada the golden age,  yang memiliki potensi yang besar otak anak berkembang, dengan berkembangnya jaringan sel otak (neuron) pada otak kiri dan otak kanan diharapkan pada usia 8 tahun jaringan sel otak (neuron) yang ada pada otak kiri dan otak kanan dapat tersambung. Kesempatan ini tidak boleh dilewatkan karena pengalaman menunjukkan bahwa upaya remedial bagi generasi yang terlanjur kehilangan masa emasnya tak akan banyak gunanya.

Saya teringat artikel Boediono-mantan Wapres berlatar belakang akademisi--bahwa bidang ilmu tersebut adalah Neuroscience, ilmu yang mempelajari perkembangan dan bekerjanya otak manusia. Satu temuan penting dan relatif baru di bidang ini adalah bahwa kualitas otak manusia sudah mulai terbentuk sejak bayi dalam kandungan. Kemudian pada umur-umur emas, hampir seluruh perangkat otak anak terbentuk dan ini akan menentukan kapasitas daya pikir anak yang ia bawa sampai dewasa nanti. pada umur krusial ini terbentuk sebagian besar kecerdasan akademik, kecerdasan emosional, dan kecerdasan sosial sang anak, yang nantinya akan sangat menentukan jalan hidupnya. 

***

Menurut rekomendasi peneliti, perlu mensinkronkan dan konsistensi pengaturan pendidikan dasar dengan kebijakan pengaturan pendidikan di Indonesia, mulai dari UUD 1945, UU No. 23 tentang Sisdiknas, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, hingga pada kebijakan yang paling rendah.

Dari aspek implementensi penyelenggaraan pendidikan dasar 12 tahun, tidak mengenal lagi SD, SMP, dan SMA, sehingga sistem pendidikan ideal adalah kelas 1 sampai kelas 12 menjadi satu kesatuan utuh sebagai sistem yang berkelanjutan. Demikan pula dengan evaluasi, modelnya tidal lagi berjenjang dan muaranya bukan pada lulus-tidak lulus, bukan naik-atau tinggal kelas, rangking-atau tidak rangking; tapi evaluasi telah menuntaskan atau belum menuntaskan kompetensi kurikulum minimalnya.

Sedangkan konsep ideal pendidikan dasar yang sejalan dengan politik hukum pendidikan nasional adalah Sistem Kelas Tuntas Berkelanjutan (SKTB) berbasis IMTAQ Indonesia yang titik beratnya pada aspek proses dan bukan pada output dimana semua tagihan mata pelajaran berkelanjutan dan menerapkan semi SKS. Inti dari SKTB adalah automatic promotion atau tidak mengenal tinggal kelas.

Pada intinya pendidikan adalah proses, bukan sekali dua kali, tapi terus berkesinambungan. Seperti yang disampaikan Ichsan YL di mimbar ujian, bahwa apa yang telah dikajinya merupakan sebentuk ihktiar mencerdaskan anak-cucu kita ke depan dalam bersaing di tingkat global.

Disertasi Ichsan YL menurut tim penguji, sangat layak dijadikan dasar pertimbangan dalam penetapan kebijakan di sektor pendidikan. Itu harapan dari satu karya ilmiah di tingkat doktoral.

Maju terus Pendidikan Nasional.

lxxe7990-5a827bddbde57574336e91b2.jpg
lxxe7990-5a827bddbde57574336e91b2.jpg

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun