Perasaan malu adalah aspek emosi, rasa bersalah adalah aspek kognisi yang terkait dengan kemampuan berpikir seseorang. Rasa malu dan rasa bersalah merupakan fenomena yang berbeda tiap budaya. Di negara yang peradabannya tinggi, rasa malu terkait dengan sesuatu yang normatif. Sementara di negara tertentu, termasuk Indonesia, rasa malu dinilai berdasar relasi sosial, bukan benar-salah yang terkandung dalam nilai-nilai hidup. Itulah mengapa pada banyak kasus korupsi, uang hasil korupsi, banyak dinikmati orang dekat, sehingga tak hanya mendapat dukungan, malah menciptakan loyalis-loyalis koruptor. Pokoknya banyak uang, orang kaya, akan sendirinya mendapat tempat istimewa di lingkungan sosial.
Dan karena itu pula, kita harus merevolusi mental memaknai rasa malu dan bersalah. Kedua hal tersebut tak bisa diajarkan karena bukanlah teori tapi harus dicontohkan sebagai perilaku, yang menujukkan kita terus mengalami peradaban sebagai manusia yang berbudaya.
Salam revolusi mental.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H