Mohon tunggu...
Andi Kurniawan
Andi Kurniawan Mohon Tunggu... Pejalan sunyi -

penjelajah hari, penjelajah hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Esemka: Esemmu, Asemkita

10 Februari 2015   19:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:29 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Esemka adalah satu kata dengan banyak makna. Sebagai sebuah singkatan, maka kata itu bisa berkaitan dengan dunia pendidikan. Namun sejak beberapa waktu yang lalu, khususnya ketika singkatan itu diakronimkan dan menjadi merk sebuah mobil, maka nama itu menjadi kaya nuansa. Hal ini tidak terlepas dari aspek politis dari kata yang melekat dengan sebuah mobil yang digadang-gadang menjadi cikal bakal mobil nasional, yang sudah sejak beberapa waktu seperti surut tertelan jaman. Luar biasanya, mobil tersebut dibuat oleh anak-anak sekolah menengah kejuruan di daerah, dengan dukungan seorang walikota yang pada masa itu belum bergaung namanya pada lingkup nasional.

Esemka dengan demikian dapat diibaratkan dengan SO 1 Maretnya Letkol Soeharto waktu itu, yang mampu mengangkat nama beliau ke kancah nasional, walaupun dalam rentang waktu yang jauh lebih lama (17 tahun kalau dihitung dari 1949 - 1966).  Esemkanya Jokowi mungkin menimbulkan dampak yang jauh lebih cepat dan luas, tidak terlepas dengan dukungan media baik cetak, elektronik maupun online yang mampu menyebarkan berbagai isu dengan instan. Juga tidak dapat diabaikan keberadaan media sosial sebagai 'pelantang' sebuah isu hingga mampu bergulir seperti bola salju.

Akhirnya, meskipun diragukan banyak kalangan, misalnya Mendikbud waktu itu M. Nuh (lihat berita ini) yang menilai mobil tersebut dibuat tanpa riset yang mendalam, Esemka sukses mengangkat nama Jokowi terus melambung, dan seolah menjadi golden ticket baginya untuk bertarung dalam pemilihan Gubernur DKI maupun Presiden RI nantinya. Pertanyaannya, salahkah hal tersebut dilakukan oleh beliau, yang seolah peselancar yang sangat handal menaiki isu Esemka tersebut, hingga sukses membawanya ke Istana Negara?

Jawabannya menurut saya sah-sah saja. Sebagai politisi yang meskipun waktu itu baru pada level lokal, beliau dengan jeli mampu memanfaatkan euforia publik, dibumbui oleh keberpihakan media yang menjadikannya media darling, yang akhirnya menjadi kombinasi yang powerfull dan dahsyat. Yang patut menjadi gugatan sebenarnya lebih ke aspek etika. Apakah cukup pantas Esemka hanya menjadi ajang untuk menjadikan seseorang menebar ESEM (senyum) kemenangan, namun di sisi lain - mencermati isu-isu mutakhir tentang kerjasama dengan Proton untuk pengembangan mobil nasional - meninggalkan ASEM bagi banyak dari kita yang sudah terlanjur percaya dengan janji-janjinya? Tidak dimungkiri, banyak dari mereka yang terpesona oleh beliau akhirnya mulai meninggalkan, karena banyaknya janji dan citra yang jauh panggang dari api.

Ya, jangan sampai mobil buatan anak-anak SMK itu menjadi sekedar mencari 'esem' dan meninggalkan 'asem' buat kita-kita. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun