Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mendamba Makassar Aman dan Bahagia

22 Februari 2015   20:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:42 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak lahir saya tinggal di kota. Maka saya tak pernah membayangkan bisa hidup selain di kota. Walaupun seringkali kehidupan metropolitan digambarkan sangat keras dan kejam.

Sebuah kota bagi saya bukanlah tentang bangunan, tidak soal mal, bukan hotel, dan tidak pula mengenai gedung perkantoran. Kota adalah tentang manusia, tempat kita mengekspresikan cinta. Ukuran kemajuan kota bukan dilihat dari tingkat ekonomi dan infrastruktur, melainkan dari seberapa bahagia penduduknya. Jika penduduk bahagia maka akan menumbuhkan sikap positif dan dapat mengembangkan diri secara baik.

Ahli perkotaan dari Jerman, Charles Landry mengatakan kota harus menjadi jangkar, seperti rumah yang memberi rasa stabil, ada tradisi yang dijaga dan berbeda satu sama lain. Kota harus memiliki tujuan jelas akan menuju kemana dan menjadi apa. Dengan kata lain harus memberi stimulasi, kegairahan, memiliki privasi tapi terkoneksi dengan mudah dengan dunia luar. Tantangannya adalah menciptakan kota yang seimbang.

Kota dikatakan nyaman dan seimbang paling tidak jika memenuhi kebutuhan dasar, fasilitas publik, ruang terbuka, keamanan, keterhubungan secara sosial, kualitas arsitektur baik, lingkungan hijau, akses terhadap alam, kondisi bisnis, dan pengembangan kebijakan pro aktif.

Persepsi dan teori di atas barangkali sangat ideal, dan barangkali juga tak ada satu pun kota di dunia ini yang memenuhi sempurna seluruh indikator kota bahagia sehingga membuat tempat tersebut layaknya surga terindah. Tetap saja, setiap kota akan selalu memiliki masalah kompleks.

****

Saya mengangkat masalah kota dan permasalahannya ini didasari konteks faktual yang sedang melanda kota yang saya huni, Makassar. Benarkah Makassar saat ini merupakan kota yang tidak aman dan mencekam? Pertanyaan yang banyak diajukan ini tentu melahirkan interpretasi yang berbeda.

Namun faktanya, sudah lebih dari sebulan di Makassar, kasus kriminal aksi ‘Geng Motor’ tiap hari terjadi, mulai dari perampasan, perampokan, pembacokan, bahkan sampai pembunuhan. Juga yang membuat miris setelah korban terus berjatuhan adalah respon dingin dari pihak kepolisian dan pemimpin kota.

Walikota sepertinya tak niat melindungi seluruh warganya dari ancaman-ancaman mengerikan. Tidak pula sekadar berempati kepada korban dan keluarganya. Mana polisi ? sama saja, nihil. Padahal tak susah menurut saya membekuk pelaku kejahatantersebut. Paling simpel tembak saja di TKP. Daripada geng motor yang membunuh warga tak bersalah, lebih baik komplotannya yang tewas. Biar kapok. Masa iya, intitusi sekelas Polri kalah oleh anak-anak muda berandal jalanan. Bahkan aparat polisi pun menjadi korban kesadisan anak-anak muda yang sudah kehilangan akal sehat dan hati nurani.

Sungguh suatu kemunduran peradaban penduduk Makassar.

Makassar harus aman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun