Film horor umumnya adalah soal manusia sebagai sosok protagonis, dan setan sebagai antagonis. Penonton dibuat terbuai oleh pembagian binary seperti itu. Yang baik dan yang jahat. Kalau horor, sudah pasti manusianya baik. Setannya jahat.
Tidak dengan film Qodrat. Kisahnya mengupas, membongkar, mempreteli, membedah -- bahwa soal rasuk-merasuk yang katanya semata didalangi setan, bisa juga adalah buah dari masalah sosiologis, budaya, spiritual. Bahkan ekonomi! Juga politik!
Nah lho?
Menurut saya, kisah Qodrat sesungguhnya adalah bukan soal melawan setan si jahat, tetapi soal dualisme dalam diri manusia, yang selama bisa bernafas pastinya bisa terjerat oleh yang namanya ketamakan, keserakahan. Hasrat untuk membuahi godaan-godaan itu kemudian dipoles dalam kedok agama, institusi, jabatan. Apa saja bisa menjadi kedok. Namun masyarakat bawah yang terbiasa memandang silau kedok-kedok itu, gagal memahami persoalan yang sebenarnya memasung mereka.
Jeng Christine, berat-berat amat sih ngulasnya?
Well, hidup itu kayak kuali, apa saja bisa masuk untuk dimasak. Politik iya, sosiologi iya, ekonomi iya, budaya iya, agama iya, dan lainnya. Betul apa betul? Film Qodrat berhasil membungkus aspek-aspek itu dalam wujud sebuah film horor.
Hm, akhir kata - untuk rekomen film ini saya gak berani juga karena grafiknya yang lumayan mengerikan belum tentu dapat diterima semua orang. Tetapi secara pribadi, bravo Qodrat. Terimakasih untuk sebuah film yang cerdas. Christine Setyadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H