Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Aku dan Piala Dunia 2010 (5); Rasa Baru di Negeri Mandela

12 Juni 2014   17:00 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:05 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_310807" align="aligncenter" width="460" caption="http://www.theguardian.com/football/2010/jul/11/world-cup-final-nelson-mandela"][/caption]

Sungguh, piala dunia 2010 merupakan piala dunia yang benar-benar baru. Di benua baru, juara dunia baru, dan juga cara kita menikmati dengan nuansa baru. Hal yang terus melekat jika saya mengilas balik piala dunia edisi-19.

Kemenangan Agung

Waktuya bagi Afrika. Setelah benua Asia diberi kepercayaan menggelar piala dunia 2002, maka delapan tahun kemudian FIFA memberikan kehormatan kepada benua Afrika untuk menjadi tuan rumah turnamen olah raga paling megah sejagat.

Tak pernah terbayangkan sebelumnya, bahwa piala dunia akan diselenggarakan di Afrika Selatan, negara dengan sistem pemerintahan Apartheid. Politik jaman purba yang memisahkan manusia hanya karena kulit terang dan kulit gelap. Sampai mujizat Tuhan untuk Afsel diturunkan melalui satu sosok manusia berhati mulia, mendiang Nelson Mandela.

Madiba-begitu ia disapa, adalah simbol pemersatu bangsa, yang punya sikap maaf tak pernah habis terhadap orang-orang kulit putih yang mengasingkan tubuhnya selama 27 tahun di pulau nan suram. Ketika bebas dan kemudian terpilih menjadi Presiden, ia merangkul ras putih dengan tulus, tak pernah sedikit pun menyimpan dendam. Afrika Selatan harus menatap era baru yang bermasa depan cerah.

Meskipun timnas Bafana-Bafana gagal melaju,namun Afsel dengan ketokohan Mandela sukses menyelenggarakan Piala Dunia 2010 dengan elegan, tanpa noda humanisme. Dunia banyak belajar pada Afsel bagaimana meraih kemenangan agung di lapangan sepakbola.

Piala Dunia Digital

Seingat saya, Afsel 2010 adalah piala dunia pertama berlangsung ketika media jaringan sosial seperti Facebook, Twitter, Blogspot, tengah mewabah di seluruh dunia. Bahkan bagi forum Kompasiana tercinta ini pun, piala dunia 2010 adalah ajang perdana menyemarakkan pesta sepak bola.

Karena kemajuan teknologi itu, membuat cara kita menikmati piala dunia pun berbeda. Sangat asik, dan lebih seru. Pada setiap pertandingan, kita semua bisa aktif, bahkan pada saat pertandingan tengah berlangsung, dengan memberikan komentar tentang jalannya pertandingan, atau mencela tim lawan yang dijagokan teman. Pokoknya tak ada yang lewat.Jadwal, kans, prediksi, hasil, dan warna-warni piala dunia lainnya, termasuk fenomena Paul Gurita yang menghebohkan dengan prediksi-prediksi jitunya. Kesemuanya adalah informasi yang bergulir tak terbendung,

Momen di lapangan hijau sendiri yang paling heboh dikaitkan dengan teknologi pada saat pertandingan perdelapan final, Inggiris melawan Jerman. Skor 1-2. Pada menit 38, tendangan Lampard dari jarak 25 meter meluncur keras ke arah tengah gawang. Bola melesat cepat melewati jangkauan Neuer yang terlalu maju. Jabulani menghantam mistar bagian bawah dan seketika terpental jatuh sekitar 1 meter di belakang garis, kemudian memantul keluar di atas Neuer yang segera mengamankan dan menendang jauh seolah-olah tidak gol. Wasit pun terus melanjutkan permainan. Sampai kemudian teknologi membuktikan kebenaran yang tak terbantahkan.

Skandal macam ini yang acap berulang akhirnya membuka mata dan hati para elit FIFA, bahwa sudah waktunya penggunaan teknologi pada pertandingan sepak bola. Sepak bola mesti mengakui lebih banyak manfaat daripada mudharat jika teknologi garis gawang dipakai. Jangan sampai sepak bola menjadi terisolasi. Lihatlah olah raga Tennis dan Badminton yang telah memanfaatkan teknologi tersebut demi meminimalkan kesalahan manusia.

****

Trofi piala dunia sendiri diboyong ke Spanyol setelah menang melawan Belanda di final melalui golden goal Andreas Iniesta di masa extra time. La Furia Roja mencatatkan sebagai juara baru bersanding dengan 8 negara jawara dunia sebelumnya. Ini gelar sempurna bagi Spanyol setelah sebelumnya juga sukses juara Eropa 2008. Spanyol pun menikmati era kejayaan di dunia sepak bola, setelah berdarah-darah membangun timnas solid selama 40 tahun.

Piala dunia dengan cita rasa baru telah terjadi di Afsel. Maka biarkanlah saya menanti apa yang akan terjadi di Brasil sepanjang sebulan ke depan.

Salam sepak bola.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun