Mohon tunggu...
Andi Kurniawan
Andi Kurniawan Mohon Tunggu... Pejalan sunyi -

penjelajah hari, penjelajah hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelajaran Hidup dari Menggosok Gigi #1

23 Februari 2016   15:11 Diperbarui: 23 Februari 2016   15:43 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat menggosok gigi ternyata memberi banyak pelajaran hidup. Seperti beberapa hari ini ketika aku menggunakan pasta gigi ukuran jumbo yang harus kubeli gara-gara Zahra, si sulung mendapat tugas sekolah membuat teropong. Salah satu bahan yang digunakan adalah kardus bekas pasta gigi, yang menurutnya ukuran yang paling pas adalah yang paling besar, perlu dua buah lagi. Akhirnya akupun membeli pasta gigi tersebut, yang biasanya kubeli yang jenis lain walaupun merknya sama, dengan ukuran yang lebih kecil, atau ukuran sedang. Dengan ukuran segitu, biasanya pasta gigi akan habis sebulan penuh untukku sendiri, karena istri menggunakan seri yang lebih premium karena giginya lebih sensitif, sementara anak-anak menggunakan merk lain untuk gigi anak-anak, kecuali yang paling besar yang sudah tidak mau lagi dianggap anak-anak.

Konsekuensi dari itu adalah, aku harus membiasakan diri untuk menggunakan pasta gigi jumbo itu sehari-hari. Rasanya ada yang berbeda memang, selain dari ukuran, juga rasa karena biasanya aku menggunakan yang jenis herbal yang rasa-rasanya sedikit lebih lembut aromanya, entah sebenar-benarnya seperti itu atau sugesti karena bungkusnya yang berwarna merah yang terkesan lebih keras dibandingkan seri herbal yang berwarna hijau. Hal lain yang membedakan adalah pada perilaku dalam mengambil pasta gigi. Tanpa aku sadari, walaupun kemudian aku menyadari, porsi pasta gigi yang kuambil ternyata jauh lebih besar dibandingkan biasanya, kadang hingga meluber ke pinggir bulu sikat dan tercecer ke mana-mana. Kejadian itu tidak sekali-dua kali tapi sering, yang kemudian membuatku berpikir, ada sesuatu yang salah di sini. Sepertinya porsi pasta gigi yang super besar membuatku merasa memiliki banyak cadangan yang seolah tak akan habis-habis. Ini berbeda dengan ketika aku menggunakan pasta gigi biasanya yang berukuran sedang, yang membuatku lebih berhati-hati dan proporsional dalam mengambil pasta gigi. Akibatnya, di hari yang kurang lebih menginjak minggu kedua ini, sisa pasta gigi yang ada sepertinya hampir setara ketika aku menggunakan pasta gigi yang biasanya.

Ada beberapa pelajaran yang dapat diambil dari kejadian menyikat gigi ini sebenarnya.

Pertama, perilaku konsumtif seringkali terkait dengan ketersediaan sumber daya yang dimiliki. Mereka yang memiliki sumber daya besar tidak serta merta akan mampu mengelola dengan baik sehingga akan tersedia hingga generasi mendatang. Sebaliknya, mereka yang tidak memiliki sumber daya besar bukan tidak mungkin akan mampu menguasai sumber daya itu apabil mampu mengelolanya dengan baik. Dalam lingkup negara mungkin kita dapat menunjuk bagaimana Indonesia yang memiliki sumber daya alam melimpah akhirnya tidak mampu memanfaatkan secara optimal untuk kemanfaatan generasi mendatang. Tambang yang terbengkalai setelah terkuras habis, hutan yang gundul dan terbakar, yang kemudian di musim hujan menjadi banjir dan tanah longsor adalah tanda bahwa kita tidak mampu mengelola sumber daya dengan baik.

Kedua, harga yang lebih rendah akan mendorong seseorang memanfaatkan melebihi kebutuhannya. Harga pasta gigi warna merah itu memang sedikit lebih rendah dibandingkan warna hijau, yang secara bawah sadar sepertinya mempengaruhi perilaku dalam mengkonsumsi pasta gigi tersebut. Jelasnya, ada pemborosan dan konsumsi yang sebenarnya tidak perlu. Hal ini mungkin sedikit linier dengan analogi subsidi sumber daya alam, misalnya BBM yang selama ini diberikan pemerintah kepada masyarakat. Berbagai kajian yang dilakukan oleh lembaga dunia memang menunjukkan bahwa adanya subsidi menimbulkan inefisiensi karena adanya konsumsi yang tidak perlu, selain juga sasaran subsidi yang tidak tepat. Oleh karena itu, World Bank merekomendasikan agar subsidi memang dikurangi dan lebih jauh lagi dicabut. Mekanisme subsidi kemudian dialihkan dengan subsidi yang lebih tepat, misalnya kepada operator angkutan umum maupun subsidi langsung kepada masyarakat, seperti yang dahulu kita kenal dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Jadi sebenarnya apa yang dilakukan saat ini dengan menetapkan harga minyak sesuai dengan harga pasar sebenarnya secara ekonomi cukup ideal, walaupun tentunya perlu diimbangi dengan peningkatan daya beli masyarakat, juga penetapan yang responsif terhadap harga minyak dunia.

Ketiga, sejujurnya memang ada ketidaknyamanan menggunakan pasta gigi yang berbeda dengan bisanya. Ada perasaan tidak percaya diri bahwa pasta gigi ini akan sepenuhnya mampu membersihkan gigi dengan baik. Jadi di sini soal kepercayaan dan fanatisme konsumen terhadap merk tertentu adalah hal yang penting. Atau kalau dari sisi pandangan pengamat politik mungkin akan mampu menjelaskan bahwa move on memang tidak semudah membalik telapak tangan. Selalu ada rasa sakit dan nyeri di dada melihat bahwa pilihan kita tidak mampu mencapai impiannya, eaaaa :)

Demikianlah beberapa renungan dari menyikat gigi, berhubung sudah cukup panjang mungkin lain waktu dapat disambung lagi walaupun dari sisi yang berbeda. Ciaooo :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun