Mohon tunggu...
Christian Suharlim
Christian Suharlim Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Christian is a medical doctor from Universitas Indonesia, worked for the Indonesian Ministry of Health (2011-2013), and is now an MPH student in Harvard University (Health Policy).\r\n\r\nHe has specific interest in comparative health systems, especially those implemented in major developed country - and analyze their applicability for Indonesia. He is a HUGE BPJS supporter, and he wishes for an Indonesia where everyone have access to affordable and quality health care.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Satu Orang Satu Suara: Efek Jangka Panjang Politisasi Kesehatan

1 Juni 2013   14:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:41 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden dan kepala daerah mulai dipilih langsung oleh rakyat sejak tahun 2004. Pemilihan langsung Indonesia berpedoman pada sistem pemilihan dimanasetiap orang memiliki satu suara pilih yang sama kuatnya, apakah orang tersebut seorang pengangguran buta huruf ataupun profesor di bidang kebijakan publik. Kelemahan sistem one man one vote ini banyak dieksploitasi calon presiden dan kepala daerah dengan memformulasikan janji janji bersifat populis yang menarik suara masyarakat.

Tidak bisa dipungkiri, masalah kesehatan selalu merupakan topik yang menarik dibicarakan dalam agenda politis kita. Masalah kesehatan memang merupakan masalah dinamis yang terus bergulir. Bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat pun, masalah kesehatan menjadi topik utama debat presidensial Obama-Romney tahun kemarin. Kebijakan kesehatan yang diangkat mendekati pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah memang selalu tampak populis untuk meraih simpati masyarakat. Pengobatan gratis dan jaminan kesehatan daerah menjadi daya tarik tersendiri untuk masyarakat golongan kecil.

Agenda yang diusung ke publik juga belum tentu merupakan jalan keluar yang terbaik untuk mengatasi masalah masalah kesehatan yang ada. Fokus kebijakan kesehatan ke arah pengobatan (kuratif) membutuhkan pendanaan yang besar. Saat ini pendanaan kesehatan kearah kuratif menghabiskan 60-85% anggaran yang ada, sementara seluruh ahli kesehatan masyarakat sepakat bahwa investasi pada upaya promotif preventif sangat efisien dari sisi pendanaan dan memberikan dampak yang lebih besar dalam jangka panjang.

Upaya mencari dukungan instan dengan terus mengusung kebijakan kuratif perlu didicermati, karena selain menghabiskan biaya yang tidak sedikit, juga hanya memberi dampak minimal dalam peningkatan derajat kesehatan. Data SDKI menunjukkan angka kematian ibu dan bayi yang stagnan dalam 5 tahun terakhir. Indikator kesehatan lain berupa usia harapan hidup dan angka kesakitan dari berbagai penyakit juga tidak banyak memperoleh kemajuan dari kebijakan pengobatan gratis yang banyak diumbar.

Berbekal pengalaman beberapa tahun kemarin, dimana berbagai program jaminan kesehatan daerah mengakibatkan bangkrutnya RSUD yang berpartisipasi, kini mata kita lebih dibuka lagi dengan kejadian KJS. Saat ini berbagai rumah sakit mulai mundur dari program pemerintah provinsi DKI Jakarta karena paket pembiayaan yang dinilai tidak sesuai dengan operasional yang dikeluarkan oleh rumah sakit tersebut. Hal ini diperberat dengan warisan program jamkesda periode sebelumnya berupa hutang ratusan miliar rupiah.

Sudah sangat jelas bahwa mengunggulkan upaya kuratif (pengobatan gratis) hanyalah merupakan usaha politis semata untuk meraih simpati masyarakat secara cepat dan tidak memberikan banyak kontribusi pada derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

Sudah saatnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah menggariskan rencana kesehatan jangka panjang yang mengutamakan pendekatan promotif preventif. Rencana yang perlu dibuat oleh berbagai lapisan masyarakat dan dapat digunakan sebagai masterplan pengembangan kesehatan daerah dan nasional, sebuah rencana yang diwariskan dan diamanatkan kepada penerus jajaran pemerintahan.

Sejak dahulu kita sudah dibekali dengan perkataan; mencegah lebih baik daripada mengobati. Sudah saatnya kata kata tersebut diimplementasikan menjadi action. Mengadakan air minum bersih, memperbaiki sanitasi, kebersihan lingkungan, dan menggalakkan vaksinasi merupakan beberapa program yang seharusnya dimajukan untuk meningkatkan derajat hidup masyarakat dan menurunkan angka kesakitan / kematian akibat penyakit menular. Sementara itu, larangan merokok, pemeriksaan kesehatan berkala, pencegahan obesitas, dan aktivitas fisik akan menurunkan beban hidup akibat penyakit degeneratif.

Kebutuhan Indonesia saat ini bukanlah pengobatan gratis yang mahal, namun penyelesaian di hulu permasalahan dengan mengutamakan program kesehatan promotif-preventif. Sudah saatnya kita melek terhadap masalah kesehatan yang terjadi dan solusi terbaik dalam mengatasinya. Para ahli kesehatan masyarakat perlu lebih dilibatkan dalam membentuk tatanan perencanaan kesehatan Indonesia. Masalah kesehatan Indonesia terlalu penting untuk diserahkan ke tangan politisi dan dijadikan agenda politik demi kepentingan tertentu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun