Mohon tunggu...
Crysant Aurely Tumanggor
Crysant Aurely Tumanggor Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Atma Jaya Yogyakarta

introvert, kpopers

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kamu Hobi Belanja Barang Fast Fashion? Baca Artikel Ini!

24 September 2023   19:24 Diperbarui: 26 September 2023   15:46 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Manusia sebagai makhluk sosial" kata-kata tersebut sudah sangat sering kita dengar di lingkungan kita, yang dimana kita sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan dirinya sendiri. Manusia membutuhkan manusia lainnya untuk hidup dan berkembang. Sama hal nya dalam memenuhi kebutuhan dalam hal primer seperti pakaian, untuk mendapatkan sebuah pakaian kita juga memerlukan orang lain dalam memproduksi serta mendistribusi pakaian tersebut hingga sampai ketangan konsumen.

Pakaian dapat menjadi simbol bagi seseorang untuk berekspresi dan berkomunikasi, pakaian menjadi kebutuhan yang utama bagi para masyarakat di seluruh dunia terutama dalam hal fashion. Fashion merupakan gaya busana dan tampilan dalam mengekspresikan diri yang terlihat bagaimana seseorang mengelola outfit nya setiap hari. Pada era modernisasi ini, fashion menjadi salah satu ikon dalam cara berpakaian masyarakat dunia, serta didukung dengan kecanggihan teknologi yang didukung dengan inovasi dan kreativitas mengubah gaya hidup yang cepat dan praktis sehingga dunia fashion berkembang semakin pesat dan menciptakan sebuah trend yang sangat menarik para konsumen.

Berdasarkan siklus perubahan trend fashion yang sangat cepat berganti menyebabkan banyaknya masyarakat yang terus menerus membeli item fashion yang sedang trend karena tidak ingin ketinggalan dengan fashion yang sedang hype maupun populer di kalangan masyarakat. Maka terjadilah kemunculan fast fashion yang menawarkan trend fashion dengan harga yang relatif murah dan kualitas yang sesuai sehingga dengan harga yang dapat diterima dari segala tingkatan kalangan masyarakat yang tertarik akan menjadi terlalu konsumtif terhadap tren fashion. Pada perkembangannya saat ini, trend fashion berubah menjadi sangat cepat, membuat orang tidak ingin ketinggalan dan mencari barang-barang fashion keluaran terbaru dari berbagai brand Muazimah, A., & Rani, F. (2020)

Melalui trend fashion yang silih berganti, perilaku konsumtif pada fashion trend tersebut didukung dengan adanya faktor dari media sosial, iklan maupun promosi, harga yang murah dan terjangkau, terinspirasi dari para influencer dan artis, desain atau inovasi baru, dan fear of missing out (FOMO), dll. Adapun beberapa brand yang dianggap sebagai fast fashion dan penyumbang limbah fashion yang mengotori bumi yaitu Zara brand yang menjadi salah satu yang pertama disebut sebagai fast fashion dan zara memproduksi sekitar 450 juta pieces perharinya, H&M, forever twenty one,  uniqlo, shein, dan yang terakhir mango. Brand tersebut dianggap menjadi salah satu brand fast fashion karena seringkali memproduksi fashion item dalam waktu singkat serta mengeluarkan gaya yang baru setiap musimnya.


Hal tersebut semakin diperparah dikarenakan industri fast fashion merupakan salah satu industri yang paling mengotori bumi nomor 2 di dunia dan membunuh banyak orang. Industri fast fashion memproduksi item dalam skala besar sehingga ketika ada barang yang reject maupun lebih akan dialihkan dan menimbulkan sampah. Sehingga limbah atau sampah produksi fashion tersebut memberikan dampak yang buruk bagi kerusakan pada faktor sosial dan lingkungan.

sumber dari euronews.com
sumber dari euronews.com
Terdapat dampak negatif dari industri fast fashion berdasarkan faktor sosial yaitu konsumerisme terhadap fashion yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan namun takut jika harus ketinggalan trend yang ada, adanya gaya hidup yang berubah dari waktu ke waktu karena terbawa arus globalisasi, merasa selalu kekurangan fashion items sehingga selalu membeli fashion item yang sedang trend. Selain dampak berdasarkan faktor sosial terdapat dampak pada faktor lingkungan seperti kerusakan pada sumber daya alam yang telah tercemar akibat dari limbah tekstil, polusi udara dari industri fast fashion yang menghasilkan emisi gas rumah kaca.

Pada pengaruh konsumtif masyarakat terhadap trend fast fashion ini saya mengaitkan dengan teori disonansi kognitif yang diperkenalkan pada tahun 1957 oleh Leon Festinger. Teori disonansi kognitif merupakan sebuah teori yang berfokus pada persepsi dan kognisi dalam mempengaruhi serta dipengaruhi oleh motivasi dan emosi. Teori ini juga memiliki elemen kognitif layaknya sikap,keyakinan,pikiran dan pengetahuan serta disonansi merujuk pada ketidakselarasan atau perbedaan persepsi. Ketika ketidakselarasan tersebut seseorang akan mengubah cara pandangnya agar menjadi lebih sesuai sehingga dengan perubahan tersebut akan mengurangi disonansi kognitif yang ada.

Maka pada konteks fast fashion, disonansi kognitif dapat muncul karena berbagai alasan yaitu bahwa para konsumen dari industri fast fashion telah mengetahui bahwa sisi gelap dari produk fast fashion yang terjangkau tapi kualitas produk yang diberikan cenderung tidak tahan lama, juga sudah banyak sekali beberapa kelompok masyarakat yang sudah menerapkan campaign terhadap fast fashion dan dampak yang diberikan fast fashion kepada lingkungan sehingga kemungkinan yang terjadi karena sulit untuk berhenti mengikuti trend-trend yang sangat fashionable karena telah kecanduan dengan gaya hidup yang konsumtif terhadap fast fashion.

Upaya serta solusi yang dapat dilakukan terkait pengurangan disonansi kognitif terhadap fast fashion dengan cara membatasi pembelian pakaian dan lebih menerapkan Sustainable Fashion dan Ethical Fashion seperti membeli fashion items yang lebih timeless sehingga dapat di mix and match lebih mudah serta jual dan beli barang melalui thrift shop, dan lebih care dengan fashion item yang dibeli dengan tidak lupa untuk meningkatkan kesadaran akan dampak fast fashion kedepannya. Sehingga dengan munculnya teori disonansi kognitif ini diharapkan bahwa para konsumen fast fashion dapat mengubah cara pandang agar dapat lebih bijak dalam membeli fashion items dan mengurangi kegiatan konsumtif terhadap fast fashion dan beralih pada  Sustainable Fashion dan Ethical Fashion yang lebih ramah lingkungan.

Daftar Pustaka :

Agung, M. (2007). Disonansi Kognitif. Literatur. Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.

Endrayana, J. P. M., & Retnasari, D. (2021). Penerapan Sustainable Fashion Dan Ethical Fashion Dalam Menghadapi Dampak Negatif Fast Fashion. Prosiding Pendidikan Teknik Boga Busana, 16(1).

Muazimah, A., & Rani, F. (2020). Pengaruh fast fashion terhadap budaya konsumerisme dan kerusakan lingkungan di Indonesia. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 7(2), 1-15.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun