Mohon tunggu...
Andi Kurniawan
Andi Kurniawan Mohon Tunggu... Pejalan sunyi -

penjelajah hari, penjelajah hati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kampung Pogung yang (Kian) Terkepung

16 Juni 2015   14:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:01 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang berubah dari Kampung Pogung, sebuah wilayah yang tentu sangat akrab bagi mereka yang pernah kuliah di Yogya, terutama UGM, khususnya lagi cluster-cluster ilmu sains seperti Teknik. Kampung itu adalah sebuah kampung di pinggiran Kabupaten Sleman, yang berbatasan langsung dengan kampus UGM, sehingga penuh sesak dengan beraneka fasilitas untuk mahasiswa seperti rumah makan dan kos-kosan. Dahulu pada waktu saya kuliah era 90an, kedua fasilitas itulah yang dominan ada di Kampung Pogung, yang kemudian perlahan berkembang seiring dengan berubahnya kebutuhan para penghuninya. Industri laundry, terutama yang kiloan perlahan tumbuh seiring dengan kebutuhan para mahasiswa yang mungkin semakin sibuk dan malas mencuci sendiri. Di sisi lain, beragam fasilitas telekomunikasi seperti wartel dan kantor pos perlahan meredup daya tariknya, sempat sebentar digantikan oleh warnet, dan saat ini dominan digantikan oleh para penjual pulsa di berbagai sudut jalan. Memang, teknologi sepertinya sangat berpengaruh terhadap jenis bisnis, dan seringkali seperti mendikte apa kebutuhan yang diperlukan oleh penggunanya.

Dari semua fasilitas tersebut, ada satu jenis usaha yang konsisten tumbuh dan berkembang menjadi semakin besar dan massif, yaitu kos-kosan mahasiswa. Apabila dahulu pada jaman saya kuliah masih bisa ditemui kos-kosan kecil, berukuran 2,5 x 3 meter persegi, dengan fasilitas minim seadanya, maka saat ini sudah berkembang beragam kos-kosan, seringkali dengan embel-embel eksklusif. Memang, apabila dibandingkan dengan kos-kosan seadanya tadi, kos-kosan jenis ini menawarkan banyak hal yang berlebih, seperti fasilitas tempat tidur, kamar mandi dalam, wifi, laundry, juga lay out ruangan dan fasilitas parkir untuk mobil yang memadai. Pendeknya, jenis kos ini memanjakan penghuninya dengan beragam fasilitas seperti hotel. Tarif yang dipatok untuk kos jenis ini tentu juga berbeda, dapat mencapai 2 - 3 juta per bulannya, dibandingkan tarif ratusan ribu pada jenis kos sederhana. Dapat dibayangkan dari golongan ekonomi seperti apa para penghuni kos jenis ini.

Dahulu, jenis kos semacam ini mungkin juga sudah ada, walaupun tarifnya tidak gila-gilaan seperti sekarang. Kalau tidak salah ingat, mungkin sekitar Rp200-300 ribu per bulan, ketika yang lain masih berkisar Rp50 ribu per bulan untuk kos yang standar. Saat ini, tempat kos yang bertarif Rp125 ribu pun masih ada. Apabila dibandingkan, maka disparitas harga rumah kos di daerah Pogung saat ini mungkin dapat mencapai 1 dibanding 30 antara yang termurah hingga termahal. Dibandingkan dengan jaman 90an yang hanya 1 dibanding 4-6, maka terjadi pertumbuhan kesenjangan yang gila-gilaan. Hal ini sepertinya mencerminkan apa yang terjadi di masyarakat secara umum, bahwa tingkat kesenjangan pendapatan masyarakat semakin meningkat. Kita dapat membaca gejala ini dalam berita berikut: BPS Akui Ketimpangan Kian Lebar. Kesenjangan ini tentunya memprihatinkan, karena berpotensi memicu berbagai permasalahan konflik sosial di masyarakat.

Di sisi lain, perkembangan kos eksklusif sepertinya akan terus berkembang dan belum akan berhenti di Kampung Pogung. Saat ini bila kita masuk ke kampung tersebut dari arah selatan, samping Gedung Pasca Sarjana yang megah itu, kita akan disambut dengan berbagai kegiatan pembangunan, yang dari desainnya sepertinya akan diperuntukkan bagi kos-kos eksklusif. Dan hal itu bukan hanya di satu lokasi, tapi berbagai lokasi yang berdekatan. Tambah lagi, sepertinya Kampung Pogung juga akan terkepung dengan berdirinya apartemen, yang akan mengakuisisi keberadaan sawah-sawah yang masih tersisa di pinggiran kota itu. Sungguh, hati saya terasa masygul melihat bagaimana tanah sawah yang sering saya lewati ketika berangkat kerja itu sekarang sudah dipagari dengan pagar besi, tanahnya dikeruk, dan sebentar lagi sepertinya akan berdiri bangunan tinggi megah, tapi dingin dan bisu. Ya, tak lama lagi, mungkin Kampung Pogung akan kian terkepung, dan hatikupun akan turut mengapung.

 

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun