Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggugat Sistem Pendidikan Dasar Nasional

13 Februari 2018   12:36 Diperbarui: 9 September 2018   22:52 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diskursus menarik dijelaskan Ichsan YL, bahwa bahwa anak-anak pada usia 3 tahun sampai 8 tahun adalah anak-anak yang berada pada the golden age,  yang memiliki potensi yang besar otak anak berkembang, dengan berkembangnya jaringan sel otak (neuron) pada otak kiri dan otak kanan diharapkan pada usia 8 tahun jaringan sel otak (neuron) yang ada pada otak kiri dan otak kanan dapat tersambung. Kesempatan ini tidak boleh dilewatkan karena pengalaman menunjukkan bahwa upaya remedial bagi generasi yang terlanjur kehilangan masa emasnya tak akan banyak gunanya.

Saya teringat artikel Boediono-mantan Wapres berlatar belakang akademisi--bahwa bidang ilmu tersebut adalah Neuroscience, ilmu yang mempelajari perkembangan dan bekerjanya otak manusia. Satu temuan penting dan relatif baru di bidang ini adalah bahwa kualitas otak manusia sudah mulai terbentuk sejak bayi dalam kandungan. Kemudian pada umur-umur emas, hampir seluruh perangkat otak anak terbentuk dan ini akan menentukan kapasitas daya pikir anak yang ia bawa sampai dewasa nanti. pada umur krusial ini terbentuk sebagian besar kecerdasan akademik, kecerdasan emosional, dan kecerdasan sosial sang anak, yang nantinya akan sangat menentukan jalan hidupnya. 

***

Menurut rekomendasi peneliti, perlu mensinkronkan dan konsistensi pengaturan pendidikan dasar dengan kebijakan pengaturan pendidikan di Indonesia, mulai dari UUD 1945, UU No. 23 tentang Sisdiknas, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, hingga pada kebijakan yang paling rendah.

Dari aspek implementensi penyelenggaraan pendidikan dasar 12 tahun, tidak mengenal lagi SD, SMP, dan SMA, sehingga sistem pendidikan ideal adalah kelas 1 sampai kelas 12 menjadi satu kesatuan utuh sebagai sistem yang berkelanjutan. Demikan pula dengan evaluasi, modelnya tidal lagi berjenjang dan muaranya bukan pada lulus-tidak lulus, bukan naik-atau tinggal kelas, rangking-atau tidak rangking; tapi evaluasi telah menuntaskan atau belum menuntaskan kompetensi kurikulum minimalnya.

Sedangkan konsep ideal pendidikan dasar yang sejalan dengan politik hukum pendidikan nasional adalah Sistem Kelas Tuntas Berkelanjutan (SKTB) berbasis IMTAQ Indonesia yang titik beratnya pada aspek proses dan bukan pada output dimana semua tagihan mata pelajaran berkelanjutan dan menerapkan semi SKS. Inti dari SKTB adalah automatic promotion atau tidak mengenal tinggal kelas.

Pada intinya pendidikan adalah proses, bukan sekali dua kali, tapi terus berkesinambungan. Seperti yang disampaikan Ichsan YL di mimbar ujian, bahwa apa yang telah dikajinya merupakan sebentuk ihktiar mencerdaskan anak-cucu kita ke depan dalam bersaing di tingkat global.

Disertasi Ichsan YL menurut tim penguji, sangat layak dijadikan dasar pertimbangan dalam penetapan kebijakan di sektor pendidikan. Itu harapan dari satu karya ilmiah di tingkat doktoral.

Maju terus Pendidikan Nasional.

lxxe7990-5a827bddbde57574336e91b2.jpg
lxxe7990-5a827bddbde57574336e91b2.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun