Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Semoga Tuhan Memberkati Suara Kita

9 April 2014   05:57 Diperbarui: 1 September 2016   15:37 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_302485" align="aligncenter" width="468" caption="http://nasional.kompas.com/"][/caption]

Ini kali keempat Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia menyelenggarakan pemilu langsung di masa transisi setelah terlepas dari belenggu panjang otoritarian rezim orde baru.

Dan besok, saya akan mendatangi Tempat Pemungutan Suara (TPS), masuk ke bilik suara, dan mencoblos partai pilihan--lengkap dengan calon legislatifnya, yang sudah jauh hari saya putuskan. Waktu yang lumayan singkat di dalam bilik hanya untuk menetapkan pilihan kita dalam perwakilan daerah dan perwakilan nasional.

Setiap orang berhak menganalisa semua pilihannya, mengapa ia akhirnya memilih partai tertentu. Saya pun merasa bersemangat untuk melakukan sedikit analisa saya bagi negara tercinta.

Eforia politik memang sedang melanda banyak orang. Di masa kampanye politik yang telah berakhir pekan silam, kita banyak disuguhi janji palsu, retorika, saling sindir antar peserta pemilu, kebanyakan berdebat tanpa berusaha menjelasakan kongkrit visi dan misi yang coba ditawarkan. Sangat membosankan.

Ya, jika saya harus jujur, semakin sering para juru kampanye dan calon-calon legilatif-yang banyak tak saya kenal, membuka mulut besar mereka dengan umbar janji, makin pudar pula harapan saya kepada mereka. Alhasil, sudah banyak sekali saudara-saudara di lingkaran keluarga, sahabat, kolega, dan lebih nyata pengguna media sosial, sudah terlanjur apatis dan mememutuskan tak akan memilih esok hari.

Mereka termasuk golongan putih (golput), dengan macam-macam dalih. Sebagian dari mereka sudah memvonis bahwa tak akan ada perubahan signifkan dengan wakil-wakil rakyat hasil pemilu besok dibanding kualitas parlemen yang ada sekarang. Ini yang sedikit gegabah, menyimpulkan terlebih dahulu sebelum waktunya. Mayoritas Caleg yang akan bertarung dinilai sangat buruk.

Alih-alih mengetahui rekam jejak kinerja mereka, yang ada kita hanya diberi tontonan mengenai skandal dan berita negatif yang terus menerpa kehidupan sang Caleg silih berganti. Sangat heboh dengan permak-permak politik, tapi tanpa subtansi yang punya manfaat.

Saya tak ingin latah. Okelah, saya tak akan membantah berapa banyak Caleg yang tak layak pilih. Pastilah banyak memang benar faktanya dan itu terang sekali. Namun bukan berhenti di situ. Banyak bukan berarti semuanya. Masih ada tersisa pastinya calon wakil rakyat yang tulus mengabdi, biar pun hanya 5 persen saja, misalnya.

Lalu kenapa kita tidak mencari tahu dan berangkat dari angka secuil itu untuk meniupkan harapan yang akan membesar. Dari laman Kompas yang saya baca siang tadi, saya setuju dengan argumen Basuki Thajaja alias Ahok, dengan memilih Golput, maka itu akan menolong orang tak berkualitas akan berkuasa. Terlepas dari mayoritas politik pengumbar janji itu, tentulah masih ada kelompok minoritas politik yang setia memegang teguh nilai-nilai luhur politik sebagai sarana mensejahterakan rakyat yang merata.

Dari sini saya berangkat. Sangat simpel meski juga sangat ekstrim, bahwa minimal kita pilih orang buruk dibandingkan memilih orang terburuk. Saya tak akan menyia-nyiakan hak politik saya. Pemilu untuk memilih penyelenggra negara bidang legislatif dan nanti pemilu presiden, sepatutnya menciptakan optimisme yang akan banyak menentukan perjalanan bangsa indonesia, setidaknya dalam 5 tahun kedepan.

Buat teman-teman, luangkan waktu anda untuk memberikan suara yang sesuai pilihan, dan kita tunggu saja dengan positif apa pun hasilnya.

Semoga Tuhan memberkati pilihan kita semua. Salam kemenangan.




Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun